"Syukurlah kau tidak mengantuk lagi di kelas Mr. Brown. Jadi dia tidak lagi menyindirmu." Ujar Alice sembari membuka lembaran diktat pertamanya. Dia tersenyum jahil ke arahku, "Jadi, mala mini suara-suara menjijikan itu sudah lenyap."
Aku tertawa mendengar celoteh Alice. Ah, aku lupa mengatakannya kepadamu kalau aku curhat kepada teman-temanku perihal suara-suara dibalik dinding. "Yeah, si pembentur dinding sudah menyadari kesalahannya. Jadi dia bisa melakukannya tanpa suara."
Ketiga temanku, Amber, Alice dan Hamida tertawa terbahak-bahak, dan kami baru menyadari bahwa tawa kami terlalu keras sehingga mengundang perhatian orang-orang disekitar kami.
Amber mencondongkan kepalanya dan berbisik ke arahku. Begitulah kalau aku duduk di dekat gadis super tinggi ini, dia perlu merunduk hanya untuk berbisik di telinga kiriku.
"Jangan sampai kau terpikat dan terjebak di kamar si pembentur dinding."
Aku tersedak dan mencubit lengan kurus Amber. "Gila, siapa yang mau menjadi pacar lelaki playboy. Mungkin dia tipemu."
Kedua temanku hanya tersenyum simpul, dan kami kembali tenggelam dengan lebar jurnal kami untuk bahan kelas Mrs. Jocelyn yang akan kami hadiri satu jam lagi.
***
Aku turun dari bis tepat di depan komplek apartemenku dan menyusuri jalan dengan hati yang berbunga-bunga. Bagaimana tidak, siang tadi aku bertemu dengan Scott, pria yang diam-diam aku kagumi. Aku dan Scott berkolaborasi dalam tugas makalah hubungan antara sejarah dan antropologi modern. Dan omong-omong, semoga dengan penugasan ini aku semakin dekat dengan dirinya.
Nah, tiba-tiba perutku berbunyi dan aku sadar aku belum makan siang tadi. Aku pun berinisiatif untuk membeli kebab di kedai milik tuan Erbakan yang berjarak beberapa meter dari depan kamar apartemenku.
"Hai, Nadia. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya tuan Erbakan dengan senyuman lebar di bawah kumisnya yang melintang. Sebenarnya, Erbakan itu tipe lelaki yang ganteng. Kumis hitamnya menambah kesan maskulin pria Turki ini.
"Baik, kau sendiri bagaimana?"
"Not so bad." Jawabnya pendek dan mulai mengiris-iris daging kambing untuk pesananku. Dia tahu betul apa yang akan aku pesan mengingat kedainya adalah langgananku ketika aku malas memasak di apartemen.
"Ini." Ujar Erbakan menyodorkan kantong kebab ke arahku. Aku menerimanya dan mengucapkan terimakasih. Berjalan menyusuri trotoar dengan hati yang riang. Dari jarak beberapa meter aku melihat si Pembentur Dinding, maksudku di James tengah bercakap-cakap dengan seorang perempuan tinggi berambut pirang di depan apartemennya. Ada anak kecil berusia tujuh tahun di samping perempuan tersebut.
Aku melepaskan earphone yang menyumbat kedua lubang telingaku dan lantunan vertical horizon aku pause dari iphone ku. Kini aku bisa mendengar apa percakapan mereka. Tepatnya itu bukan percakapan, tapi pertengkaran.
Aku melangkah menuju apartemenku dan wanita pirang itu menunjuk-nunjuk muka si James dengan bentakan demi bentakan, "Kau bajingan, Kau tidak tahu diri."
Yang dibentak hanya diam terpaku dengan sorot mata yang prihatin. Aku juga turut prihatin sekaligus penasaran. Baiklah, mari kau ikuti spekulasiku. Mungkin wanita pirang itu teman tidur di Pembentur dinding dan dia tahu bahwa si James memiliki pasangan lain selain dirinya. dan dia seorang janda yang memiliki anak berusia tujuh tahun. James tidak mau lagi berhubungan dengan si janda. Itu spekulasiku.
"Kau lari dari tanggungjawabmu, James." Wanita itu masih menuding dengan lengkingan suara yang begitu kentara.
"Aku tidak lari dari tanggungjawabku. Kau hanya banyak menuntut dan memanfaatkanku." Bantah James dengan gelengan kepala yang yakin.
Wow, lihatlah diriku yang terpana dengan pertengkaran itu. aku jadi ragu untuk melangkah dan menjejakan kakiku di undakan lantai. Si bocah –yang kira-kira berusia tujuh tahun itu- menatapku dan aku membalas tatapan matanya dengan senyuman dan lambaian tangan. Dia tidak membalas senyumku dan mengeratkan pegangan di paha si wanita pirang.
James rupanya menyadari kehadiranku. Dia menatapku sekilas dan wanita itu mengikuti arah pandangan lelaki di hadapannya; menatapku juga dengan wajah yang masih dihinggapi amarah. Barangkali jengkelnya bertambah karena ada yang mengganggu keseruan pertengkaran mereka.
"Hai." Sapaku dan aku sadar sapaanku terdengar aneh. Senyumku juga aneh. Ini moment yang canggung secanggung ketika kau melihat dua orang kepergok sedang bercinta.
Mereka mendadak berhenti. Tidak ada bentakan si wanita pirang. Tidak ada bantahan si james. James membuka pintu dan masuk ke dalam apartemen diiringi oleh wanita pirang dan anak yang memegangi pahanya.
Aku menghela napas dan melanjutkan langkah kakiku yang terhenti. Membuka pintu apartemen dan langsung melarikan tubuhku pada sofa kumal di ujung ruangan. Membuka karton kebab dan mulai menggigitnya.
Satu suapan
Dua suapan
Dan ketiga suapan aku kembali mendengar suara dari dinding. Tapi ini bukan erangan atau pukulan atau geraman atau semacamnya. Suara pertengkaran yang tadi sempat terhenti.
"Kau bajingan!"
"Tidak, justru kau yang bajingan. Kau memanfaatkanku!"
Ya ampun! Tempo hari aku terganggu oleh suara orang bercinta dan sekarang aku terganggu oleh suara orang bertengkar. Tapi diam-diam aku penasaran, kenapa mereka bertengkar dan siapa wanita berambut pirang tersebut dan punya hubungan apa dia dengan si James. Kok sepertinya aku mulai terobsesi untuk mengetahui kehidupan si tetangga? Oke, aku si gadis yang gampang penasaran, selain gampang marah juga.
Ketika aku tengah berpikir tentang siapa mereka dan bermain dengan spekulasiku, tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibanting dari arah depan dan aku segera berlari untuk mengintip dari lubang pintu. Perempuan berambut pirang itu keluar dari apartemen James dengan wajah yang memerah. Dia berteriak-teriak memaki James. Sementara anak yang kira-kira berusia tujuh tahun itu mengikuti langkah ibunya dengan ekspresi wajah sulit ditafsirkan.
Perempuan berambut pirang itu kalap. Tangannya yang ramping segera meraup semua benda-benda yang ada di depannya dan membantingnya. Kira-kira ada tiga buah keramik –yang tampaknya berharga dan mahal- menjadi korban kebringasannya hingga pecah berkeping-keping di teras depan.
Aku sendiri ngeri melihat amarah si perempuan berambut pirang itu. bahkan marahku kepada James beberapa hari yang lalu tidak ada apa-apanya dibanding kemarahan perempuan ini. Ayolah, sepertinya adegan ini akan lebih seru jika Si Pembentur Dinding keluar dari apartemen dan melakukan sesuatu di luar.
Tapi lelaki itu tidak keluar. Si perempuan berambut pirang terengah-engah oleh amarah. Sepertinya dia sudah cukup puas dengan menghancurkan tiba buah keramik dengan corak ukiran mesir yang dia yakin itu milik si James. Wanita itu menyeret tangan anaknya –dan aku sekarang sudah berspekulasi itu anak si perempuan berambut pirang dan anak James Si Tidak bertanggung jawab- dan memasukan si anak ke dalam nissannya seperti memasukan kantong sampah ke tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOR'S SECRET [Rahasia Tetangga]
RomantiekMalam pertama Nadia di New York adalah awal mula kengerian dalam kehidupan pertetanggannya dengan seorang pria New Yorker bernama James. Malam pertama itu dia tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara aneh dari ruang sebelah. Selain itu, suara i...