Ini malam keempat dan malam ini aku bisa tidur nyenyak. 'Si kantuk' semakin mesra di mataku dan tidak lagi terganggu dengan suara jeritan, desahan, erangan, geraman dan pukulan yang bersahutan. Ah, malam yang damai. Aku tidak perlu khawatir mengantuk saat menghadiri kelas Mr. Brown tentang sejarah perang dan agama sehingga dia menyindirku habis-habisan.
Pagi ini ketika aku hendak berangkat ke kampus aku bertemu dengan pria 'si pembentur dinding' dan dia tersenyum lebar ke arahku. Jujur, rasa jengkelku sudah hilang karena dia sudah mematuhi aturanku tentang larangan bersuara saat bercinta. Ini berarti dia seorang tetangga yang baik dan mengerti hak dan kewajiban bertetangga. Meski secara harfiah, dia bukan lelaki yang baik. Bagaimana kau bisa mengatakan dia lelaki yang baik jika dia telah 'memakai' tiga wanita berbeda dalam tiga malam. Gila kan?
"Bagaimana tidurmu?" tanyanya masih dengan senyum lebarnya. Dia tengah duduk di kursi depan apartemennya sembari memegang iphod di tangan kanan.
"Tidurku? Seperti biasa dan sebagaimana orang normal tidur. Aku tidur di atas kasur sejak pukul sepuluh malam hingga pukul lima pagi." Aku berusaha melontarkan joke hanya untuk menutupi rasa bersalahku karena malam kemarin aku telah membentaknya habis-habisan. Omong-omong, aku baru sadar bahwa kemarahanku terkesan berlebihan. Memang benar apa yang Kangjeng Nabi ajarkan. Marah yang spontan itu akan mendatangkan kerugian dan penyesalan. Maka, jangan marah.
"Kau lucu juga ya. kukira kau tidak bisa melucu mengingat malam kemarin kau memarahiku layaknya anjing menatap kucing." Pria itu membalas jokeku.
Aku tertawa renyah. "Terimakasih kalian tidak membuat keributan lagi dengan suara-suara sengau kalian. Kuharap ini akan berlangsung setiap malam sehingga aku bisa tidur nyenyak." Kini aku berbicara tentang tidurku yang damai dari suara sialan 'Si pembentur dinding.'
Dia kembali tertawa, "Aku tidak percaya bisa melakukannya tanpa suara. Bahkan aku harus membekap mulut pasanganku. Hanya saja lebih lama untuk mencapai O."
"O?"
"Orgasme."
Aku mulai jengah. Aku bisa merasakan pipiku memerah. Kenapa orang ini begitu santai membicarakan aktifitasnya di atas ranjang. Dasar otak mesum!
"Kau bekerja dimana?" tanyanya lebih lanjut. Sepertinya dia tahu aku merasa jengah sehingga mengalihkan pembicaraan.
"Aku kuliah."
Dia mengangguk dan dia mengulurkan tangannya, "James."
"Nadia." Aku menyambut tangannya yang kukuh dan besar. Kemudian segera berlalu setelah melambaikan tangan kepada 'Si pembentur dinding' Karena aku tahu dia banyak omong dan aku akan terlambat jika meladeni omongannya. Dasar 'Si Pembentur Dinding!'
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOR'S SECRET [Rahasia Tetangga]
Storie d'amoreMalam pertama Nadia di New York adalah awal mula kengerian dalam kehidupan pertetanggannya dengan seorang pria New Yorker bernama James. Malam pertama itu dia tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara aneh dari ruang sebelah. Selain itu, suara i...