Azaleta 4 - Makan Bareng?

946 64 32
                                    

Punya sahabat sekaligus memiliki tali kekeluargaan dengan makhluk seperti Azaleta kadang memang bikin jengkel sendiri---meskipun kebanyakan orang bakalan ngakak karena kelakuannya. Tidak percaya? Tanya saja pada Deka.

"Ini namanya bukan nebeng, tapi minta jemput-antar. Dasar sableng!" ucap Deka sambil mendelik sebal. "Ini masih jam tujuh pagi. Lo kerja apa joging?"

"Sekali-kali beramal napa, Dek. Gue tuh lagi galau gulana, tau nggak? Antara hidup dan pingsan---eh, iya, deng. Gue belum mau mati." Azaleta mengangguk-angguk takzim.

"Kenapa sih lo kebelet pengin gue jemput? Mau naik kasta lo?"

Azaleta melotot. "Kasta pala lu. Gue lagi ada masalah nih," sahut Azaleta ketus.

Deka cengengesan. "Satu masalah, traktir gue di Sushi Tei. Deal?"

Azaleta langsung menimpuknya dengan tas tangan.

"Lo pengin kita 'lewat' bareng, ya?" sentak Deka sambil mengusap hidungnya yang memerah.

"Lo mau ngerampok gue, ya?" Azaleta membalas sengit. "Gue lagi nggak mood makan, nggak mood minum, nggak mood becanda. Untung di elo kalo gue nggak makan."

Deka mengedikkan bahu. "Gue perlu penjelasan. Biasanya juga gue yang jemput. Tell me!"

Setelah menghela napas sekasar mungkin, Azaleta mulai berbicara sekadarnya. Cukup intinya saja yang diceritakan. Tentang Ragiel---yang sempat membuat Deka mengernyit heran, dan Ahil---yang membuat Deka melotot, ingin menjemputnya hari ini dan mengantar ke kantor.

Mana mungkin Azaleta bisa memilih antara Ragiel atau Ahil. Daripada nanti kena bogem nyasar kalau mereka bertemu, lebih baik cari antisipasi, dan inilah yang Azaleta lakukan, setelah semalaman tidak tidur saking tidak percaya dan bingungnya. Deka sempat menggerutu di ujung telepon waktu Azaleta menghubungi cowok cute itu saat azan subuh berkumandang.

Untung saja hal itu tidak berlangsung lama.

Jam tujuh teng---sesuai permintaan Azaleta, suara klakson terdengar nyaring menjerit dari halaman. Azaleta sempat takut-takut kalau itu salah satu dari dua orang yang ingin ia hindari pagi ini. Gadis itu bersyukur saat mendapati Deka cemberut dari dalam mobil dan menyuruhnya cepat-cepat naik.

"Yah, gue setuju dengan tindakan lo," komentar Deka saat Azaleta menyudahi kisahnya, "tapi, bukannya nggak baik kalo lo nggak ngasih tau Ahil atau---siapa tadi nama yang satunya?"

"Ragiel."

"Ya, itu, lah, pokoknya. Mending lo kasih tau aja kalo lo batal nebeng sama mereka. Ragiel sih masih mending nggak lo kasih tahu---dia yang mau sendiri. Kalo Ahil, lo kan udah setuju dijemput sama dia. Kan kesannya nggak baik."

Azaleta berpikir keras sebelum mengangguk. Dikeluarkannya ponsel dari tas tangan dan mulai mengetik pesan untuk Ahil. Deka --yang sedang tenang-tenangnya menyetir-- langsung mengerem mobil saat Azaleta berseru keras plus menginjak kaki Deka yang siaga di rem kuat-kuat, membuat mobil langsung berhenti dengan decitan serta sempat oleng beberapa saat.

"Bajigur!" bentak Azaleta bahkan sebelum Deka mau membuka mulut, "lo mau kita mati, ya?"

Deka melotot. "Kurang kenceng teriaknya, Neng. Kencengin dikit lagi, ntar gue kasih piring cantik," sarkasnya, "lagian secara nggak langsung elo yang bikin stop, tau! Noh, liat kaki lo. Lagian kenapa pake teriak segala?"

Azaleta cemberut.

"Pinjem ponsel, dong!" seru Azaleta memelas.

Deka mengangkat alis, heran. "Buat apa?"

Azaleta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang