Azaleta 13 - Dia Kembali

507 47 21
                                    

"Selamat, ya, Let." Deka memeluk Azaleta yang bersanding di samping Ahil. "Semoga lancar sampai acara pernikahan nanti." Deka tersenyum, menatap Azaleta lekat-lekat. Sepupunya itu terlihat cantik dengan gaun putih simpel dan hijab warna senada dengan hiasan tiara di atasnya.

Azaleta balas tersenyum. "Thank you, Deka. Kapan nyusul, nih?" Azaleta terkikik geli saat dilihatnya Deka memelotot sebal.

"Yeee, masih zaman, ya, nanya gitu segala? Situ nanya apa nyindir nih ceritanya?" Deka memutar bola mata jemu. "Doain aja, lah." Deka geleng-geleng meski ikut tertawa juga. Pemuda dengan seputih salju itu menghampiri Ahil, berjabat tangan sebentar. "Selamat, Bro. Jaga dia baik-baik. Semoga petakilannya makin kurang, deh."

"Woi! Enak aja lo ngomong, ya, Dek." Kali ini Azaleta yang memelotot galak.

Deka tertawa, mengangkat sebelah tangan, berpamitan. Pemuda itu memang tidak bisa berlama-lama hadir karena ada pekerjaan lain yang harus dilakukan. Azaleta memaklumi saja saat Deka memberitahu kalau kemungkinan ia akan mampir sebentar saja lalu pergi. Bahkan Nadine pun disuruh untuk pulang sendiri dengan gojek atau gocar. Hal yang membuat Nadine memberengut meskipun tidak lama, sama mengertinya dengan kesibukan Deka.

"Congrats, ya, Sis." Kali ini, Nadine yang menghampiri dan memberikan sebuah pelukan pada Azaleta. Nadine memegang kedua belah pundak Azaleta, tersenyum lebar. "Kalo jodoh emang nggak akan ke mana, ya?"

Azaleta tertawa pelan, meraih kedua belah telapak tangan Nadine dan menggenggamnya. "Thank you, Sis. Gue juga nggak nyangka, loh, sebenernya."

"Waw." Nadine ternganga, ikut tertawa pelan setelahnya. "Jadi langsung main lamar aja, nih, ceritanya? Gercep, ye."

"Begitulah." Azaleta menatap Ahil yang berdiri di sampingnya. Pemuda itu menoleh ke sisi lain, mengusap tengkuk belakangnya dengan wajah merona. Ah, dia malu ternyata. Azaleta menyenggol rusuk Ahil, yang dibalas dengan pelototan oleh yang bersangkutan.

"Sweet." Garis wajah Nadine berubah menjadi kian lembut. Gadis dengan hijab putih itu berjabat tangan dengan Ahil. "Selamat, ya. Semoga lancar." Nadine tersenyum simpul.

Ahil tersenyum tipis untuk beberapa saat, sekadar menghargai. "Thanks."

"My pleasure."

Azaleta tersenyum saat menyaksikan punggung Nadine lamat-lamat menjauh, berbaur dengan orang-orang yang lalu-lalang silih berganti. Nadine pun tidak bisa berlama-lama katanya, karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan hari ini juga.

Kedatangan beberapa keluarga dekat dari kedua belah pihak sudah cukup membuat gedung yang disewa keluarga Ahil ramai. Tidak besar, tapi cukup untuk sebuah prosesi pertunangan. Ini harinya, dan Azaleta baru saja melangsungkan pertunangan denga Ahil beberapa saat yang lalu, ditandai dengan penyematan cincin secara bergantian.

Azaleta harus akui, prosesi pertunangan tadi cukup membuatnya gugup. Untungnya Ahil cukup tanggap dengan menyentuh bahu Azaleta, tersenyum meski terlihat kaku. Tampak jelas kalau pemuda itu bermaksud menenangkan tanpa melakukan kontak fisik terlalu jauh. Azaleta mengangguk, menarik napas dalam-dalam, kembali menghadapkan wajahnya lurus ke depan.

"Lo nggak ngundang temen lo yang itu?" Ahil berbisik di telinga Azaleta saat hadirin masih sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Hanya beberapa yang maju untuk bersalaman dengan Azaleta karena harus buru-buru pulang. Selebihnya masih stay di tempat sembari berbincang ringan membentuk kelompok kecil masing-masing.

Azaleta menoleh, mengernyit untuk beberapa saat. Kedua alisnya mengerut, seolah akan bertaut di tengah. "Siapa? Temen gue banyak, cuy! Mbak Nisa maksudnya?" tanya Azaleta memastikan.

Azaleta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang