Azaleta 9 - Kunjungan

534 52 11
                                    

"Leta!"

"Iya, Mi!" Azaleta bergegas turun dari ranjang, membukakan pintu. Di balik pintu, Mami terlihat cemas sekaligus kesal di saat bersamaan. Kedua alisnya bertaut, dengan dahi mengernyit tidak senang. Air mukanya keruh, tidak seperti biasanya. Pasti ada sesuatu yang mengusik Mami. "Ada apa, Mi? Tadi Leta ketiduran abis salat subuh."

"Ayo sini!" Mami menarik pergelangan tangan Azaleta, mengajak putrinya itu ke ruang keluarga. Langkahnya seperti tidak sabaran. Azaleta sampai terseok karenanya. "Lihat." Mami menyerahkan ponselnya pada Azaleta.

"Kenapa, sih, Mi?" Azaleta menatap Mami lekat-lekat. Ini baru jam lima lebih dua puluh, dan Mami sudah heboh menariknya ke ruang tengah hanya untuk menunjukkan ponsel. Dengan malas, Azaleta mengambil ponsel yang disodorkan Mami.

"Kamu masih mau temenan sama dia? Udah Mami bilang kan kalau dia itu nggak bener. Kamu nggak pernah dengerin kata-kata Mami semenjak deket sama dia." Suara Mami begitu menggebu-gebu dengan jemari menunjuk layar ponsel di tangan Azaleta.

Azaleta mengernyit, tidak mendengar ocehan Mami lebih lanjut. Gadis manis itu justru fokus pada twit yang ada di ponsel. Ragiel Andana dan Edgar Adriano terlibat skandal, diduga gay sejauh ini. Azaleta mengedikkan bahu, nyelonong menuju dapur setelah meletakkan ponsel ke atas meja. Berita hoax, Azaleta memutar bola mata jemu seraya menuang air ke dalam gelas dekat tangan.

"Hoax dari mana?" Mami memelotot, malah semakin getol membuntuti Azaleta. "Udah jelas ada foto-fotonya. Kamu sendiri lihat, kan?"

"Mami." Azaleta mendesah frustrasi. Gadis itu meletakkan gelas berisi air di meja makan, lantas menyentuh jemari kurus Mami. "Nggak semua berita itu bener. Toh, lagian Ragiel nggak pernah klarifikasi langsung. Selama dia nggak mengiakan, otomatis, semua berita itu bohong, kan? Nggak cuma sekali dia kena berita kayak gini. Udah dari lama malahan, tapi semuanya cuma berita aja, kan?"

Mami menyentak tangan Azaleta. "Justru karena kamu sudah tahu track record dia, harusnya kamu jaga jarak sama dia."

Azaleta meringis. "Nggak bisa begitu, dong, Mi. Tuntutan pekerjaan. Azaleta kudu profesional sama semua partner, nggak terkecuali Ragiel. Selama nggak menentang aturan agama, sih, ya. Dia nggak pernah macam-macam juga. Lagian, bukannya bagus kalau dia beneran belok? Mami nggak perlu kuatir Leta diapain-apain." Azaleta terkikik.

Mami memelotot. "Kamu tuh, ya---" Belum sempat Mami menyelesaikan kalimat di ujung lidah, suara bel pintu depan sudah keburu berbunyi. Mami menatap Azaleta tajam. "Kamu ada janji lagi sama dia?" desis Mami.

"Nggak, Mi. Bener kok. Schedule Leta hari ini cuma santai di rumah." Azaleta manyun tiga senti. "Jangan-jangan Mami manggil Ahil, ya?"

"Enak aja! Nggak, lah. Haram nyuruh yang bukan mahram ke sini, kecuali ada urusan mendesak. Mami nggak pernah, ya, manggil Ahil ke sini. Yang sering manggil cowok ke sini malah kamu biasanya."

Azaleta terperangah. "Lho? Kok Leta? Perasaan cowok yang Leta ajak ke sini cuma Deka. Ragiel nggak masuk itungan dong karena dia yang mau sendiri. Mami, ih." Gadis dengan hijab ungu pastel itu memberengut.

Mami mengibaskan tangan. "Sama aja, lah. Nggak ada bedanya."

"Kok gitu? Leta kan---" Ucapan Azaleta terpenggal saat dilihatnya Ijah yang hendak masuk ke dapur tiba-tiba berhenti di tengah pintu. Azaleta meringis. "Kenapa, Jah?"

"Itu, Non. Ada Den Ahil sama Nyonya Mariam. Katanya mau ketemu Nyonya sama Non Leta." Ijah menunjuk arah ruang tamu sebelum berlalu, ingin membuatkan minum katanya.

Azaleta melirik Mami dengan tatapan penuh selidik. "Mami yang manggil mereka, ya?"

Kali ini, Mami yang memberengut tak terima. "Kok jadi Mami?"

Azaleta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang