Azaleta 24 - Serangan Tak Terduga

712 45 12
                                    

"Sarapan dulu, Mbak." Kang Danang menyodorkan plastik berisi roti dan susu pada Azaleta yang duduk di jok belakang. "Mbak keliatan lemes banget dua hari ini. Ada masalah, Mbak?"

Azaleta tersenyum tipis, menerima bungkusan yang diserahkan Kang Danang kepadanya. "Cuma pusing, Kang. Deadline segunung. Hayati lelah."

"Istirahat yang cukup, Mbak." Kang Danang melirik Azaleta yang tengah membuka roti dan memakannya dari arah kaca. "Mas Ragiel titip pesan kalau Mbak Leta mau sesuatu, tinggal bilang aja. Mbak pengin makan sesuatu yang lebih berat? Bukan berat kek besi, lho, ya."

Azaleta terkekeh, mengibaskan tangannya, memberi isyarat kalau yang ada di pangkuannya saat ini sudah cukup. "Lanjut jalan aja, Kang. Saya udah ditungguin Mbak Nisa sama tim buat live hari ini."

Kang Danang mengangguk, tetap mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang sebelum traffic di depan mulai merayap, tanda-tanda macet sudah terlihat jelas. Azaleta menyesap susu kotaknya perlahan lantas menyandarkan punggung dengan gamang. Jujur saja, kejadian seminggu yang lalu masih terbayang jelas dalam kepala Azaleta.

Pertama, fakta kalau mungkin saja ia dan Ragiel tengah diuntit membuat Azaleta menjalani hari dengan tidak tenang dan kerap merasa parno sendiri, seolah-olah ia tengah diintai sesuatu yang tidak diketahui bentuknya apa. Saat makan, memasak, mandi, membaca, menyelesaikan tugas yang diberikan kantor, terlebih saat berinteraksi dengan Ragiel. Meskipun Ragiel menenangkannya malam itu dengan mengatakan kalau ia aka mengusut hal ini sampat tuntas, entah kenapa, Azaleta seperti memiliki ketakutan setiap kali ingin masuk ke kamar.

Kedua, mungkin ini agak terdengar menggelikan, tetapi bayang-bayang saat Ragiel hampir menciumnya malam itu masih melekat kuat di ingatan Azaleta. Hal itu membuatnya sempat blank hampir dua malam. Meskipun ini hanya pernikahan drama, Azaleta harus akui sejujur-jujurnya, Ragiel itu laki-laki yang sangat menarik. Tampan dan hot di saat bersamaan. Wangi ceruk leher Ragiel yang khas bahkan masih samar bisa Azaleta ingat bagaimana aromanya. Bibir Ragiel yang terlihat lembut dan kenyal, uh, membayangkannya saja membuat Azaleta menjadi malu sendiri.

Sadar, Let! Sadar!

Azaleta geleng-geleng sendiri, berusaha mengenyahkan pikiran aneh-aneh tersebut dari kepalanya walaupun ujungnya gagal. "By the way, saya pulangnya pakai gojek atau gocar aja, Kang. Nggak usah dijemput, nggak apa-apa," kata Azaleta sebelum membuka pintu mobil dan turun, merasakan hawa panas luar mobil mulai menyergap kulit.

Kang Danang menggeleng tegas. "Telepon aja, Mbak. Lewat WA."

"Nggak usah, Kang." Azaleta bersikeras balik. "Abis pulang kerja saya mau ke tempat Deka sama Nadine dulu. Kang Danang di rumah aja. Bakal repot nanti kalau Kang Danang bolak-balik nganterin saya ke sana ke mari."

"Itu tuga saya, Mbak. Namanya juga supir." Kang Danang memutar bola mata jemu. "Telepon aja, Mbak. Atau WA."

Azaleta menghela napas, keluar dari mobil dengan tangan menutup pintu mobil. "Oke. Nanti saya WA kalau udah balik." Azaleta tersenyum tipis, melambaikan tangan saat Kang Danang putar balik dan perlahan keluar dari area halaman kantor yang luas.

Azaleta melirik jam di pergelangan tangan sekilas. Pukul delapan lewat lima. Dengan gesit Azaleta melangkah, membuat higheels yang ia kenakan menimbulkan bunyi ketukan khas ketika berjalan di halaman kantor. Tepat saat ia akan mempercepat langkah menuju beranda, Azaleta merasakan sebuah tepukan ringan mendarat di bahu. Tepukan yang berujung pada cengkeraman kuat. Azaleta mengernyit, menebak-nebak siapa orang di belakangnya.

Mbak Nisa, kah? Atau Kina? Atau justru Mbak Tiwi yang galaknya hampir sebelas dua belas dengan Mbak Nisa?

Azaleta menoleh, mendapati seseorang dengan hoodie hitam menutupi kepala dan masker wajah berwarna senada, membuat Azaleta tak bisa mengenali siapa orang ini. Sebelum ia sadar dengan sesuatu, tiba-tiba saja, dengan gerakan yang tanpa bisa Azaleta hindari, orang dengan hoodie itu menyemprotkan sesuatu ke arah mata Azaleta. Azaleta sontak menutup matanya begitu bulir air yang disemprot mengenai kedua belah matanya.

Azaleta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang