.
"Rasanya aku pernah melihatmu," Yoongi kembali mengerenyit, alisnya bertaut. Tak sengaja meninggalkan kacamata di ruang bimbingan belajar memang bukan ide bagus, "Bukankah kau anak kelas khusus yang selalu mondar-mandir dengan jaket kuning di perpustakaan?"
"Eh?"
"Rupanya benar. Siswa kesayangan guru Matematika yang rumornya tak pernah dapat nilai kurang dari sembilan. Wah, wah, tak kusangka bisa bertemu dalam keadaan seperti ini. Hmm, rok itu cocok sekali untukmu," telunjuk beserta ibu jari Yoongi menggaruk dagu mengamati, sementara raut remaja yang bersangkutan mendadak pucat pasi, "Tapi ngomong-ngomong, bukankah kita dilarang mengambil kerja sambilan menjelang ujian? Kalau ketahuan sekolah bisa kena detensi lho?"
"J, justru karena itu! Jangan dilaporkan! Aku cuma membantu teman!"
"Ah, alasan."
"Sungguh!"
"Kelas II-4 kan? Siapa namamu tadi? Moomin? Micin?" lengos Yoongi sekenanya, kedua kaki bersilang jumawa selagi punggung tangan menumpu pelipis. Telunjuk lainnya berputar-putar di udara dengan mata terpejam seolah memikirkan susunan nama yang tepat. Sosok di hadapannya bergegas menyambar.
"Jimin," tukas remaja itu, gusar, "Park Jimin."
"Oke, Jimin," Yoongi mengangguk setenang rawa, "Di selebaran ini tertulis jika tamu restoran akan ditemani seorang pelayan di masing-masing meja selama satu jam. Benar?"
Jimin mengiyakan, canggung, "Ada pelayan yang akan duduk di samping pengunjung karena menu di restoran kami disajikan dengan bonus permainan. Misalnya rolet bola gurita. Dari enam bola, hanya ada satu yang berisi saus cabe. Pelayan akan ikut makan bersama Anda agar permainannya bisa berjalan, kira-kira seperti itu," terangnya, tak nyaman. Bukan perkara mudah menjelaskan aturan seaneh itu dalam kondisinya. Mengenakan pakaian pelayan warna merah muda berenda-renda yang seharusnya dipakai seorang wanita, Jimin berusaha keras menarik-narik ujung roknya agar tak terlalu memperlihatkan paha. Sebuah bando berbahan serupa menghiasi kepala, didukung kaus kaki sebetis berbahan tipis, juga sepatu balet bersemat pita yang manis. Meski hampir tak bisa dibedakan dengan wujud seorang gadis, jakun di pertengahan lehernya masih membuktikan jika Jimin masihlah laki-laki dan memiliki sebatang penis.
"Kalau hyung tertarik, aku bisa meminta potongan harga pada manajer restoran, asal....."
"Asal aku tak membocorkan soal kerja sambilanmu? Heee, murah sekali," telapak tangan kiri Yoongi terkibas enggan, alis terangkat sebelah, "Bagaimana jika kau membantuku mencari informasi tentang pelayan paling cantik dan seksi untuk dijadikan teman makan?"
Jimin sontak menggeleng cepat, "Maaf hyung, tapi itu tidak mungkin. Pelayan yang bertugas menemani tidak bisa dipilih sesuka hati. Sudah ada pembagian nomor meja dan giliran berjaga."
YOU ARE READING
MEILI | BEAUTIFUL (YoonMin)
Fanfiction[BTS - YoonMin/SugaMin] Segalanya yang ada pada Jimin itu cantik, termasuk sepasang mata yang membius Yoongi hingga ke dalam sukma. Tapi jika diminta bercerita, Yoongi akan berpikir dua kali karena buku tulis setebal apapun tak akan cukup menampung...