.
Yoongi mengantongi kembali kunci duplikat ke kantong celananya dan membuka pintu pelan-pelan. Apartemen itu cukup remang mengingat ini belum terlalu malam. Sangat sepi, hanya berisi deru mobil di jalanan yang terletak berdekatan. Ponselnya bergetar menandakan pesan masuk, satu dari sahabat, satu dari asistennya. Yoongi menggumam pelan serta berusaha membalas sambil mengendap masuk. Berusaha agar gerakan tangan maupun kakinya tak menimbulkan terlalu banyak suara.
Dilepasnya sepatu satu demi satu lalu menaruhnya berdekatan di rak sepatu. Rambutnya yang agak lembap disibak sekilas selagi mengarahkan pandangan pada barisan tanaman yang diletakkan di selusur jendela. Empat buah kaktus mini. Lucu, pikirnya seketika. Mirip Jimin.
Yoongi melangkah lebih ke dalam seraya memperhatikan sekitar, tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali dia datang. Enam bulan? Tujuh? Yoongi tak benar-benar ingat. Konon, hubungan jarak jauh tak akan bertahan lama akibat jarak dan kurangnya komunikasi, namun Yoongi, yang hampir-hampir tak tertarik pada manusia selain kekasihnya, masih bertahan di tahun keempat pacaran mereka. Satu-satunya masalah krusial hanyalah ketika Yoongi memergoki Jimin berciuman dengan seseorang tepat saat menginjakkan kaki di bandara, berlanjut pada perang dingin berhari-hari sampai Jimin harus minta maaf sambil menangis. Berkata bila dirinya hanya berniat menjemput Yoongi, dan tak paham kenapa mantan pacarnya tiba-tiba ada di sana dan mendadak mencium Jimin.
.
"Kau tidak menolak."
"Bagaimana bisa menolak, hyung? Aku sedang demam waktu berangkat ke Incheon, dan dia memegangiku seperti manekin! Kalau saja hyung tak memisahkan kami, aku pasti diseret entah kemana tanpa bisa melawan."
"Hm."
"MAAFKAN JIMIN, HYUNG!!"
"Hm, mm."
"JIMIN TIDAK BERMAKSUD SELINGKUH!!"
"Iya, iya, berhenti menangis."
.
Sisi lemah Yoongi adalah Jimin, tak ada bantahan, tak perlu disertasi untuk pembuktian.
Apartemen itu masih terasa sangat familiar, auranya nyaman dan wangi sitrusnya membuat betah. Bergaya klasik sekaligus unik, ruang sekaligus perabotannya diatur sedemikian rupa hingga sekilas saja Yoongi sudah bisa menebak jika penataan ini adalah ciri khas Jimin.
Ekor matanya menangkap bingkai besar berwarna gading di dinding ruang tamu, Jimin dan ibunya. Wanita enerjik yang selalu sibuk, Yoongi hanya pernah bertemu satu kali saat mengantarkan Jimin kembali ke Korea—setelah menghabiskan seminggu penuh di Seattle, kota yang tiga tahun terakhir ini menjadi rumah kedua bagi Yoongi. Di sebelah bingkai tersebut ada beberapa bingkai berukuran lebih mungil, dan semuanya berisi Jimin. Jimin bersama anjingnya, Jimin bersama Jungkook, adik sepupu yang suka sekali menjegal kaki Yoongi setiap memergoki dirinya mampir di apartemen itu. Ada juga Jimin dan Sungwoon, sahabatnya, beserta sejumlah mahasiswa yang sama-sama berangkat ke Amerika untuk pertukaran studi beberapa tahun lalu. Selain yang ditempel di dinding, terdapat lima bingkai lain di atas bufet tempat pemuda itu memajang koleksi memento, penuh berisi fotonya dan Yoongi. Di Busan, di Malta, di Daegu, di Paris, dan saat makan kimchi chige di apartemen Yoongi.
YOU ARE READING
MEILI | BEAUTIFUL (YoonMin)
Fanfiction[BTS - YoonMin/SugaMin] Segalanya yang ada pada Jimin itu cantik, termasuk sepasang mata yang membius Yoongi hingga ke dalam sukma. Tapi jika diminta bercerita, Yoongi akan berpikir dua kali karena buku tulis setebal apapun tak akan cukup menampung...