Gelap. Tidak biasanya aku pulang kerja, rumah dalam keadaan gelap seperti ini. Kemana Mas Adit ? Kalau rumah gelap seperti ini kemungkinan besar dia pergi dari siang.
Kucek ponselku, barangkali dia tadi menghubungiku. Hasilnya nihil, tidak ada panggilan telpon atau pesan apapun. Ku ketik chat untuknya.
Mas, kemana??
1 menit, 5 menit, 10 menit tidak ada balasan. Bahkan pesanku belum terbaca. Kuletakkan ponsel di nakas, lebih baik aku mandi.
Setelah mandi, kucek ponsel lagi. Belum ada balasan. Hufhht kemana sebenarnya dia itu. Bikin cemas saja. Mau nelpon aku nggak punya pulsa. Semoga nggak ada hal buruk yang terjadi.
Di dapur kucek tudung saji, balado terong yang aku masak tadi pagi masih utuh. Ayam ungkep yang aku simpan di kulkas juga belum berkurang. Mas Adit suka lauk yang hangat, jadi dia akan menggoreng sendiri kalau mau makan.
Itu berarti Mas Adit pergi dari pagi, dan dia nggak sempat sarapan. Berbagai skenario buruk berseliweran di pikiranku. Sebenernya aku nggak suka berpikiran buruk, tapi sekarang otakku mau nggak mau memikirkan ke arah sana.
Baru jam 8 malam. Lebih baik aku nyuci, sambil menunggu Mas Adit pulang. Kubawa keranjang baju kotor ke mesin cuci. Sambil menunggu mesin cuci bekerja, aku menyapu dan merapikan rumah.
Selesai menjemur baju, kudengar motor Mas Adit datang.
Wajahnya kelihatan lelah. Kuangsurkan segelas air putih untuknya. Sebenernya mulutku sudah gatal pengen memberondong banyak pertanyaan. Tapi kutahan-tahan.
Dia kelihatan lelah, salah bicara bisa-bisa kami malah bertengkar.
"Ini."
Dia memberikan bungkusan yang dibawanya. Hmmm ... baunya enak.
Isinya martabak telur favoritku. Wahh, mataku berbinar-binar.Tapi sekejap kemudian aku teringat kalau beli martabak sama dengan pengeluaran tambahan.
"Kenapa ?" Tanya Mas Adit, mungkin dia menyadari aku tak seantusias sebelumnya.
"Gajian kan masih lama," jawabku.
Mas Adit malah tersenyum. Mengusap kepalaku sekilas.
"Udah sana ambil piring, bawa kedepan TV. Nanti kita makan sama sama. Mas mandi dulu."
Mas Adit berlalu ke kamar. Aku masih termangu, dalam hati ku hitung kira-kira harga martabak itu kalau dibelikan telur di warung bisa dapat sekilo kan yaaa ... Bisa untuk beberapa hari. Ngirit dan pelit memang beda tipis rutukku dalam hati nyumpahin diri sendiri.
"Belinya bukan dari uang jatah dapur. Tenang aja...!!" Seru Mas Adit dari kamar. Lalu dia melongkokkan kepalanya ke dapur sambil tersenyum lebar.
Sialan. Dia ngeledek, tapi senyumnya menular. Bibirku tanpa bisa dicegah ikut tersenyum, hatiku menghangat.
Ehmm... malam ini Mas Adit kelihatan berbeda. Ada aura ceria yang menyenangkan. Semoga ada kabar baik. Semoga ....
Selesai mandi Mas Adit menyusulku duduk di karpet depan TV. Aku sudah menghabiskan 3 potong martabak, rasanya benar-benar enak.
Aroma Mas Adit harum, meski wanginya dari sabun yang biasa kami gunakan tapi entah kenapa ini terasa lebih menggelitik.
"Tadi darimana ?" Tanyaku membuka percakapan. Rasa penasaranku sudah nggak bisa di tahan lagi.
"Dari Mas Roni." Jawabnya singkat.
Aku tunggu beberapa saat, berharap ada kelanjutan cerita. Tapi Mas Adit malah asyik makan martabak.
Ckk..."Mas Roni kenapa ? Apa terjadi sesuatu ? Terus kenapa juga tadi nggak ngabarin kalau mau kesana ? Aku chat juga nggak di balas, bikin khawatir saja." Aku langsung memberondong beberapa pertanyaan.
Mas Adit malah tersenyum, dengan lembut malah di tariknya tanganku agar aku mendekat padanya.
"Duh senengnya dikhawatirin istri," Mas Adit menjawab lebay sambil memelukku erat. Kepalanya ndusel ndusel kedalam rambutku.
"Wangiiiii...." Katanya lagi."Maaasss .. aku lagi serius ini, banyak banget ini yang mau aku tanyain," Jawabku sebal.
"Iya iya sayang, satu satu tapi ya nanyanya... Satu pertanyaan satu kecupan,"
Mataku otomatis mendelik padanya, dia membalasnya dengan tersenyum lebar. Cckk... Apa apaan!!
"Oke... Tadi kenapa mendadak ke rumah Mas Roni ? Apa terjadi sesuatu ?" Kubuat raut wajahku seserius mungkin.
Cup
"Tadi ada perlu sama dia, nggak mendadak, semalam sempat kepikiran mau kesana,"
Astaga !! dia beneran mencium pipiku dulu sebelum menjawab pertanyaan.
"Perlu apa?" Aku mengabaikan kecupannya, rasa penasaranku sudah menggunung.
Cup
"Ngomongin kerjaan."
"Kerjaan apa ?" Tanyaku makin penasaran.
Cup cup
"Nanti Mas kasih tau,"
Mataku mendelik lagi, merasa sebal karena dia main rahasia rahasiaan.
Cup cup cup
"Kok makin bikin gemes kalau lagi melotot."
"Maaasss... Itu bibirnya bekas martabak !!" Seruku nggak terima.
Cup cup cup cup
Mas Adit malah menghujaniku dengan ciuman. Dan sejak kapan aku malah duduk di pangkuannya.
"Maaasss ... Berhenti dulu, aku belum nanyain asal martabak,"
Mas Adit tergelak, apanya yang lucu...
"Ya dari penjual martabak lah," Jawabnya iseng.
Hap !! Mas Adit berdiri masih dengan mengangkat aku yang ada di pangkuannya. Refleks aku mengalungkan tanganku di lehernya, dan kakiku membelit pinggangnya.
Kecupannya tidak berhenti. Malah mendarat dimana mana. Wajah, leher, pundak tak lepas dari kecupannya.
Pelan pelan dia berjalan. Aku tahu tujuannya. Kamar kami....
"Martabaknya...." Ucapku lirih karena setengah dari kewarasanku sudah diambil alih.
"Tenang sayang ... Setelah ini kita masih butuh makanan untuk memulihkan tenaga."
Baiklah, interogasi bisa dilanjutkan besok pagi. Semoga tidak lupa.
Tbc.
Semoga nggak makin garing ini tulisan 😂😂😂
Ditunggu nyampah nya gaess .. biar greget 😝 silahkan kritik sepedas pedasnya sebelum aku menjadi pemess dan banyak drama 😷😌😉
KAMU SEDANG MEMBACA
BAHTERA !!! (Completed)
RomansMenikah dengan cinta tak selamanya berjalan dengan bahagia .. selalu ada jalan terjal dan penuh liku !! ini kisahku... Cerita ini dibuat untuk meramaikan anniversary GWT yang ke 2. Selamat membaca 😊😊