Duapuluh

36 6 0
                                    

Hyunjin berjalan murung menuju ke kelasnya, kedua tangannya ia masukkan ke saku celananya. Pesan pesan Safira semalam masih terngiang ngiang dibenak kepalanya. Sejujurnya ia benar benar bingung dengan pesan semalam, ia tidak mengerti apa maksud kalimat kalimat aneh yang dikirimkan Safira. Ia benar benar tidak tahu dan masih bertanya tanya dengan maksud gadis manis yang memenuhi pikirannya itu.

"Hyunjiin" suara cempreng milik Jesi menyapa gendang telinga cowok berhoodie hitam itu. Ia segera menghentikan langkahnya menunggui Jesi yang berlari ke arahnya. Sepertinya mereka akan berjalan ke kelas bersama sama.

"Pagi Hyunjin" sapanya dengan wajah yang berseri seri, sepertinya gadis yang ada didepannya itu sedang bahagia.

"Pagi juga" balas Hyunjin dengan senyum tipis yang terpapar diwajahnya.

Jesi yang melihat gerak gerik aneh Hyunjin mengerutkan keningnya bingung, sepertinya Hyunjin tidak baik baik saja. "Ada masalah? Kok wajah lo keliatan bingung gitu?" tanya Jesi berjalan bersama Hyunjin menuju kelasnya.

Gelengan kecil dari Hyunjin mewakili jawabannya, tapi bukan Jesi namanya jika ia tidak bisa membuat Hyunjin buka suara. Gadis itu menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah Hyunjin, membuat Hyunjin ikut berhenti dan balik menghadap Jesi.

"Lo baik? Kalau ada masalah cerita sama gue" pinta Jesi memegang lengan Hyunjin berusaha memaksa cowok itu untuk membuka suara dan menceritakan hal yang membuatnya dijerat kebingungan.

Lagi lagi Hyunjin menggeleng pelan dan tersenyum tipis "Gue gak papa Jes cuma capek aja" jawabnya sembari mengacak gemas rambut hitam milik Jesi.

"Yakin?"

"Yakin kok"

"Serius?"

"Iya Jesi gue serius" kekeh Hyunjin mencubit gemas kedua pipi Jesi membuat cewek didepannya itu mengadah kesakitan.

Sementara jarak 10 meter dari Hyunjin dan Jesi ada seorang gadis yang tengah tersenyum miris menatap keduanya. Segera ia melangkahkan kaki dengan cepat menjauh dari dua orang yang tengah tertawa bersama di koridor sekolah.

"Safira tungguin gue weh gue nebeng sampai kelas gue hehe"

Itu suara Jaemin yang menarik pergelangan tangan Safira, mau tidak mau ia berhenti dan melirik Jaemin yang memasang senyum yang lebih manis dari senyum Dilan. Cowok itu terlihat teduh dan bahagia, matanya berbinar indah saat tersenyum.

"Apaan kak?" tanya Safira menghindari tatapan maut dari Jaemin. Ia melepaskan tangan Jaemin yang masih bertengger dipergelangan tangannya.

Jaemin menggeleng pelan dan berjalan beriringan dengan Safira "Mau bareng aja. Biar pernah ke kelas sama cewek cantik" ujarnya dengan santai.

"Kalau gue Dilan apakah mungkin lo jadi Milea?" tanya Jaemin kepada Safira.

Cewek berjaket denim itu memasang wajah dengan pose berfikir "Bisa jadi tapi kalau lo jadi Dilan gue gak mau jadi Milea" jawab Safira tersenyum tipis membuat Jaemin merenggut sebal.

"Kenapa?" tanya Jaemin

"Sebab lo Dilan, harusnya lo dapat Milea yang lebih baik dari gue. Sebenernya sih gue cocok dari Salma"

"Kenapa harus Salma?" tukas Jaemin dengan cepat

"Mungkin karena Nathan itu gentle, gatau sih. Kalau menurut gue cowok itu gausa banyak bicara cukup bertindak dengan benar dan itu yang bikin gue tetarik sama sosoknya"

Jaemin tersenyum lebar "hmm kebanyakan cewek gitu sih. Tapi banyak juga yang suka cowok cheesy kaya gue contohnya" ujar Jaemin diselingi tawa khasnya. Safira tersenyum tipis menanggapi ucapan Jaemin barusan.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang