2

1.7K 101 0
                                    

”Kalian sudah merusak kebahagiaan keluarga kami! Dan kalian juga harus merasakannya! Ayah dan ibumu harus merasakan bagaimana rasanya di tinggalkan oleh seseorang yang paling dia cintai!” Geram Karel semakin membabi buta, pukulan terakhirnya berhasil membuat Iqbaal jatuh.

Dalam keadaan seperti ini, memori yang mengingatkan kejadian masa lalu malah terputar di kepala Iqbaal. Saat dia dan Karel satu SMP, dulu Karel sering di kucilan karena laki-laki itu lebih sering menyendiri dengan buku di perpustakaan daripada bergabung dengan teman-teman lainnya, tapi dengan senang hati Iqbaal melindungi Karel dari segala hinaan yang terlontar dari teman-teman mereka. Menemani Karel membaca buku sampai malam karena pada saat itu Karel dimarahi habis-habisan oleh ayahnya karena peringkatnya yang menurun, Karel ini penakut, jadi Iqbaal selalu bersamanya. Dan yang paling tak terlupakan dari segala tindakkan yang pernah Iqbaal lakukan untuk Karel adalah dengan menolong Karel dari serangan kakak kelas mereka sewaktu SMA, Iqbaal harus di larikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan atas hidungnya yang pecah akibat pukulan dari tongkat bisbol.

Tapi semua itu sepertinya sudah berlalu dan sudah terlupakan.

*

Iqbaal dalam keadaan setengah sadar, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengannya, tapi badannya seolah terasa perih, tubuhnya sulit bergerak dan pandangannya sangat kabur. Walaupun dia begitu sulit menerawang, tetapi dia masih yakin kalau dia masih berada di gedung tak berpenghuni itu.

”Akh!” Ringisan itu keluar begitu saja tanpa sepengetahuannya. Ketika Iqbaal mencoba menggerakkan tangannya, tangannya tidak bergerak hanya menghasilkan suara dentingan aneh.

”Sudah sadar?” Suara itu, Iqbaal mencoba mencari-cari dimana asal suara itu, tapi tetap saja pandangannya sangat kabur. ”Tapi sayangnya sebentar lagi matamu akan tertutup lagi. Maksudku tertutup untuk selama-lamanya.”

Jantung Iqbaal berdebar, apa maksudnya? Suara itu, suara Karel kan? Ya, Iqbaal tidak mungkin salah dan dia sangat yakin kalau suara itu milik Karel. Karel ingin membunuhnya? Demi tuhan Iqbaal semakin tidak percaya dengan kenyataan ini.

Seseorang meremas rambutnya, lalu menyodorkan sebuah ponsel. ”Katakan selamat tinggal pada ayahmu.”

”Hallo?.. Iqbaal..” Suara di sebrang sana milik ayahnya, Iqbaal bisa merasakan sebuah nada kekhawatiran dari suara ayahnya. Dia tidak tahu harus berbuat apa, mulutnya sangat sulit di gerakan bahkan untuk mengembuskan napas saja sulit. Mulutnya terus bergetar tanpa henti, bukan hanya itu, Iqbaal baru sadar kalau seluruh tubuhnya bergetar hebat. Apa yang terjadi dengannya selama dia pingsan? Pingsan? Sepertinya itu perumpaan yang tepat.

Karel memukul kepala Iqbaal dengan ponsel yang berada dalam genggamannya. Iqbaal meringis tapi tidak bisa melawan.

Semenit berlalu menyadarkan Iqbaal dalam kelingllungan ini. Iqbaal baru sadar gerakkannya yang terbatas itu di sebabkan dari rantai-rantai yang menjerat tangan dan kakinya, dan yang membuat Iqbaal sama sekali tidak menyangka adalah lehernya juga ikut terjerat.

Tiba-tiba—Iqbaal tidak bisa bernapas, belasan remaja yang masih mengisi gedung ini serempak menarik rantai-rantai yang menjerat leher, tangan dan kakinya. Iqbaal benar-benar tidak bisa bernapas, seluruh tubuhnya bergetar, terguncang seolah membutuhkan oksigen. Benar, Iqbaal membutuhkan oksigen. Apa ini yang dinginkan Karel? Membunuh Iqbaal dengan cara perlahan agar Iqbaal merasakan betapa sakitnya melewati masa-masa kritis. Tidak, ini bahkan lebih parah, kau seperti di larang bernapas dan saat kau ingin menghirup udara tenggorokanmu sudah sobek.

Semua terasa gelap, tidak ada lagi wajah Karel di hadapannya, gedung jelek ini sudah tidak terlihat lagi, kulit Iqbaal terasa kebas bahkan kalaupun sebuah truk menabrak dirinya saat ini, dia tidak akan merasakan sakit. Apa itu sakit?

SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang