3

1.2K 84 0
                                    

Sekarang tangisan (namakamu) seperti rengek'an kalau saja dia bisa menendang wajah laki-laki yang ada di hadapannya itu maka akan (namakamu) lakukan sekarang.

”Pergi! Jangan ganggu hidup gue!”

Laki-laki itu menunduk. ”Bantuin aku, ya?”

”Gak!”

Kemudian dia kembali menengadah dan menatap lurus wajah (namakamu). Sejenak (namakamu) terpaku mendapatkan pandangan seperti itu, wajahnya yang pucat membuat bibir laki-laki itu mengering. Tapi bola matanya yang indah seolah tak pernah hilang, (namakamu) tertegun saat bola mata itu menatapnya dengan teduh. Tiba-tiba saja dada (namakamu) merasa kebas untuk merasakan 'sakit', rasa sakitnya ketika melihat Aldi bersama gadis yang tak dikenalnya itu langsung luntur tanpa sedikitpun tersisa.

*

”...gara-gara lo, gue kabur dari kantor dan di kira orang gila! Dan gara-gara lo juga, gue ketemu Aldi!” (Namakamu) memutar badannya untuk menatap laki-laki yang sedari tadi mengikutinya. ”Dan sekarang lo mau minta tolong sama gue?!” Mata (namakamu) mendelik, tapi sungguh dia tidak terlihat menakutkan.

Laki-laki itu mengangguk.

”Aku mohon,”

”Gak!” Tandas (namakamu) sambil berbalik lagi untuk melangkahkan kakinya menjauh. Untung saja taman ini masih sepi, jadi tidak ada orang yang melihat (namakamu) sedang... Berbicara sendiri?

”Aku bakalan ngelakuin apa aja buat kamu, asal kamu mau bantu aku.” Seolah belum putus asa laki-laki yang sekarang sudah berada di hadapan (namakamu) itu tetap keukeuh.

(Namakamu) terus berjalan seakan tidak mendengar sesuatu, menabrak tubuh laki-laki itu yang berdiri di hadapannya seperti orang normal lainnya—tidak melihat apa-apa. Sementara laki-laki itu terus memohon agar (namakamu) mau membantunya.

*

Langkah (namakamu) kini memasuki lorong apartemennya, gadis ini mendengus sebal karena tidak mungkin lagi kembali ke tempat kerjannya, dan besok, siap-siap dia akan lembur sampai larut pagi—terdengar lebay, tapi sepertinya sih akan begitu. Ada yang menggemuru di dalam dada (namakamu) seketika saja dia sadar siapa yang patut dia salahkan atas kesialan beruntun yang dia alami hari ini.

(Namakamu) memasuki apartemennya. Hawa pengap langsung menyapa dirinya, sadarlah dia kalau apartemennya masih gelap tanpa sedikitpun ada cahaya matahari. Tirai tertutup rapat, bantal kursi tergeletak sembarangan, selimut tebal berceceran di lantai dan parahnya—(namakamu) meringis melihat celena dalamnya tergantung di kepala tempat tidur. Dinding kaca yang menghubungkan antar ruangan membuat (namakamu) tidak sulit untuk melihat seberapa berantaknya apartemen ini.

(Namakamu) mendengus sebal, kalau saja dia ada pembantu atau sejenisnya. (Namakamu) hendak membungkuk untuk melepas wedgesnya, tapi saat sadar tangannya tidak mendapat apa-apa (namakamu) teringat tawa kekehan orang-orang di jalan dan lobi apartemen.

Dia berjalan dengan kaki telanjang.

Tiba-tiba saja, (namakamu) kembali di ingatkan oleh sosok Aldi dengan seorang gadis yang entah siapa namanya. Badan (namakamu) merosot-merapat ke dinding. Kepalanya yang nyaris meledak itu dia tenggelamkan di antara lututnya. (Namakamu) menangis tersedu sambil sesekali menggumamkan 'Laki-laki keparat, Laki-laki brengsek dan umpatan lainnya'

-o0o-

”Mau sampai kapan Mama gini terus? Kasian anak Mama pasti dia gak tenang disana. Udahlah, Ma,” seorang pria paruh baya entah sudah keberapa kalinya dia memasuki kamar bernuansa serba putih itu. Dan entah kenapa dia seolah menyamarkan nama anaknya sekarang. ”Ma, Papa udah bawain makanan untuk Mama. Ayolah, Ma, Mama belum makan dari kemarin.” Susah payah pria paruh baya ini merayu wanita yang notabene-nya adalah istrinya.

SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang