8

824 73 0
                                    

”Fie, di sebelah lo..,” (namakamu) mengarahkan telunjuknya tepat di sebelah Steffie. ”Ada arwah cewek yang gent,” belum sempat (namakamu) menyelesaikan kalimatnya, Steffie sudah mencak-mencak seperti orang gila, dan mengambur ke pelukan (namakamu).

Detik itu juga tawa (namakamu) meledak.

Sadar kalau (namakamu) baru saja mengerjainya, Steffie langsung mencubit pipi gadis itu dan merepet tak jelas.

”Jahanam banget lo, (namakamu), gue udah ampir aja sport jantung, seneng kan lo ngeliat gue menderita, gue sumpahin ya lo kawin sama setan!”

Tapi (namakamu) tetap tertawa malah semakin menggelegar.

*

*flashback*

(Namakamu) menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, pukul 14.26.

Waktu itu sedang hujan deras, beruntung (namakamu) sudah berada di halte sehingga bisa menghindari air hujan. Sudah hampir setengah jam (namakamu) menunggu bis namun benda kuning besar itu tak kunjung terlihat. (Namakamu) mendesah, merasakan angin sedingin es menyengat kulitnya, bagaimana pun cuaca seperti ini sangat menyiksa tubuh (namakamu) yang tak dilapisi oleh sweter atau jaket tebal. Untuk kesekian kalinya (namakamu) kembali mendesah kali ini lebih kentara dari sebelumnya, sampai gadis yang duduk di sebelah (namakamu) menolehkan wajahnya.

Rachel? Kening (namakamu) berkerut dalam, sejak kapan gadis itu duduk di sebelah kanannya dan kenapa dia hanya diam? (Namakamu) mengangguk-ngangguk, gadis itu memang gadis yang aneh.

”Mau pulang?” Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut (namakamu), sedetik setelah dia mengetahui kalau Rachel duduk di sebelahnya.

Rachel mengangguk, angin yang berembus sesekali meniup rambut Rachel yang tergerai membuat beberapa helai rambut menutup wajahnya. Kemudian gadis itu menoleh ke kanan, menatap jalanan yang sudah tertutup oleh hujan. (Namakamu) tidak tahu apa yang sedang di lihat Rachel, apakah dia juga seperti (namakamu)? Ketika memikirkan itu, (namakamu) mencoba menoleh ke kanan lebih detail, jalanan sepi itu sama sekali tidak memperlihatkan apapun.

”Tiga puluh enam,” tiba-tiba (namakamu) mendengar Rachel meracau tak jelas, suara hujan dan angin membuat (namakamu) tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang gadis itu ucapan. Tapi sekilas dia menangkap kalau Rachel baru saja bergumam tiga puluh enam, maksudnya? Sudahlah, tidak penting sama sekali. Yang terpenting saat ini hanyalah bebas dari hujan deras.

Sepuluh menit kemudian (namakamu) mendengar suara derum mesin dari kejauhan, suara mesin yang (namakamu) yakini berasal dari benda kuning besar yang dia tunggu sejak tadi. Bis berhenti, (namakamu) dan Rachel langsung beranjak dari posisi duduk mereka, berlari menembus hujan dengan pelindung seadanya.

*flashback off*

Hal yang (namakamu) pikirkan saat ini adalah 26+10=36 walaupun itu terkesan sangat di paksakan tapi hanya itu suatu kemungkinan kalau Rachel memang benar-benar membuktikann apa yang selama ini selalu di tudingkan orang-orang kepadanya sebagai ejekan. (Namakamu) yakin, banyak kejutan yang akan (namakamu) dapatkan nantinya.

'Rumahnya yang ada pagar kayu sama pohon besar'

Ucapan Steffie sebelum (namakamu) benar-benar lenyap di bawa taksi masih tersimpan dengan baik di kepalanya. Dan sekarang (namakamu) berjalan di sebuah jalan yang kosong akan kendaraan tapi banyak sekali anak-anak kecil yang bermain, entah itu kejar-kejaran, pukul-pukulan, jambak-jambakan, atau masak-masakan. (Namakamu) mengetuk-ngetukpermukaan tanah lembab dengan alas flatshoes sambil menatap ke segala arah, kawasan ini lumayan jauh sama perkotaan, masih banyak pepohonan yang tumbuh.

”...kata mamaku, aku harus pulang sebelum magrib,”

”Magribkan masih lama!”

”Tapi ini udah hampir gelap, dan magrib itu hampir gelap!”

SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang