10

972 71 0
                                    

(Namakamu) mematung membiarkan bibir Aldi bermain lembut di bibirnya tanpa perlawanan, mencoba menyingkirkan bayangan wajah Iqbaal di kepalanya yang terus mendesak masuk mengusik pikiran (namakamu) saat ini. Tanpa (namakamu) sadar punggungnnya sudah bertabrakan dengan dinding. Dengan pagutan yang juga belum terlepas, tangan Aldi yang bebas merayap di pinggang (namakamu) membuat tubuh mereka semakin merapat. (Namakamu) nyaris kehabisan napas.

”...soal yang tadi lupain aja, (namakamu), mungkin otak aku emang lagi ng...”

Suara itu..

Badan (namakamu) menegang.

Perlahan tangan (namakamu) terangkat untuk mendorong badan Aldi, dengan tenggorokan tercekat (namakamu) menoleh ke sisi kanannya, dan di dapatinya sosok Iqbaal dengan tatapan penuh luka yang belum pernah (namakamu) lihat sebelumnya. Tatapan yang sebelumnya pernah (namakamu) lihat dan tertuju pada gadis lain—Bella. Dan saat ini, tatapan itu mengarah padanya, seiring dengan kesesakan yang terus mendesak di hatinya, samar-samar sosok Iqbaal menghilang entah kemana.

*

POV Iqbaal

Aku sedang duduk di pohon pada batang yang paling atas sambil menatap penuh minat ke arah kota. Dari atas sini, kota Jakarta seperti bertabur oleh bintang, kelap-kelip lampu yang di hasilkan oleh berbagai jenis kendaraan dan hal lainnya membuatku betah berlama-lama duduk disini. Membiarkan isi dalam kepalaku berdebat untuk sementara waktu sementara mataku mengarah pada kota membuatku merasakan sesuatu sensasi yang aneh.

”Dasar payah!” Gerutuku pada diri sendiri.

Mengingat kejadian beberapa jam lalu dan langsung pergi tanpa mengatakan apa-apa pada (namakamu) membuatku semakin terlihat seperti pria pecundang.

Akhirnya pikiranku menang dan mataku tak terlalu fokus pada lampu di pusat kota itu. Aku kembali terlarut pada kejadian beberapa jam itu lalu mendesah frustasi.

Sedetik setelah menggerutu kemudian aku tertawa aneh. Untuk apa? Untuk apa memberitahu gadis itu? Tidak ada gunanya, aku tertawa lagi, dan terdengar menyakitkan. Yang dia inginkan bukan aku, yang dia inginkan hanya pria bodoh yang selalu menyia-nyiakannya tanpa tahu bagaimana caranya memberikan sedikit ukiran senyum di wajah (namakamu). Setiap kali aku membahas tentang pria itu, wajah (namakamu) langsung berubah murung. Kuakui aku tidak terlalu suka melihat ekspresi (namakamu) yang seperti itu.

Ada apa denganku? Aku bersikap seolah-olah aku menyukai (namakamu). Kenapa aku tiba-tiba begitu peduli dengannya? Kami hanya makhluk yang beda alam dan di pertemukan dengan tidak sengaja.

Waktu itu aku sedang berjalan di jalan yang di sesaki oleh belasan mobil, aku mengangkat wajah dan menatap satu persatu mobil yang mulai mengarah kepadaku, dan melintasiku tanpa aku merasakan sedikitpun apa yang harus di rasakan manusia normal lain. Aku bukan manusia, aku mengingatkan diriku sendiri sambil meringis kala itu. Dan traffic light menyala merah, mobil dan kendaraan lain berhenti, orang-orang menyeberang dengan hati-hati, detik itu juga salah satu gadis yang berada di dalam kerumunan itu menatap padaku, aku terkesiap, jelas itu bukan tatapan sembarangan, dengan arti lain dia bisa melihatku. Lalu aku menghampirinya dan membuatnya takut, dia menghindar sebisa mungkin, menyelipkan tubuh kecilnya dengan susah payah. Tindakannya membuatku semakin yakin kalau dia memang bisa melihatku.

Aku tersadar dari lamunan masa lalu dan kembali tertawa aneh. Bahkan aku mengingat dengan jelas bagaimana pertemuan pertama kami. Menyakitkan bahwa mungkin hanya aku yang mengingatnya.

Tanpa aku sadari seiring berjalannya waktu, hampir setiap detik waktuku yang tak berharga ini kuhabiskan bersamanya. Aku berusaha sekuat mungkin agar selalu di dekatnya, entah itu saat dia bekerja, saat dia menonton televisi, saat dia bercerita pada teman satu-satunya, saat dia berpura-pura menjadi gadis sialan di depan pria yang namanya tidak ingin aku sebut, atau ketika malam telah larut dan dia sedang tidur pulas, diam-diam aku menyelinap ke kamarnya, memperhatikan dia ketika tidur, menggerak-gerakan tangan ke wajahnya dengan harapan bisa menyentuh wajahnya. Memikirkan itu membuatku hatiku semakin sakit.

SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang