”Bantu aku,” katanya.Aku tak sempat berpikir karena takut kalau dia akan mempermalukan Aldi di tempat umum seperti ini, jadi aku mengangguk menyetujui permintaannya, detik itu juga kurasakan gumpalan daging terjejal ke mulutku dan Iqbaal menghilang.
*
Selesai makan, aku dan Aldi tidak langsung pulang, kami berjalan di pinggir pantai sambil bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih. Sebelum turun ke permukaan yang berpasir, Aldi menyuruhku untuk melepas wedges yang kukenakan, sementara dia menggulung celana jeansnya.
”Udah bisa cerita?” tanyaku saat kami sudah berhenti melangkah. Aku tidak akan berbohong kalau sejak dia mengatakan padaku kalau ada yang ingin diceritakan; aku sangat menanti cerita itu.
Kurasakan jemari Aldi yang menggenggam jemari tanganku semakin erat, aku menoleh ke arahnya mencoba mencari tahu apa maksud reaksi seperti itu. Tapi yang kudapati hanya Aldi yang memandang kosong ke arah pantai. Aku menunduk, menatap ombak kecil yang menghantap kakiku.
Hening. Hanya keheingan yang kurasakan. Detik berlalu, Aldi tak kunjung bersuara, entah apa yang pria itu pikirkan sesungguhnya aku tak tahu, aku tak mengerti, nyaris tak bisa menebak kalimat apa yang akan keluar dari mulutnya, hingga akhirnya kuputusan untuk duduk di permukaan pasir lembab ini dengan lutut tertekuk.
”Aku masih sayang sama kamu,” kepalaku terangkat untuk menatap Aldi. Ada kebahagian yang tak bisa di jelaskan namun tertutup dengan nada suara Aldi yang lirih dan garis wajahnya yang sedih. ”Tapi aku nggak bisa, (namakamu), aku nggak bisa kalau terus-terusan sama kamu,” Aldi seperti kesusahan untuk mencari kalimat yang tepat, namun dia melanjutkannya dengan tenang. ”Aku nggak ngerti kenapa takdir berkata lain. Sayang dan cinta aku cuma buat kamu, bukan gadis yang di jodohkan untuk aku. Tapi aku bisa apa, (namakamu)? Aku nggak bisa apa-apa, aku cuma cowok lemah yang mencoba untuk menyerahkan segala apa yang dia punya sama kedua orang tuanya. Meskipun aku sayang sama kamu, tapi aku tetep nggak bisa nolak keinginan orang tuaku,”
Aku terdiam, membiarkan penjelasan Aldi tercerna dengan baik oleh kepalaku. Dia...hanya di jodohkan pada gadis lain? Dia masih mencintai aku? Dia tidak benar-benar mencintai gadis bernama Salsha itu? Bahuku bergetar hebat dan kurasakan sesuatu yang basah mengalir di pipiku, satu detik berlalu baru aku menyadari kalau aku sedang menangis.
Keheningan yang sempat tercipta di hancurkan oleh ucapan Aldi selanjutnya. ”Jadi aku mohon sama kamu untuk ngelupain aku, dan sebisa mungkin untuk menyingkirkan barang-barang yang pernah aku kasih ke kamu. Anggap saja kita nggak pernah kenal satu sama lain.”
”Aku mau pulang,” pintaku dengan suara tercekat. Tanpa menunggu persetujuan dari Aldi, aku langsung beranjak dari posisi dudukku dan berjalan setengah berlari meninggalkannya.
Orang-orang menatapku dan Aldi dengan aneh, detik ini juga pemikirkan mereka tentang sepasang kekasih yang saling melengkapi dan terlihat bahagia musnah.
Memang tak pernah ada yang tahu kalau di balik air yang tenang di pantai sana tersembunyi sesuatu yang amat mengerikan.
*
Author POV
(Namakamu) pikir, Aldi hanya akan mengantarnya sampai di depan gedung apartemen, tapi nyatanya, pria itu sampai memarkirkan mobilnya di basement. (Namakamu) tidak tahu apa maksud pria itu, yang jelas apapun maksudnya, (namakamu) benar-benar sudah tidak peduli.
”Tunggu, (namamkamu),” Aldi menahan (namakamu) yang mencoba untuk pergi.
”Apa lagi sih, Al. Kalau niat kamu memang cuma kayak gini, seharusnya kamu nggak perlu pake acara dinner-dinneransegala! Jijik tau nggak!” (Namakamu) menepis tangan Aldi yang hinggap di tangannya, lalu berusaha membuka pintu, yang ternyata sudah di kunci lebih dulu oleh Aldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere
RomanceLangsung baca aja.. Jangan lupa vote 💫 Repost Muhammad Aryanda.