TaeJin

3.1K 263 6
                                    

Ini hari libur, dan Ara bangun jam 7, itu merupakan sebuah keajaiban. Ara berencana untuk memberikan kejutan ulang tahun pada Tae.

Dengan rambut yang terikat rapi, dan juga sebuah kotak di tangannya, Ara menuruni anak tangga dengan bersemangat.

Ara sudah mendapatkan alamat rumah Tae dari Jin semalam, jadi ia tidak ingin menyusahkan Jin untuk mengantarnya. Ia lebih memilih naik taksi kali ini.

Jin masih tertidur dan Ara tidak ingin membangunkannya. Ara hanya meninggalkan sebuah pesan pada Jin jika ia akan ke rumah Tae.

Taksi yang Ara pesan pun telah sampai, Ara segera masuk ke dalam taksi itu. Setelah memberikan alamat pada supir taksi, taksi itu pun melaju.

Ara terus-terusan mengecek penampilannya. Gigi aman tidak ada cabe, mata aman tidak ada belek, hidung aman tidak ada ingus. Baiklah sepertinya penampilannya tidak ada masalah.

Ara membuka penutup kotak kado yang ia bawa. Semoga Tae suka, Ara tidak tau harus memberi kado apa selain foto mereka.

Ia ingin memberikan novel tapi dari tampang Tae, sepertinya laki-laki itu tidak suka membaca. Ingin memberikan baju tapi Ara tidak tau selera Tae. Sepatu tidak tau ukuran. Tas? Seperti anak sd saja. Boneka? Sudahlah, semakin lama semakin ngaco.

Taksi itu pun berhenti tepat di halaman rumah Tae. Ara memastikan alamat yang Jin beri. Cat abu-abu nomor 13, benar ini rumahnya.

Ara sedikit gugup, ini pertama kalinya ia ke rumah Tae, bahkan ini pertama kali Ara ke rumah laki-laki. Ara melangkahkan kakinya menuju pintu rumah Tae.

Ara mengetuk pelan pintu itu, namun pintu itu terbuka sedikit seolah memang tidak terkunci. Ara memberanikan diri untuk membuka pintu itu lebih lebar.

Seketika gerakan Ara terhenti saat melihat pemandangan dari dalam rumah Tae. Tangan kanannya yang memegang kado terasa melemas membuat kado itu terjatuh dan menghasilkan suara yang cukup keras.

Sementara sang pemilik rumah pun langsung berbalik dan mendapati Ara yang berdiri di depan pintu. Pemilik rumah itu, Tae, segera menghampiri Ara. Namun terlambat, Ara segera berlari meninggalkan tempat itu. Sama seperti kemarin.

Ya, ini sama persis seperti kemarin, Ara berlari meninggalkan sepasang manusia itu. Namun perbedaannya, kali ini Ara menangis.

Ara terus berlari, hingga ia tiba di sebuah lorong kecil. Ara segera masuk ke lorong itu, berusaha bersembunyi. Dari dalam lorong kecil itu, Ara bisa melihat Tae berlari melewatinya, mungkin Tae tidak tau jika Ara ada di sana.

Ara berhenti menganggap jika ini hanya salah paham. Ara berhenti mendengarkan hatinya kali ini. Dia berhenti dengan semua hal yang berhubungan dengan Tae.

Air matanya terus saja keluar, entah kapan itu akan berhenti ia sendiri tidak tau. Ara juga tidak tau kenapa rasanya sangat menyakitkan, jauh lebih sakit daripada jatuh dari sepeda. Sakit ini berbeda.

Ara mengusap wajahnya kasar, ia yakin make up nya akan berantakan, tapi ia tidak peduli itu sekarang. Pipinya terus dialiri air asin yang keluar dari matanya. Dadanya sesak, bahkan hidungnya mendadak pilek.

Ara merasakan ponselnya bergetar. Tentu saja itu Tae. Sudah belasan pesan yang ia terima, namun bukannya membalas, jari Ara bergerak untuk memblokir kontak Tae.

Ponsel Ara lagi-lagi bergetar, sudah pasti bukan dari Tae karna baru saja Ara memblokir kontak itu. Ara memeriksa pesan yang baru saja ia terima.

X: jangan nangis.

***

Napas Tae terengah engah namun kakinya masih belum berhenti untuk berlari. Tae tidak tau harus mencari Ara kemana. Kini yang ada di pikirannya hanya Ara. Ia bahkan tidak peduli dengan rumahnya yang ia tinggalkan dengan pintu terbuka, bahkan dengan Irene di dalamnya.

Lagi-lagi ini salahnya, lagi-lagi Tae masuk dalam permainan Irene. Bahkan ini terlalu lucu untuk disebut salah paham.

Tae perlahan menghentikan langkahnya, ia mengacak rambutnya frustasi. Masalah kemarin saja belum selesai, ia belum menjelaskan apapun pada Ara, tapi masalah baru datang, seolah tidak memberikan Tae kesempatan untuk menjelaskan apapun.

Tae duduk sejenak di pinggir trotoar untuk mengatur napasnya. Ayolah ini hari ulangtahunnya, kenapa masalah seperti ini muncul. Ini ama sekali bukan kado yang Tae harapkan.

Tae tidak ingin membuang waktunya lebih lama lagi. Ia segera pergi menuju rumahnya untuk mengambil mobil. Dan tentu saja ia akan langsung ke rumah Ara setelah itu.

Lagi-lagi Tae harus berlari. Napasnya bahkan belum teratur, tapi ia tidak perduli dengan napas atau pun perutnya yang mulai terasa sakit karna terus berlari, di pikirannya hanya satu, Ara.

Tae telah sampai di rumahnya, ia bisa melihat Irene yang duduk manis di kursi depan menunggunya.

Gadis itu benar-benar licik. Ia sengaja memeluk Tae saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumah Tae tadi, dan orang itu Ara.

"Kok ngos-ngosan gitu?" Ucap Irene sambil merangkul lengan Tae.

Tae segera menepis kasar tangan Irene. "Puas lo? Puas buat Ara marah sama gue?"

Tae menatap Irene tajam, namun gadis itu justru membalasnya dengan senyuman yang sangat manis.

"Nih kado dari Ara. Aku ketemu depan pintu, agak rusak sih." Irene menyodorkan sebuah kotak berwarna merah pada Tae.

Tae pun menerima kotak itu dan segera membukanya. Napasnya tertahan saat melihat kado yang Ara berikan. Kaca foto itu pecah namun fotonya baik-baik saja.

Tae ingat foto itu. Waktu itu mereka sedang di dalam mobil. Tae mengambil ponsel Ara kemudia menarik kepala Ara agar bersandar di bahunya lalu ia segera memotonya menggunakan ponsel Ara.

Di foto itu wajah Ara tidak tersenyum, malah lebih terlihat seperti terkejut. Tae heran kenapa Ara memilih foto ini sebagai hadiah.

Tae sadar ia sudah membuang-buang waktu dari tadi. Tae pun bergegas menyimpan kado Ara lalu mengambil kunci mobilnya.

Tae mengunci pintu rumahnya dan segera masuk ke dalam mobil. Tidak menghiraukan Irene yang masih berdiri di depan rumahnya.

Ia tidak sedang balapan, namun mobilnya terus melaju dengan kencang, hingga menerobos beberapa lampu merah yang ia jumpai.

Akhirnya Tae sampai di rumah Ara. Ia segera mengetuk pintu kayu itu walaupun ia tau ada bel. Tae terus mengetuk hingga seseorang membuka pintu, Jin.

"Jin, gue-"

Ucapan Tae segera terhenti saat sebuah pukulan kasar mendarat di rahang sebelah kirinya. Sepertinya bibir bagian dalamnya sobek, membuat cairan kental berwarna merah pekat keluar dari sudut bibirnya.

"Gue udah peringatin lo jangan nyakitin Ara, adek gue bukan mainan buat lo." Jin segera menahan kerah baju Tae untuk melayangkan satu pukulan lagi. Tepat di pipinya.

Tae tersungkur jatuh di depan pintu. Namun seolah belum puas, Jin kembali melayangkan pukulannya yang jauh lebih keras di pelipis Tae. Membuat laki-laki itu kembali tersungkur.

Tae hanya mengusap darah yang keluar dari ujung bibirnya, tidak membalas apapun. Ini memang salahnya, ia pantas menerimanya.

"Ara belum balik. Lo cari dia dan segera akhiri hubungan kalian."

Setelah mengucapkan itu, Jin langsung pergi meninggalkan Tae yang masih berusaha untuk berdiri.

Tae berpegangan pada dinding rumah Jin agar dapat berdiri. Kepalanya terasa sangat pusing akibat pukulan dari Jin.

Sebuah notifikasi mengalihkan perhatian Tae.

BaeIrene: diapain sama jin?

Tentu saja, pasti Irene yang memberi tau Jin tentang ini. Ara bahkan belum pulang, siapa lagi jika bukan Irene?

***

brengsek -kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang