perbedaan

2.7K 269 38
                                    

Ara menundukkan kepalanya, entah kenapa tiba-tiba ia merasa pusing. Kepalanya seperti berputar, dan rasa sakit di lukanya mendadak muncul.

Ia pun menghentikan langkahnya. Memegangi kepalanya yang terasa sangat berat.

"Kenapa? Kepala lo sakit?" Tanya Tae cemas sambil merendahkan tubuhnya.

Ara memejamkan matanya kuat. Tanpa sadar tangannya menarik rambutnya sendiri.

"Gak papa, cuma sedikit pusing." Jawabnya setelah rasa sakit itu mereda.

"Beneran gak papa? Kita balik aja ya."

"Nggak apa-apa Tae bawel. Ayo jalan, jangan kayak kakek-kakek mager." Ara segera melangkahkan kakinya sambil menarik pergelangan Tae.

Tae hanya bisa mengikuti kemana Ara menariknya. Ia juga senang ditarik-tarik seperti ini.

****

"Mama kenapa-"

"Ara mana?" Tanya wanita itu dingin, begitu juga dengan tatapan matanya.

"Dia lagi jalan-jalan keliling rumah sakit." Jawab Jin yang masih belum berani menatap wajah mamanya sendiri.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat mulus di pipi Jin, membuat wajahnya sedikit menoleh ke samping.

"Kamu bilang, bisa jaga adik kamu! Tapi ini apa?!" Bentak wanita itu pada Jin yang masih menundukkan kepalanya.

"Maafin aku, Ma." Jawab Jin pelan. "Aku salah gak bisa jaga Ara." Sambungnya.

"Iya, kamu memang salah. Jaga adik kamu sendiri aja gak bisa, seharusnya dari awal mama gak ninggalin Ara sama kamu!" Nafas wanita itu memburu. Ia terlihat sangat marah.

"Mama gak ngajak Ara, karna kamu bilang bisa jaga dia! Tapi apa? Baru berapa bulan, adik kamu sekarang dirumah sakit!"

Jin tidak bisa mengeluarkan satu kata pun. Ini memang salahnya. Dari awal mamanya memang berencana mengajak Ara untuk tinggal di luar kota. Namun Jin memohon agar Ara tetap bersamanya.

Jin terus memohon pada mamanya agar Ara tidak ikut pergi darinya. Ia tidak ingin sendirian.

mamanya mengajak Ara bukan karna Jin yang tidak ingin pindah, tapi karna memang ia tidak ingin mengajak Jin untuk tinggal bersamanya.

Ia tidak menyukai anak sulungnya itu.

"Mama akan bawa Ara." Jin segera mengangkat kepalanya.

Tidak. Ia tidak mau sendirian. Ia tidak ingin Ara pergi.

"Mama boleh pukul aku lagi, tampar, atau apapun asal jangan bawa Ara. Aku mohon." Ucap Jin putus asa. Baginya tidak ada hal buruk selain hidup sendirian. Hanya Ara, ia tidak butuh yang lain.

"Dan biarin adik kamu dipukuli preman lagi? Nggak, mama bakal bawa dia!"

"Kalo kamu merasa sebagai abang yang baik. Harusnya kamu tau mana yang baik untuk adik kamu. Kalo bukan karna kamu, Ara gak bakal di sini." Tegas wanita itu.

Jin merasakan sakit luar biasa di hatinya. Fakta bahwa ia penyebab Ara ada di sini seolah terngiang di kepalanya.

Dari dulu Jin sudah terbiasa akan perlakukan mamanya yang terkesan mengasingkan dirinya. Dari dulu mamanya tidak mengharapkan dia lahir.

Namun itu tidak terlalu jelas saat papanya masih hidup. Wanita itu memang mama kandungnya, tapi kelahiran Jin memang tidak diharapkan.

Jin tidak ingin dicap seperti ini, tapi faktanya ia memang anak haram.

brengsek -kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang