- ALSYAVA - 8

2.2K 90 2
                                    

"Sebagai ketua yang baik seharusnya kamu nggak ninggalin tanggung jawab kamu dengan alasan yang menurut aku nggak pantas buat dijadiin alasan. "

***

Alsya membuka matanya, ia mengerjabkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah dinding yang didominasi oleh warna putih, ia mengedarkan pandangannya.

"Kamu udah sadar? Mana yang sakit? Kamu kenapa bisa pingsan di dalam toilet sih? "

Suara berat dan pertanyaan beruntun itu menyeruak ke pendengaran Alsya. Tanpa melihat wajahnya pun Alsya sudah tahu bahwa suara itu adalah suara Renza.

Alsya menatap Renza dengan mata yang merah karena terlalu lama menangis di dalam toilet tadi. Ia bisa melihat dari sorot mata Renza yang terdapat sorot kekhawatiran di sana.

Tanpa Alsya sadari, air matanya kembali terjatuh. Ia tak menyangka bahwa masih ada orang yang mengkhawatirkannya.

"Eh, kok nangis? Aku salah ngomong ya? Jangan nangis, aku kan pernah bilang ke kamu, aku nggak suka liat air mata kamu terbuang sia-sia. " ucap Renza yang dibuat bingung dengan keadaan Alsya.

Sedangkan Alsya, air matanya semakin deras. Ia sangat terharu, tanpa sepatah katapun ia langsung menghamburkan pelukannya ke Renza.

Renza tertegung, tapi ia membalas pelukan Alsya tak kalah erat. Ia menaruh kepala Alsya ke dada bidang miliknya dan mengusap lembut rambut Alsya.

"Makasih kak, " ucap Alsya sambil sesenggukan.

Renza yang mendengar itu mengernyit heran, "Makasih buat apa? " tanya Renza.

"Makasih udah khawatirin aku dan makasih buat semua waktu yang kamu berikan untukku. " ucap Alsya lagi.

Renza kembali tertegung, 'Aku, kamu? ' batin Renza. Bilang saja Renza berlebihan atau apa, yang pasti sekarang ia sangat bahagia.

Renza tersenyum, "Sama-sama. " jawab Renza tanpa menghilangkan senyumannya, begitu pula dengan Alsya yang sekarang sedang tersenyum hangat di dalam dekapan Renza.

"Khem! " dehem seseorang dari ambang pintu UKS yang membuat Alsya dan Renza menoleh ke arahnya.

"Maaf kalau gue ganggu, gue mau panggil pak Ketos supaya ke ruang OSIS karena rapat akan segera di mulai. Terima kasih. " ujarnya sambil menahan tawa.

Renza mendengus kesal, "Kenapa sih lo datang di waktu yang nggak tepat? Udah gitu tadi pamitnya mau ke kantin, eh, hampir satu jam gue nunggu lo di kelas. Lo-nya nggak datang-datang. Lo itu sebenarnya Kanza apa jelangkung sih? " semprot Renza kesal yang membuat Alsya terkekeh.

"Yaelah Za, gue itu Kanza. Berapa tahun kita udah bersama, lo nggak tau nama gue? Wah parah lo. " dramatis Kanza.

Renza mencibir, lalu pandangannya beralih ke wajah Alsya yang terlihat pucat. "Lo aja deh yang ambil ahli rapatnya, gue mau jagain Alsya dulu. " ucap Renza kemudian sambil menatap Alsya.

Hati Alsya menghangat saat mendengar itu, tapi ia juga tak setuju dengan keputusan Renza. Alsya menggelengkan kepalanya, "Nggak, aku nggak setuju. Kamu harus tetap ikut rapat! " tegas Alsya.

"Aku nggak mau sayang, aku nggak tega ninggalin kamu. Lagian ada Kanza kok sebagai wakil ketua, kan dia bisa gantiin aku. " elak Renza yang tetap pada pendiriannya.

Alsya menghela napas dengan kasar, 'susah juga bicara dengan orang yang keras kepala' pikirnya.

"Iya aku tau kalau kak Kanza itu wakil ketua OSIS, tapikan kamu yang mempunyai tanggung jawab lebih besar dari kak Kanza, karena kamu ketuanya. Sebagai ketua yang baik seharusnya kamu nggak ninggalin tanggung jawab kamu dengan alasan yang menurut aku nggak pantas buat dijadiin alasan. Kamu mau dicap sebagai ketua OSIS yang nggak bertanggung jawab? Atau kalau nggak, diacap sebagai ketua OSIS yang egois, lebih mentingin urusan pribadi dibandingin urusan anggota kamu? " sergah Alsya panjang lebar yang membuat Renza dan Kanza melongo seketika.

'Sejak kapan Alsya menjadi banyak bicara seperti ini? ' mungkin itu yang ada di pikiran mereka.

"Nggak usah tapi-tapian, sana ke ruang OSIS sekarang. Keburu telat rapatnya! " ucap Alsya cepat saat melihat Renza yang akan mengeluarkan protesan untuknya.

Renza menghela napasnya, lebih baik ia mengalah daripada ia tak dianggap lagi oleh kekasihnya itu.

Sebelum pergi, Renza mengusap kepala Alsya dengan lembut. "Baik-baik ya! Jangan kemana-mana, tiduran aja, nanti aku panggilin teman kamu buat nemenin kamu di sini. " ucap Renza, setelah itu ia pergi keluar UKS, meninggalkan Alsya yang mematung. Entah kenapa jantungnya lebih cepat memompa aliran darah di tubuhnya, sehingga desiran-desiran darah yang mengalir lebih cepat serasa menggelitiki tubuhnya.

"Alsya, lo kenapa? " suara itu mengejutkan Alsya.

"Marsha, lo ngagetin gue aja. " kesal Alsya sambil menatap Marsha kesal. Sedangkan Marsha hanya terkekeh saja.

"Eh, lo kok bisa kayak gini sih? Tadikan lo pamit ke toilet. " tanya Marsha penasaran.

Alsya terdiam, pertanyaan Marsha memaksa kepalanya untuk mengingat kejadian tadi.

"AAARRRRGGG!... "

Alsya melemparkan kotak hitam tersebut yang membuat isi dari kotak hitam tersebut bergerakan di lantai toilet. Kotak hitam tersebut berisi foto keluarga Alsya yang terdiri atas dirinya, Leo, dan juga Vira. Tapi bukan itu yang membuat Alsya berteriak, melainkan sebuah cairan kental berwarna merah yang menyerupai darah yang melumuri foto tersebut.

Bukan apa-apa, hanya saja Alsya mempunyai phobia darah atau dalam bahasa medis dikenal dengan istilah hemophobia.

Tubuh Alsya bergemetar hebat, kepalanya semakin berdenyut. Lama kelamaan pandangannya mengabur dan semua gelap.

"Hei Sya, lo kenapa? " tanya Marsha sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Alsya.

Alsya tersentak, ia sontak menggelengkan kepalanya. Wajahnya bertambah pucat. Ia menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya.

Saat ia merasa sudah lebih baik, ia menolehkan kepalanya ke arah temannya yang sedang menatapnya khawatir. Alsya mengulas seulas senyum kepada Marsha, bertanda ia baik-baik saja.

Marsha membalas senyuman Alsya, ia meraih tangan Alsya. "Kalau lo ada masalah, lo bisa cerita ke gue. Gue akan menjadi pendengar setia saat lo bercerita. Karena sekarang lo adalah sahabat gue. " ucapnya kemudian.

Alsya tersenyum, "Makasih lo udah baik sama gue, tapi benar kok, gue nggak apa-apa. " ujar Alsya.

Marsha menganggukkan kepalanya, "Iya, gue percaya kok. "

Setelah itu keduanya terdiam, entah apa yang mereka pikirkan, hingga Alsya mengajukan sebuah pertanyaan kepada Marsha.

"Sha, menurut lo siapa ya yang ngunciin gue di toilet? "

============================================

Hai... Udah up nih. Kali ini aku nggak telat Up dong.

Oh ya, aku mau ngucapin Happy New Year untuk kalian semua dan untuk bulan Januari ini ALSYAVA akan Up pada hari Senin dan Rabu lho... Tunggu kelanjutan ceritanya ya...

Jangan lupa vote dan commen pastinya.

See you next Chapter...
Follow my IG : @alungputri_06

HAPPY READING

ALSYAVA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang