Piring Pecah

518 64 6
                                    

Kristt memperhatikan dengan baik bagaimana tata letak di kamar Singto.

Ruangan ini cukup besar. Lebih layak dikatakan apartemen daripada kosan. Satu tempat tidur ditengah, satu kulkas kecil dan peralatan masak sederhana disudut kanan, kamar mandi disudut kiri, satu meja belajar yang dilengkapi dengan alat-alat tulis, dua kursi, dan jendela yang mengarah langsung ke luar, satu lemari, satu rak-rak buku dan satu tv yang menempel di dinding menunjukkan bahwa kosan Singto sangat-sangat nyaman.

Kristt tidak tau apakah ruangan P'nya ini yang rapi atau aroma ruangan ini yang identik dengan kamar Singto menbuatnya suka berada disini.

Dia suka melihat bagaimana Singto mengatur barang-barangnya dengan sedemikian rupa.

Baiklah, sebenarnya bukan tanpa alasan dia berada disini. Hal ini dimulai dari mereka yang selesai menonton film tidak tahu harus kemana dan ngapain.

Sehingga dengan baik hatinya, Singto menawarinya makan malam. Kristt yang merasa tak enak karena telah dibayari dari awal tentu saja menolak dengan alasan dia lagi tidak ingin makan di tempat banyak orang. Membuat Singto membawanya kemari, kekosannya. Menawarkan diri untuk memasakkan Kristt makan malam. Dengan sedikit paksaan dan bujukan sehingga Kristt menerimanya.

"Kau bisa meletakkan sepatumu dibalik pintu Kristt." Singto memperhatikan Kristt yang terdiam di pintu masuk kamar kosannya.

Kristt menuruti ucapan Singto setelah itu dia mengikuti Singto untuk menyuci tangannya di wastafel.

" P' ingin masak apa?" matanya memperhatikan Singto yang mulai mengeluarkan bahan-bahan masakan dari dapur.

"Mengingat ini cukup malam. Aku rasa, aku tidak akan membuat masakan yang ribet supaya cepat. Kau tidak masalah dengan nasi goreng kan?" tangan Singto mulai mengolah bahan-bahan yang ada.

Kristt menggeleng "Aku tidak masalah."
"Apa ada yang bisa kubantu?" Kristt mencoba menawarkan diri.

Singto tersenyum walaupun matanya masih fokus kepekerjaannya "Tidak usah. Duduklah, kau tamuku. Lagipula aku ragu jika kau bisa memasak."

Malu, Kristt sedikit menggaruk pipinya. "Baiklah." ucapnya kemudian duduk disalah satu kursi yang ada.

Dari tempat dia duduk, dia bisa memperhatikan bagaimana Singto memasak dengan lincah. Dia berdecak kagum ketika tangan itu memotong bawang dengan cepat menunjukkan jika Singto telah terbiasa. Kristt jadi teringat bagaimana tangannya suka teriris pisau saat belajar memasak hingga akirnya dia memutuskan menyerah.

Aroma masakan yang mengeluar membuat Kristt yang sedari tadinya lapar menjadi semakin lapar. Dia menjadi semakin antusias untuk mencicipi masakan Singto. Terlebih lagi ketika Singto berjalan kearahnya sambil membawa dua piring membuatnya tersenyum senang.

"Makanlah kau pasti kelaparan." Singto meletakkan sebuah piring berisi nasi goreng lengkap dengan telur dan garnishnya sebelum menarik kursi dan duduk dihadapannya.

"Jangan lupa berdoa." kalimat itu menghentikan tangan Kristt yang hendak menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.

Kristt memerah malu, pikirannya memaki dirinya yang bisa bertingkah sangat memalukan.

"Santai saja, aku juga suka begitu jika sedang kelaparan." Singto terkekeh kecil.

Kristt mengangguk, selesai berdoa dia menyuapkan nasi goreng itu kemulutnya.

"P' ini enak." dia berseru antusias. Menyukai bagaimana rasa rempah-rempah dari nasi goreng menyentuh bagian dari lidahnya.

"Kau berlebihan." Singto mengelak, malu untuk dipuji.

"Aku tidak bohong. Aku berani bertaruh jika saja kau membuka sebuah restoran. Itu akan laris" Kristt memujinya lagi.

"Kalau begitu, habiskan."

"Tanpa disuruh kapten."

Selesai makan, Kristt membantu Singto untuk membersihkan bekas makan mereka. Awalnya Singto menolak, tapi karena Kristt sedikit memaksanya dia menerima.

"P' mengapa masakanmu bisa terasa sangat enak? Apa kau memasukkan bumbu rahasia kedalamnya?" Kristt yang bertanya sambil menatap kearah piring-piring yang sedang dia bilas.

Kristt tau ini pertanyaan ngawur, tapi dia tidak tahan untuk mempertanyakannya dikarenakan rasa masakan Singto yang menurutnya berbeda.

"Aku hanya mengikuti resep rahasia dari Spongebob."

Kristt mengeryitkan dahinya. Bingung dengan hubungan Spongebob dan masakan Singto.

"Aku memasukkan cinta kedalamnya. "

'Pranggg....' Kristt terkejut sampai tanpa sadar tangannya menjatuhkan piring yang sedang dia pegang. Jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang, dan pipinya terasa sangat panas. Shit! Salahkan ucapan Singto yang barusan.

"Kau tak apa Kristt?" dia diam, mengabaikan tatapan khawatir Singto kepadanya.

"Maaf P' sepertinya aku memecahkan salah satu piringmu." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Days With You (Boyslove)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang