Kalkulus in Love

358 64 0
                                    

Dari sekian banyaknya mata kuliah yang Kristt benci, Kristt akan menempatakan Kalkulus di urutan nomor satu.

Dia benci bagaimana cacing-cacing itu mengancam IPKnya.

"Arghhhh" Kristt menggaruk kepalanya gusar. Dua jamnya berkutat di depan buku Purcell merupakan hal yang sia-sia karena sampai sekarang tidak ada satupun soal yang berhasil dia jawab.

"HUFTTTTT" Kristt menghela nafas kasar, frustasi dengan huruf f dan x yang ada didepannya.
" f(x) dari korea tidak semenjijikkan ini" lirihnya sebelum menelungkupkan kepalanya diatas meja.

"Kau ingin tidur disini?" usapan dikepalanya membuat Kristt tersentak. Hampir saja dia tertidur di taman kampus. Salahkan udara musim panas yang sepoi-sepoi serta soal kalkulus yang berhasil membuat otaknya perlu beristirahat.

" Ah P', itu kau " Kristt mengucek matanya. Walaupun pandangannya masih kabur efek baru bangun, Kristt familiar dengan aroma tubuh orang yang mendatanginya. Aroma P' Singto.

" Hmm. Kalkulus? " Singto menatap buku-buku Kristt yang terletak diatas meja.

"Huaaa P', aku tidak bisa menyelesaikan tugasku" rengekan tiba-tiba seorang Kristt membuat Singto sedikit terkejut. Dia tidak menyangka jika Kristt memiliki sisi manja juga.

" Aku bodoh P', sangat bodoh " Kristt mengerucutkan bibirnya. Matanya menatap nanar kertas jawabannya yang masih kosong.

Singto tertawa, menurutnya Kristt yang seperti ini sangat menggemaskan sekali.
"Baiklah, sini P' bantu" Singto mengambil alih pulpen yang berada di tangan Kristt.

" P' SERIUS? P', KAU YANG TERBAIK" tanpa sadar Kristt berteriak dengan heboh. Terlalu antusias dengan tutor gratis yang dia terima sampai tidak menyadari Singto yang mulai memerah.

Siapa yang tidak malu dipuji orang yang disukainya?

" Hm, makanya diam dan perhatikan atau aku akan pergi " lelaki yang lebih tua itu menggertak membuat Kristt mengangguk dengan cepat dan fokus kepada Singto.

"Approksimasi Deret Taylor" Singto membaca judul bab yang dibuka Kristt. "Apa yang kau ketahui tentang ini?" tanyanya sambil menatap Kristt.

Kristt menggeleng, untuk kesekian kalinya perlu ditekankan bahwa dia bodoh di kalkulus.

Singto menghela nafas " Deret Taylor berfungsi untuk membuat deret polinom yang berasal dari titik manapun. Dimana kita bisa memperkirakan dari sebuah fungsi dengan derajat tak hingga........" dengan telaten dia menjelaskan apa yang tertulis di dalam buku Purcell milik Kristt. Begitu singkat dan terstruktur disertai dengan beberapa catatan penjelasan dibuku Kristt.

" Apa kau mengerti? " pertanyaan itu dijawab dengan anggukan. Singto tersenyum.
" Kalau begitu coba kau kerjakan lagi soalnya " perintahnya.

"Oke" Kristt mulai kembali mengerjakan soal yang ada. Tidak seperti yang tadi, kali ini dia bisa mengerjakan seluruh tugasnya walaupun masih sesekali dibantu oleh Singto.

" Terimakasih banyak P'. Akhirnya aku menemukan oasis di padang gurun " puji Kristt dengan berlebihan.

" Tak perlu berterimakasih. Datanglah kepadaku jika kau butuh bantuan" . Mata Singto memperhatikan Kristt yang sedang merapikan buku-bukunya. Terlihat lucu dan menggemaskan.

" Kristt "
" Ya P' " Kristt menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku-bukunya.
" Temanku pernah bercanda dengan deret taylor, kau mau dengar? " pertanyaan itu dijawab oleh anggukan.

"Dia bilang, deret taylor adalah tahapan orang pacaran. Derajat satu artinya memantau dari jauh. Derajat dua artinya saling kenalan. Derajat empat artinya pdkt. Derajat delapan artinya sikat, ikat dia dan jadikan dia milikmu. Bukankah itu lucu? Bagaimana bisa seseorang menyamakannya dengan cinta hahahahaha" Singto mengatakannya sambil tertawa sementara Kristt yang mendengarnya merasa bingung, terlihat dari lipatan-lipatan di dahinya.
Demi apapun itu adalah salah satu candaan paling tidak lucu yang pernah Kristt dengar.

Kristt menatap Singto dengan tajam " P', apa indeks kalkulusmu? " tanyanya serius.
" A+, kenapa? " Singto berhenti tertawa, sedikit gugup ditatap seperti itu oleh Kristt.
" Pantas saja kau garing " Kristt ingin mengatakannya. Tetapi dikarenakan Singto telah baik mau mengajarinya Kristt hanya menggeleng dan kembali fokus ke buku-bukunya, mengabaikan tatapan penasaran dari Singto.

" Kristt, menurutmu kita berada di derajat berapa? ".
Pertanyaan sederhana itu membuat Kristt terdiam. Dia tidak ingin terlalu percaya diri, tetapi merasa Singto sedang menanyakan hubungan mereka.

" Maksudnya P' ?" Kristt balik bertanya, mencoba untuk terlihat terlalu polos.

" Menurutmu kita di derajat berapa? Dua? Empat? Delapan? ".

" Aku masih tidak mengerti " Kristt menjawab dengan cepat.

Singto tersenyum, yakin bahwa lelaki imut didepannya ini paham dengan maksudnya.

"Kristt" Singto memanggilnya dengan lembut, membuat Kristt mau tak mau menoleh dengan rasa canggung.

" Kau taukan aku menyukaimu? "
Singto menatapnya tepat di matanya, mencoba menyelami jiwanya yang saat ini terlihat bingung.

" A..A..Aku.. "
" Aku hanya ingin menyatakannya, tak usah jawab jika kau tak siap ". Singto mengacak-acak rambut Kristt dengan lembut. Dia tidak ingin terlalu menuntut, terlebih kepada Kristt yang merupakan tipe manusia yang panik ketika menerima perasaan cinta.

" Tetapi jika kau ingin tahu, saat ini kita berada di derajat empat. Dan aku bisa pastikan kita akan berada di derajat delapan atau di derajat lainnya " .
" Baiklah sampai jumpa lagi Kristt " ucap Singto dan berjalan meninggalkan Kristt yang mencengkram bagian dadanya dengan erat.

Days With You (Boyslove)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang