1

107 5 0
                                    

Namaku Alisha Faranisa Elvarette. Senyamanmu saja ingin memanggilku dengan sebutan apa. Selama itu tak menyinggung, tak masalah.

Tahun ini adalah tahun pertamaku di SMA. Dan hari ini adalah hari pertamaku memasuki dunia Putih Abu-abu.

“Misi mba, kosong kan? Gue boleh duduk disini?” ucapnya sambil menunjuk kursi kosong disebelahku.

Aku hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandanganku dari novel yang sedang asyik ku baca.

“Lo siswa baru peserta MPLS, kan?” dia membuka percakapan. Tanpa mengalihkan pandangan, aku hanya mengangguk meng-iya kan pertanyaannya.

“Sejak kapan lo suka novel?” cowok itu masih berusaha menarik perhatianku.

“Bukan urusan lo”

“oh god! Lo banyak berubah. Tapi satu hal yang ga berubah dari lo, judesnya masih nyelekiiit!” ucapnya sambil tertawa kemudian memukul lenganku perlahan.
Membuatku mengalihkan pandanganku untuk menatapnya.

“Sial, mimpi apa gue semalem? Dua tahun harus ketemu lo lagi? Bisa stress deh gue” aku terkejut, disampingku duduk seorang cowo yang sosoknya tak asing bagiku.

“Masih sebel banget sama gue?”

“Dari dulu gue emang sebel banget sama lo! Apalagi kalo harus berurusan sama lo tiap hari, bisa darting gue”

“Ya Tuhan.. Gue udah ga se-nyebelin itu kok, percaya deh sama gue” dia, Dimas Daffa Ardias orang paling nyebelin dimuka bumi ini.

Hanya satu tahun lebih tua dariku, tak terlalu jauh sebenarnya, tapi kurasa dia jauh lebih tua dariku. Karena dia menganggapku seperti adik kecilnya.

~ ~ ~ ~

Pelajaran berakhir lebih awal hari ini. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, para siswa dipulangkan lebih cepat dari biasanya.

Dalam hitungan detik, gerbang sekolah pun ramai dengan mereka yang ingin cepat-cepat kembali ke rumah atau mereka yang ingin memanfaatkan waktu untuk nongkrong dengan squad masing-masing.

“Buset, rame kacau dah. Gimana gue mau dapet ojek online buat pulang” celotehku sambil memperhatikan ramainya gerbang sekolah saat itu.

“Mau bareng? Ayo kalo mau” Ardi menepuk bahuku, sambil menawarkan ajakannya.

“Bener nih? Lo ga bareng sama temen lo kan?”

“Kalo gue sama temen gue, gue gabakal nawarin lo buat pulang bareng lah Ca...” ucapnya sambil mencubit hidungku gemas.

“Yaudah iya iyaa, tolong anterin gue pulang ya, ka”

“But wait, gue mau ke kantin dulu. Anterin gue, gue mau beli minum” Ardi menggenggam tanganku dan menarikku untuk ikut dengannya.

Saat itu kantin sepi, anak-anak memilih untuk menghabiskan sisa uang jajan mereka untuk nongkrong dengan teman-temannya dibandingkan dengan nongkrong di kantin dengan makanan yang itu-itu saja.

“Udah nih, yuk pulang”  Aku pun berjalan menuju parkiran sekolah bersama dengan Ardi.
“Mau langsung pulang apa gimana nih Ca?”

“Senyaman lo aja, ka, kalo lo mau langsung nganterin gue pulang ya gapapa”

“Karna lo ikut gue, lo gue culik dulu bentar ya Ca, gapapa kan? Ga buru-buru kan pulangnya?”

“Hmm.. oke deh, gapapa. Itung-itung buat ngabisin waktu luang, daripada bosen dirumah.”

“Yaudah yuk cabut Ca”

Ardi mengajakku pergi kafe tempat kami biasa bertemu dulu. Sudah lama sekali aku tak pernah datang ke kafe ini, sejak aku tak lagi dekat dengan Ardi, tak ada seorangpun yang mengajakku kesini.

Ardi menempati meja dekat jendela.

“Inget tempat ini, kan?” Ardi tersenyum kepadaku

“Iya inget. Lo masih sering kesini?”

“Ga sesering dulu pas sama lo. Cuma beberapa kali, itu pun kalo ada temen yang ngajak kesini. Oh iya, lo mau mesen apa? Taro Milkshake?”

Ardi berdiri hendak beranjak ke meja pemesanan.

“Ko tau apa yang ada di otak gue?”

“Itu kan minuman favorit lo dari dulu, masa iya gue lupa. Tunggu bentar ya Ca, gue pesenin dulu”

Ntah apa yang ada difikiranku saat ini.

Apakah ini tandanya aku kembali menjalin kedekatan dengan Ardi?Setelah hampir satu tahun lamanya aku sama sekali tak pernah bertukar kabar dengannya.

Tapi tak mungkin rasanya jika aku kembali dekat dengannya.

“Ngelamunin apaan sih? Muka lo tuh keliatan jelas judesnya kalo lagi serius mikirin sesuatu gitu. Mikirin apaan sih emangnya?”

“Gapapa ko, ga mikirin apa-apa juga”

“Ya iya lah. Namanya juga jomblo, siapa juga yang mau difikirin” sindir Ardi sambil memainkan ponselnya

“Apaan sih lo, sotau deh”

“Aduh-aduuhh gampang banget ngambek ni anak kalo sama gue” Ardi mengacak-acak rambutku.

Biar Hujan Satukan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang