3

38 3 0
                                    

Hari ini tak jauh berbeda dengan hari-hari lainnya. Juga tak ada yang berubah denganku. Menyendiri, bahagia, dan sepi. Itulah yang selalu terbayang dikepalaku.

“Alisha!”

Suara itu, aku rasa aku mulai terbiasa mendengarnya. Si pemilik suara itu menghampiriku.

Seperti biasa, aku sedang duduk sendirian dikantin, dimeja paling pojok. Reza duduk dihadapanku. Aku menatap wajahnya, memandangi sorot mata yang indah. Ia  tersenyum manis.

“Gue bosen dikelas, dan gue tau lo pasti ada disini. Jadi gue kesini deh” Reza memandang sekeliling kantin, sepi. “by the way, lo sendirian Sha?” tanyanya

“Ya, kaya biasanya. Cuma sendiri” jawabku singkat

“Gue perhatiin lo sering banget sendirian, kenapa?” ucapnya sambil mengambil makananku tanpa izin

“Gangerti, nyaman aja sendiri”

“Masa? Baru denger deh ada cewe yang bilang kalo dia nyaman sendirian. Bukannya biasanya cewe tuh paling pengen ya yang namanya punya pasangan?” Reza terus mengambil makananku

“Ya sebenernya gue juga pengen sih yang namanya punya pacar. Tapi, emang ada yang mau sama cewe kaya gue?”

“Yang mau sama lo? Pasti ada lahh. Masa iya gaada yang mau sama cewe cantik kaya lo, Sha”

“Kalo ada yang mau sama gue,  dari kemaren-kemaren gue udah punya pacar lah Za”

“Come on!  Lo tuh cantik, Sha. Pasti banyak lah cowo yang mau sama lo. Percaya sama gue” ucapnya yakin

“Cantik? Lo harus pake kacamata kayanya Za” aku tertawa, menyepelekan perkataannya

“Dibilang cantik malah begitu. Dasar cewe aneh” Reza meremas pembungkus makananku yang dimakannya sejak tadi “Yaelah, abis”

“Ya gue bingung aja gitu sama orang yang bilang gue cantik, padahal gue sendiri ga ngerasa kalo gue tuh cantik”

“Ngeyel banget sih kalo dibilangin”
Baru kali ini ada seorang laki-laki yang bersikeras mengatakan dan meyakinkanku bahwa aku cantik.

Tak seperti pujian, aku menganggapnya seperti sebuah sindiran. Itu sebabnya aku tak terlalu suka jika ada seseorang yang menyebutku cantik. Tapi ntah apa maksud dari perkataan Reza. Yang penting, sepertinya aku nyaman dengannya.

~ ~ ~ ~

Langit tak mencerminkan dirinya yang sedang berbahagia. Awan hitam menyelimuti sebagian kota Hujan. Bukan musin hujan sebetulnya, namun hujan bukanlah hal yang begitu mengganggu. Kala itu, aku sedang duduk dikoridor sekolah. Mendengarkan musik ditemani gemercik air hujan  membuatku merasa tenang.

Konsentrasiku buyar ketika aku mendengar suara mereka yang sedang bercakap-cakap. Suara itu berasal dari ujung koridor. Hanya dua orang yang duduk saling berhadapan yang terlihat. Adalah Reza, dengan seorang perempuan nampak sangat asyik berbincang dengannya sembari menikmati hujan.

Mengapa rasanya begitu sakit?
Tak ada yang salah sebenarnya, hanya melihat dia dengan perempuan lain. Toh, dia juga bukan milikku.

Tapi kenapa harus sesakit ini?
Aku tersadar dari lamunanku setelah seseorang melambaikan tangannya tepat didepan wajahku.

“Ca? Woy, jangan ngelamun. Kalo kesambet setan lewat kan ribet”

Ardi membuyarkan lamunanku. Setelah sekian lama, manusia ini akhirnya muncul lagi dihadapanku. Sepertinya, ia tau apa yang sedang aku fikirkan saat itu. Tanpa basa-basi ia berkata

“Gausah galau, males gue denger curhatan lo”
Aku meliriknya dengan tatapan sinis “siapa juga yang galau, sok tau” aku bergeser agar Ardi bisa duduk disampingku

“Etdeh cowo kaya gitu gausah dipikirin. Berarti dia ga serius mau deketin lo, yang selama ini dia lakuin ke lo itu cuma supaya dia kenal sama lo, bukan supaya deket sama lo. Udah jangan galau, gue gasuka kalo lo galau-galauan. Bilang ke gue kalo ada yang nyakitin lo, biar dia berhadapan sama gue kalo berani nyakitin ade gue.”

“Aduhh sweet banget sih kakak aku yang satu ini” aku menyenggol badan Ardi seakan meledek kata-katanya.

“Apaan sih, orang gue serius juga” dia menjitak kepalaku. Lalu kita tertawa bersama.

Ntah mengapa, aku sangat menyukai saat-saat seperti ini, tertawa bersama dengan ka Ardi. Rasanya diriku utuh, dan tak merasa kesepian.

Biar Hujan Satukan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang