#7

531 51 8
                                    

Sayangnya seluas apapun kota Bandung, kemungkinan tidak bertemu ternyata masih berbanding imbang dengan kemungkinan bertemu. Kalau kata Bian "Bandung kan lega, masa iya Tyo bisa nemuin. Kecuali dia masang chip di badan lo yang bisa didetec". Ku rasa dia kebanyakan makan komik Conan. Okay, abaikan.

Sebenarnya aku tidak ingin percaya, bahwa Tyo muncul saat kami sedang makan siang di salah satu rumah makan sunda yang berseberangan dengan pusat oleh-oleh kota Bandung. Dia datang bersama beberapa orang, mungkin rekan kerjanya atau entah lah.

"Hai Wid, ketemu lagi ya." sapanya.

Siapa juga yang mau bertemu dengan dia di tempat yang menurut ku tidak pas untuk membuat keributan.

"Iya." jawabku singkat.

"Kamu sama siapa kesininya?"

"Sama Bian, dia lagi makan tuh sama temennya." jawabku sembari menunjuk Bian yang sedang asyik melihat-lihat foto di ponsel.

"Oh, nanti bisa bicara sebentar?"

"Liat nanti aja ya." jawabku lalu meninggalkan mas Tyo yang masih mematung di dekat pintu pembatas ruangan makan.

Aku melangkah mendekati Bian yang asyik mengunyah makan siangnya, sepertinya dia tidak menyadari kepanikanku.

"Bi... Bi..." panggilku.

"Aposeh?" tanyanya.

"Mas Tyo." jawabku berbisik.

"WHAT!" ujarnya terpekik.

"Sssttttt... Lo ih mulutnya kayak toa masjid." omelku.

"Sorry, keceplosan. Dimana lo ketemunya?" tanyanya ikut berbisik.

"Tadi, pas gue abis dari toilet. Dia tau-tau muncul kek setan di deket counter dessert." jelasku.

Bian mengernyitkan dahi, berfikir keras untuk segera keluar dari restaurant. Sepertinya hal itu juga cukup mengganggu dirinya. Segera dia mencolek lengan temannya, mengajaknya kembali ke homestay dan bergegas pulang ke Jakarta.

"Coy, balik yuk. Gue mau prepare nih balik." ujar Bian.

"Iya, ayo. Lagian juga udah jam satu. Sini uangnya, gue yang ke kasir." ujar Arsil.

Kami semua yang ikut rombongan bersama Arsil memberikan uang kepadanya, maklum tidak kenal kata 'pakai duit lo dulu' kalau diantara mereka. Dan pula ini teman sekolah Bian dari zaman putih merah.

"Bi, kita bisa aman kan keluar dari sini." ucapku berbisik.

"Bisa, sebenarnya udah gue prepare. Dan barang udah ada di mobil. Lo tenang aja." jelas Bian ikut berbisik.

Aku mengangguk paham, berarti aman posisi kami. Sepertinya Tyo benar-benar memasang chip di dalam tubuhku. Sampai-sampai di restaurant yang menurutku ini jauh sekali dari kota Bandung.

Mas Tyo : Kamu mau pulang sekarang?

Heh! Dia dengar aku dan Bian mau pulang. Aduh gawat sudah, bisa gagal rencana.

Widiya : Iya, Bian yang ngajak pulang.

Mas Tyo : Mas antar ya

Widiya : Enggak usah mas, enggak enak sama Bian.

Mas Tyo : Mas kawal kamu cantik, mas enggak akan mendekat kok. Sometime mas baru ke Jakarta, bawa kamu ke Solo dan enggak akan kembali ke Jakarta.

Maksudnya apa coba? Dia masih mau melanjutkan kisah hancur? Apakah dia masih sehat?

"Cumi, ayo balik. Malah main hengpon mulu." oceh Bian.

WIDIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang