-Tiga-
Keributan
ㅡㅡJihan sampai dirumah dengan selamat berkat Jungkook. Tapi tidak sampai disitu saja, pemuda bergigi kelinci itu ikut mengantar sampai ke depan pintu rumah. Tanggung jawab karena mengembalikan anak gadis orang tengah malam, katanya.
"Udah dibilang nggak usah, Jung. Orang rumah pasti udah pada tidur. Udah, sana pulang." yang lebih mungil berusaha mendorong yang lebih besar agar menjauh. Tapi Jungkook tetaplah Jungkook, tidak mau dikalahkan.
"Sampe depan pintu doang, Han. Lagian nggak ada salahnya, gue cuma mau pastiin lo masuk rumah. Tugas dan tanggung jawab lo sebagai sekretaris gue masih banyak banget soalnya." disusul kekehan kecil sesudahnya.
"Alay, lo." tapi si gadis ikut terkekeh juga.
"Ya udah, gue masuk. Thanks ya, Jung." Jihan memutar kunci rumah karena masing-masing anggota keluarga memang memiliki kunci cadangan. Agar tidak merepotkan, begitu.
"Oke. Besok pagi gue jemput." Jungkook menarik kedua sudut bibir dengan apik sebelum berbalik meninggalkan sekretarisnya.
Usai memutar kunci rumah, ternyata sudah ada wanita yang menunggu di ruang keluarga. Sebenarnya hal inilah yang dihindari Jihan jika pulang terlalu larut.
"Dari mana lo jam segini baru sampe rumah? Abis jual diri dimana? Ha?" sambut wanita dengan rokok diantara jari telunjuk dan tengahnya itu.
"Dari kampus, Te. Masih propti, jadi banyak kerjaan." gadis mungil itu menjawab seadanya, karena memang begitu kenyataannya.
"Dapet yang bagus, ya? Gimana, enak?" wanita berumur 40 tahun itu terkekeh sinting akibat kalimatnya sendiri.
"Saya nggak pernah kerja kaya gitu. Jadi, berhenti mikir buruk tentang saya apalagi sampe bilang yang aneh-aneh ke Ayah." kini Jihan mulai geram. Ia tidak suka dituduh melakukan sesuatu yang memang tidak ia lakukan.
"Tanpa gue bilang juga, bokap lo itu udah tau gimana kelakuan lo diluar sana. Pulang malem terus, alesan cuma kampus, siaran, kampus, siaran. Lo kira gue goblok?" wanita yang menjadi Ibu tiri Jihan itu menekan batang rokoknya pada asbak untuk mematikan bara.
"Karena kenyataannya emang gitu. Tante itu nggak pernah tau gimana hidup saya diluar sana karena kerjaan tante cuma diem dirumah dan nyusahin Ayah saya dengan minta uang terus-terusan. Harusnya tante sadar diri, siapa yang harusnya jual diri disini." bahkan kini Jihan sudah menunjuk wanita dihadapannya dengan tidak sopan. Netranya sudah membulat sempurna, bahkan memerahㅡmemanas karena menahan air mata yang akan jatuh.
"Brengsek! Lo udah berani lawan gue?" wanita yang lingkar matanya sedikit menghitam itu naik pitam, kemudian menghampiri Jihan dengan cepat untuk menarik kuat rambut yang masih terikat rapih sampai kepala gadis itu benar-benar menengadah.
Tapi, Jihan tidak melawan, ia tahu jika ia melakukan hal itu, maka tidak ada perbedaan diantara keduanya. Jadi, ia memilih untuk diam sembari menahan perihnya akar rambut yang seakan tercabut. Jemari mungilnya berusaha menahan pergelangan tangan sang ibu tiri agar tidak berbuat lebih.
"Lo kira gue bakal diem aja kalo lo lawan gue? Enggak, setan! Abis ini, jangan harap lo bisa hidup tenang di rumah bobrok ini!" wanita itu melepaskan cengkeramannya pada rambut Jihan, namun ditambah dengan satu dorongan kuat hingga si anak tiri tersungkur. Jika tidak bisa menahan keseimbangan, sudah pasti dahi Jihan terantuk sudut meja.
Perlahan gadis itu bangkit, menggunakan meja sebagai tumpuan beban tubuhnya. Sudah lelah, ditambah lagi masalah yang selalu menantinya dirumah acap kali pulang. Jihan menggerakkan tungkainya dengan gontai, bermaksud menuju kamar tidur namun, ia merasa harus mengatakan satu hal pada ibu tirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematic
FanfictionKisah rumit Jeon Jungkook, Min Jihan, dan Jung Hoseok. Semakin hari semakin kusut. Semakin hari, semakin banyak kebohongan tercipta. Parahnya, mereka hanya pasrah mengikuti arus. Tak ada satupun yang mencoba melawan atau bergerak menepi. Januari, 20...