-Dua Puluh Enam-
Konsekuensi
ㅡㅡSeseorang yang pernah merasa kehilangan sesuatu yang ia kira sebagai miliknya selamanya, pada akhirnya akan menyadari bahwa tak ada satupun di dunia ini yang benar-benar menjadi miliknya. Dan Jihan, sudah merasakan itu. Kehilangan sosok Hoseok sama saja kehilangan dunianya. Gadis itu benar-benar tidak memiliki apapun lagi selain dosa menggunung yang ditanggung seorang diri. Yang tersisa kini hanya sakit dan luka yang belum tentu bisa disembuhkan.
Pada tengah malam, saat Jihan mengira hanya terjaga seorang diri, air matanya kembali tumpah. Sulit sekali menahan karena terlalu sesak. Nama Hoseok, memori yang diberikan pemuda itu, sama sekali tidak memudar. Justru tertanam semakin kuat dan berakar kokoh.
Jungkook yang berbaring miring pada sofa dengan membelakangi Jihan, jelas mendengar isak pedih itu. Ia sama sekali tidak tertidur meski nafasnya begitu tenang. Kelopaknya memang mengatup, tetapi pikirannya masih tetap bekerja. Semakin didengar, semakin dirasa, isak gadis itu semakin pedih. Menyayat dalam kala nafasnya tersendat. Menusuk relung saat gadis itu berteriak frustrasi dengan tangan terkepal memukul dada. Sesak sekali karena tenggelam dalam lautan luka. Bahkan Jihan berpikir, lebih baik mati daripada harus merasakan sakit yang begitu dalam akibat ini.
Mendengar itu, Jungkook tidak bisa lagi berpura-pura menuli. Jadi pemuda itu bangkit, melangkah pelan sebelum menggapai bahu yang sedang bergetar hebat. Memberinya usapan lembut tanpa sepatah kata. Jihan tersentak, napasnya semakin tersendat karena diatur paksa hingga hening menyapa. Tak ada lagi air mata, tidak ada lagi isak pedih yang menghiasi malam mereka.
"Gue tau pasti nggak mudah," ucap Jungkook pada akhirnya. Telapak tangan besarnya masih setia mengusap bahu ringkih itu seraya menatap pilu. "Tapi please, berhenti nyiksa diri sendiri, Han."
"Rasanya mau mati." ujar Jihan datar dan lirih. "Atau lebih baik mati aja biar nggak kesiksa."
"Mati bukan solusi. Hidup lo lebih berharga, Jihan."
Mendengar kalimat itu, dada Jihan kembali sesak. Hoseok juga pernah mengucapkan kalimat yang sama persis—
"Sayang, hidup kamu itu berharga. Berhenti ngomongin soal itu. Mati itu bukan solusi. Inget, masih ada aku."
—ada aku, tapi sekarang tidak lagi. Hoseoknya sudah pergi. Sosok yang mengerti, yang selalu sabar menghadapi tingkahnya, rengekannya, kini sudah bukan miliknya lagi. Bahkan pemuda itu sudah menanam benih di dalam tubuh wanita lain. Padahal dulu itu mimpi mereka. Memiliki anak-anak yang lucu nan menggemaskan.
"Pokoknya nanti kita harus punya dua anak ya, Seokie. Kalo bisa, yang pertama laki-laki, terus yang kedua perempuan. Biar kakak bisa jagain adeknya. Kaya aku sama Bang Yoongi."
"Enggak, enggak. Yang pertama perempuan, yang kedua juga perempuan. Biar aku tetep jadi satu-satunya yang paling ganteng dirumah. Pasti makin bahagia kalo dikelilingi tiga bidadari cantik."
"Enggak bisa gitu! Licik namanya. Aku juga mau laki-laki biar jagoan aku nambah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematic
FanfictionKisah rumit Jeon Jungkook, Min Jihan, dan Jung Hoseok. Semakin hari semakin kusut. Semakin hari, semakin banyak kebohongan tercipta. Parahnya, mereka hanya pasrah mengikuti arus. Tak ada satupun yang mencoba melawan atau bergerak menepi. Januari, 20...