XIV

2K 382 106
                                    

-Empat Belas-
Lelaki-lelaki Menyebalkan
ㅡㅡ

Acara Munas sudah rampung. Tapi bukan berarti kisah mereka usai sampai disini. Cerita mereka masih cukup panjang dan rumit. Kisah ruang segitiga antara Jungkook, Jihan dan Hoseok masih kusut, belum lagi rasa bercabang yang dimiliki si Jeon itu. Tapi mereka hanya pasrah mengikuti arus, sama sekali tidak ingin melawan atau bergerak menepi. Padahal yang bergerak mengikuti arus itu hanya daun kering, ranting yang rapuh, dan sampah—kotoran.

Hoseok tidak ingin kembali ke Malang bersama rekannya, malah memaksa untuk kembali ke Jakarta untuk mengantar kekasihnya. Gila memang, tapi itulah Jung Hoseok. Nekat jika sudah menyangkut kekasihnya. Tapi tentunya Jihan menolak. Gila saja, hidupnya tidak melulu bergantung pada Hoseok. Karena biar bagaimana pun mereka memiliki aktivitas masing-masing.

"Cuma sampe stasiun, abis itu aku langsung pulang lagi."

"Enggak."

"Kamu tuh masih sakit."

"Aku udah baikan, Hoseok."

"Nanti Jungkook pasti deket-deket kamu terus."

"Aku duduk sama Jimin."

"Tetep aja—"

"Enggak. Kamu pulang, aku juga pulang. Kita pulang masing-masing."

"Jihan—"

"Hoseok, please. Aku bisa jaga diri. Kuliah kamu lebih penting, oke?"

Hoseok menyerah. "Ya udah. Duduk sama Jimin tapi, ya?"

"Iya, Seokie."

Dan sungguhan. Bahkan Jihan selalu berada di sisi Jimin agar berjarak dengan Jungkook. Si gadis Min merasa sedikit canggung sejak pengakuan itu. Bukan pula pemuda Jeon itu tidak tahu, ia sadar makanya tidak mengejar. Hanya bisa memandang lelap tenang sang sekretaris karena mereka duduk berhadapan walau lutut mereka bersinggungan.

Kepala Jihan bersandar pada jendela kereta, tapi terus bergerak tak teratur akibat getaran yang ditimbulkan roda besi dan rel. Tentu saja yang melihat merasa tak nyaman, padahal yang mendapat getaran sama sekali tak terganggu. Sampai akhirnya Jungkook mengulurkan tangan, menahan kepala sekretarisnya sepelan mungkin agar tidak terbangun sebelum dipindah keatas pundak Jimin. Pemuda Park itu sedikit tersentak ketika merasakan beban yang tiba-tiba. Baru saja ingin melayangkan protes, tapi suara Jungkook yang terdengar begitu tulus menggagalkan niatnya.

"Pinjem pundak lo sebentar ya, kasian Jihan."

Padahal hanya seperti itu, tapi ketara sekali perhatiannya. Akhirnya Jimin hanya mengangguk. Untung saja yang bersandar padanya itu Jihan, kalau Eunwoo, sudah pasti habis dipukul kepalanya.

🌻🌻🌻

Jungkook mengunjungi toko bunga kekasihnya tanpa aba-aba. Surprise, katanya. Tak lupa juga sebuah buket bunga mawar merah favorit kekasihnya berada dalam genggaman. Ia tahu akan mengunjungi toko bunga, kekasihnya juga pasti memiliki banyak bunga. Tapi tentu saja rasanya berbeda bukan jika mendapat bunga dari seseorang yang dicinta?

"Jeon!" seru Kiya dengan ceria saat mendapati kekasihnya memasuki toko. Gadis itu berlari kecil sebelum menghambur dalam dekap hangat kekasihnya.

"Kamu nggak bilang kalo mau kesini, ngeselin,'' protesnya lagi sembari memberikan pukulan kecil pada punggung kokoh kekasihnya.

Jungkook hanya tertawa, gemas sekali jika gadisnya sudah bertingkah imut seperti ini.

"Seneng kan, ûtapi?" tanya si Jeon itu sembari menghirup dalam aroma manis vanilla dari tubuh kekasihnya.

ProblematicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang