7. Back to That Night

1.2K 124 1
                                    

*Flashback On*

"Apakah aku harus tetap seperti ini? Hiksss... Hiksss..." Jennie menatap sendu wajah lelaki didepannya, kesadarannya mulai kembali, dan ia sebisa mungkin menenangkan diri.
"Kenapa?" Pria itu bertanya.
"Aahhh... Aku tidak tahu" Mata sembab menghiasi wajah mungil Jennie. Jennie berdiri, melangkahkan kakinya ke arah dapur apartmentnya, meninggalkan Kim Hanbin yang terheran diruang tengahnya. Tangan mungilnya meraih sesuatu di nakas lalu meraih dua gelas untuk minum dengan susah payah karena ia mesti menjaga keseimbangannya juga disaat kepalanya pening dan hampir limbung.
"Bagaimana dengan ronde selanjutnya Mr. Hanbin?" Tanya Jennie begitu ia kembali sembari membawa botol ungu berisi cairan alkohol dan dua buah gelas ditangan satunya. Hanbin mengerjapkan mata, menatap heran gadis yang tadinya sedang meringkuh dipelukannya menangis tersedu-sedu.
"Kau akan mabuk berat besok kalau begini" Hanbin mencoba untuk terlihat seperti 'lelaki' sekarang.
"Aku tidak peduli... Besok ya besok, sekarang ya sekarang" Jennie memandang acuh Hanbin, meletakan botol dan kedua gelas di meja pendeknya.
"Jangan... Sebaiknya kita jangan minum lagi" Hanbin berkata seraya menghentikan tangan Jennie yang akan membuka penutup botol dengan sebuah alat. Bagaimana ia tidak melarang? Gadis ini baru saja mabuk diclub dan sekarang ia mengajaknya untuk kembali menegak alkohol lagi? Dan bagaimana tidak seorang pria mabuk akan mendiamkan wanita cantik didepannya, terlalu menggairahkan dan terlalu panas untuk dibayangkan.
"Yasudah aku saja yang minum kalau begitu hikssss...hiksss...hiksss" Jennie mulai kembali tersedu.
"Ya! Kau kenapa menagis lagi?" Tanya Hanbin melihat wanita itu kembali menangkupkan kedua tangannya pada wajah mungilnya.
"Ke...kenapa tidak ada orang yang mau menemanikuuuuuu? Hiksss...hiksss...hiksss" Jennie kembali menangis, riasan diwajah cantiknya kini luntur karena tangisan.
"Baiklah...baiklah, aku minum" Hanbin berkata sembari menyambar satu gelas berisi wine yang telah dituangkan oleh Jennie. Ia menegaknya, merasakan rasa manis mengaliri tenggorokannya. Jennie menyeringai bahagia, menampakan wajahnya yang dihiasi lunturan make up. Jennie ikut menegak minuman itu, menuntaskan segala keinginannya untuk mengistirahatkan pikiran serta tubuhnya.
"Kupikir kau bukan wanita yang sering mabuk" Hanbin bergumam sendiri, sesekali menatap Jennie dan sesekali menatap wine atau meja kaca yang dijadikan alas menyimpan wine mereka.

Bergelas-gelas mereka habiskan bersama, membuat kesadaran mereka diatas awan. Hanbin memutuskan untuk pulang sebelum beberapa kejadian terjadi diluar nalar dan kendalinya. Namun, saat ia beranjak dari sofa, Jennie buru-buru meraih tangan Hanbin agar pria itu tetap menemaninya saat ini. Hanbin yang tengah limbung justru menjatuhkan dirinya diatas tubuh Jennie yang sekarang terlentang. Dan ya! Beberapa kejadian diluar nalar dan kendali Hanbin terjadi.

Mereka beradu lidah, menyalurkan hasrat mereka sebagai manusia dewasa. Saling mengacap lidah dan berpagut ria antara kedua bibir itu berlangsung cukup lama sampai kedua manusia yang kini tengah berusaha keras menyadarkan kembali kesadarannya kehabisan oksigen dalam parunya. Sial! Kesadaran itu justru luput walau sekuat apapun keduanya melawan. Bibir keduanya kembali menyatu, merasakan kembali rongga mulut dari masing-masing. Kurang puas, Hanbin tengah berusaha melepaskan resleting dari mini dress yang Jennie kenakan, selagi berusaha melepaskan pakaian yang Jennie pakai, Hanbin mengecap leher jenjang Jennie, merasakan begitu lembutnya leher gadis mungil ini, ia membuat beberapa tanda keunguan dileher milik gadis itu. Jennie yang semakin terangsang, hanya bisa menikmati setiap perlakuan Hanbin pada tubuhnya, merasakan kulit mereka yang menyatu dan tanpa batas.
"Aaahhhkkk..." Desah wanita itu saat Hanbin berhasil membuat tanda yang lain dilehernya, dress yang membalut tubuhnyapun telah dilepas pria yang baru Jennie temui dua kali itu. Tidak mau kalah, Jennie membantu Hanbin melepaskan kaosnya, meninggalkannya di sofa dan mereka beranjak menuju kamar Jennie tanpa melepaskan penyatuan bibir mereka.

Kejadian berikutnya menjadi sebuah bom bagi mereka, Hanbin menyentuh lebih dalam tubuh Jennie, mengusap lembut seluruh bagian tubuh Jennie tanpa terlewatkan, Jennie yang semakin gila oleh perlakuan pria itu hanya bisa menyerukan suara kenikmatan yang hanya mereka berdua yang tahu rasanya.
"Jen, can i?" Hanbin berucap parau, menunggu jawaban wanita indah itu sebelum semuanya menjadi lebih kacau.
"Yes, i'm yours, mmmmhhh..." Jennie menjawab tak kalah parau, menatap mata Hanbin yang kian menggelap karena situasi yang mereka alami ini begitu gelap. Gelap dan menyeramkan, namun sekali lagi, kesadaran mereka justru hilang entah kemana digantikan oleh berbagai hasrat yang menguasai mereka.

Mendapat persetujuan dari wanita dibawahnya, Hanbin langsung menghentakan tubuhnya, membuat penyatuan mereka semakin dalam dan sungguh intens.
"Aaaahhhkkk... Pleasee touch me!!! Ahkkk..." Jennie mendesah dan bergumam, Hanbin lalu menyunggingkan seutas senyuman, melihat wanita dibawahnya memohon penuh atas keinginannya. Hanbin mengelus bagian punggung Jennie dan sesekali meremas apa yang ia perlu remas, mencium Jennie tanpa ampun saat keduanya mencapai sebuah kenikmatan.

Mereka berdua terkulai lemas diatas ranjang Jennie, saling berdiam diri tanpa seutas benang menempel. Jennie kini menatap Hanbin yang tengah mengenakan kembali celananya.
"Kemana?" Jennie bertanya dengan suara yang sedikit tercekat karena tenggorokannya begitu kering sekarang, mereka berdua belum mencapai kesadaran mereka. Hanbin yang ditanyai menatap Jennie sayu sambil sempoyongan, masih terpengaruh oleh minuman yang Jennie beri, Jennie terlalu gila untuk dikatakan waras sekarang. Jennie mengenakan selimut tanpa sadar bahwa dibawah balutan selimut itu terdapat tubuh indah yang selalu menjadi candu. Jennie sungguh gila, sampai ia tidak rela Hanbin pergi untuk malam ini, hanya malam ini.
"Tidurlah..." Jennie menepuk-nepuk kasurnya. Dan ya! Hanbin sama gilanya dengan Jennie sekarang, niatnya untuk pulang dugantikan oleh ajakan manis dari mulut kecil Jennie, membuatnya lagi-lagi kehilangan kesadarannya. Hanbin menghampiri Jennie, dan berbaring dikasur putih milik Jennie, berbagi selimut dengan wanita yang baru saja merenggut titelnya sebagai pria yang baik didepan teman-temannya. Hanbin lantas memeluk tubuh mungil wanita itu, merengkuhnya hingga tidak ada jarak yang membatasi, seolah tidak sadar bahwa wanita itu masih dalam keadaan tanpa busana. Dan ya! Semoga tidak ada ronde lebih lanjut yang mereka alami.

*Flashback Off*

Murphy's Law - When Everything Went WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang