"Jeeen..." Suara parau tertangkap oleh Jennie yang tengah memandangi wajah pria yang membuat jantungnya berdegup tak karuan. Jennie menoleh mendapati Kim Heejung yang terbangun.
"Ya, nyonya?" Jennie menghampiri ranjang, meninggalkan sejenak wajah Hanbin yang tenang di sofa.
"Aiiirr..." Jennie langsung menuangkan segelas air kedalam gelas, memberikannya pada wanita didepannya. Wanita minum seperti kesetanan, meneguk langsung satu gelas air yang Jennie beri.
"Aaahhh... Kumohon jangan panggil aku nyonya lagi--" Setelah tegukan terakhir, Kim Heejung meletakan gelasnya.
"--cukup Ibu" Kim Heejung melanjutkan perkataan yang tadi ia gantungkan, Jennie memandang heran wajah wanita yang mungkin seumuran dengan mendiang ibunya.
"Baik... I... Ibu" Jennie tersenyum, setelah susah payah mengucapkan kata itu.
Hening sesaat, keduanya sama-sama sibuk dengan pikirannya. Jennie memandang selimut biru yang Kim Heejung pakai, dan Kim Heejung menatap rambut yang mencuat milik Kim Hanbin yang terlihat.
"Apa yang kau pikirkan tentang anakku?" Tanyanya lembut, menatap kedua kelopak mata Jennie bersamaan.
"Dia...dia... Baik" Setelah Jennie menemukan kata yang pas untuk medeksripsikan Kim Hanbin. Mana mungkin Jennie menjawab bahwa ia telah merasakan bagaimana hebatnya Kim Hanbin waktu ia bermalam di rumah Jennie.
"Maafkan dia jika terlalu keras. Kau tahu terkadang sifatnya sangat mirip denganku--" Kim Heejung berjelaga, membayangkan bagaimana anaknya itu berperilaku.
"--Yaaa, terkadang memang cukup sulit untuk tahu perasaanya" Kim Heejung melanjutkannya. Jennie yang menangkap pernyataan Kim Heejung hanya tersenyum kecil penuh arti, Kim Heejung sungguh Ibu yang mengenali anaknya.
"Tapi aku tahu dia tertarik kepadamu" Kim Heejung tersenyum menatap Jennie membuat semburat merah muncul dipipinya.
"Dia sudah lama tidak merasakan jatuh cinta, kuharap dia benar-benar merasakannya bersamamu, walau dengan cara yang kutahu ini tidak adil" Kim Heejung bercerita, menahan pelupuk matanya yang hendak mengeluarkan air mata. Jennie memandang kaku curhatan Kim Heejung.
"Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, aku tahu itu" Jennie menyunggingkan senyumannya ditengah malam.
"Buatlah dia bahagia bersamamu" Setetes air mata akhirnya jatuh dipipi kiri Kim Heejung, ia buru-buru menyekanya, menyimpan air mata itu di tangan kirinya.
"Akan selalu kuusahakan bu..." Jennie mengigit ujung bibirnya, merasakan kebohongan pada ucapannya, namun pada saat yang sama terdapat desiran aneh didadanya, mengungkapkan sedikit keinginannya bersama pria itu.Selepas percakapan singkatnya dengan Kim Heejung, Jennie masih terjaga, merasakan dinginnya ruangan dan gelapnya malam. Kedua sudut mata Jennie masih memakunya, pria didepannya, yang tengah tertidur tenang disofa panjang itu. Kembali merasakan degupan cepat, namun Jennie tahu hal itu jelas harus Jennie lawan. Secepat itukah ia jatuh cinta?
***
Kim Hanbin terbangun di pagi buta, ia tidak sadar bahwa ia telah tidur cukup lama. Netra Hanbin langsung tertuju pada gadis didepannya yang tengah meringkuk di sofa yang lebih kecil dari yang ia tempati, seketika merasa bersalah saat harus membiarkan gadis mungil yang memiliki senyuman indah itu terlelap disofa. Hanbin lalu melihat keadaan kedua orang tuanya, masih terlelap tenang. Kembali lagi sepasang bola mata Hanbin terpaku pada gadis itu, Kim Jennie. Dan desiran aneh dirasakannya, ia tahu jelas apa yang tengah dialaminya. Begitu cepat. Namun apa yang salah tentang menyukai seseorang, waktu tidak menjadi hambatan untuk itu kan?
***
Dua hari berlalu, kini sepasang Kim, orang tua Hanbin telah dinyatakan boleh pulang dan hanya perlu istirahat dirumah, dua hari itu pula Jennie dan Hanbin semakin sering berkomunikasi, sekedar menanyakan kabar atau perkembangan project kerja mereka. Dua hari waktu yang sangat cepat untuk mengenali seseorang, namun baik Jennie maupun Hanbin merasa bahwa inilah tempat yang tepat bagi mereka, tempat dimana mereka yang saling berbagi tawa saat Jennie dapat mendengar lelucon tua Hanbin atau saat Hanbin dapat melihat senyum Jennie yang mengembang saat wanita itu mendengar ocehannya.
"Apa makanan yang Ibu dan Ayah sukai?" Tanya Jennie pada sambungan telponnha dengan Hanbin.
"Untuk apa itu?" Kim Hanbin menjawab diseberang sana.
"Aku akan menjenguk mereka hari ini"
"Kau tidak ingin tahu makanan kesukaanku? Tanya Hanbin penasaran.
"Untuk apa aku tahu?" Tanya Jennie renyah.
"Kau hanya membawakan untuk orang tuaku?" Hanbin berkata kecewa. Mendengar Kin Hanbin yang marah karena hal kecil ini membuat Jennie tertawa.
"Kau kan tidak sakit" Jennie masih dengan senyum mengemangnya.
"Aaaiisshh yasudahlah, ayah dan ibu sangat suka pie susu" Hanbin masih dalam mode marahnya.
"Benarkah?, kurasa aku bisa membuatnya"
"Ya ya ya" Jennie kembali tertawa, cukup kaget dengan Kim Hanbin yang childish nya.
"Hahaha, baiklah apa makanan kesukaanmu?" Jennie menyerah dengan Hanbin.
"Bagaimana dengan kare?" Hanbin berkata dengan senyum mengembangnya. Dan matilah Jennie, ia bahkan belum pernah mencoba memasaknya!
"Kare? Baiklah, akan kubuatkan" Jennie sedikit gugup, ia tak yakin dengan jawabannya. Kare? Bukankah makanan itu penuh dengan rempah-rempah? Jennie memang pemasak yang cukup andal, namun untuk masakan macam itu, butuh banyak waktu untuk latihan.***
Jennie kembali ke rumah ini, jika sebelumnya acara tak terduga, lain halnya dengan ini, dengan sengaja dan sepenuh hati Jennie mampir.
"Ibu sedang dikamar sepertinya" Hanbin menengok kearah Jennie, ya! Hanbin menjemputnya dan mereka pergi bersama. Hanbin melangkahkan kakinya diikuti Jennie menuju kamar Kim Heejung.Kim Heejung begitu kaget melihat siapa yang datang, sedang Ayah Kim Hanbin yang yerlihat lebih bugar memilih untuk berdiam ditaman belakang rumahnya.
"Kalian pergi bersama?" Tanya Kim Heejung dengan penuh senyuman. Hanbin yang kikuk memutuskan keluar membiarkan kedua wanita itu menikmati waktunya.
"Ya, Hanbin menjemputku..." Jennie membalas senyunan Kim Heejung. Jennie lalu meletakan kantong yang sedari tadi ia pegang.
"Kudengar Ibu suka pie susu?" Jennie meletakannya di meja sebelah ranjang Kim Heejung.
"Hanbin pasti?" Tebak Kim Heejung, Jennie hanya terkekeh kecil dengan tebakan itu.
"Bagaimana keadaan ibu?" Jennie duduk di tepian ranjang Kim Heejung.
"Aku sudah baik-baik saja Jen, jangan terlalu khawatir" Kim Heejung meraih tangan Jennie dan mengusapnya pelan.
"Maafkan aku tidak bisa menjenguk Ibu kemarin" Ucap Jennie dengan raut sendu, meletakan tangan satunya diatas tangan Kim Heejung.
"Tidak apa, kutahu kau banyak pekerjaan--" Kim Heejung memasang senyumannya.
"--bagaimana kalau kita makan pie mu di depan?" Kim Heejung melanjutkan, memimpin jalan menuju ruang tengah.Terlihat Kim Jeongwoo dan Kim Hanbin sedang mengobrol disana, Jennie dengan kantong makanannya menghampiri mereka.
"Jennie membuat pie susu, mari kita makan bersama!" Seru Kim Heejung yang meletakan dudukannya disamping suaminya. Jennie mengeluarkan makanannya dimeja, membuka wadah makannya dan terlihat beberapa potong pie susu disana, terlihat cantik seperti orangnya.Mereka masing-masing mengambil sepotong pie kecuali Jennie. Gugup, mungkin itu yang ia rasakan, Jennie khawatir pienya tidak sesuai selera mereka.
"Euuummmm, enak sekali Jen, bagaimana kau membuatnya?" Ucap Kim Jeejung setelah menyuapkan sepotong pie kedalam mulutnya, Jennie yang awalnya menggigit bibirnya ragu, kini tersenyum.
"Waaah, Jennie sungguh wanita yang pandai memasak" Kim Jeongwoo tiba-tiba berucap, membuat semburat merah muncul dipipi tebalnya.***
Kim Jeongwoo dan Kim Heejung tengah terlelap selepas memakan obatnya. Kim Hanbin memilih mematik rokok dan menghisapnya di taman belakang.
Jennie menghampiri lelaki akhir 20-an itu, terlihat kepulan asap disana.
"Heey..." Kim Hanbin menoleh pada sumber suara, melihat Kim Jennie yang mendekat membuatnya buru-buru mematikan rokoknya, melemparkan puntung rokoknya ke tanah dan menginjaknya hingga padam. Hanbin tersenyum melihat wanita berkemeja kotak-kotak itu.
"Kenapa dimatikan?" Jennie bertanya setelah menempatkan dirinya disamping Kim Hanbin yang tengah duduk di kursi. Hanbin hanya tersenyum mendengarnya, membuat Jennie berkerut dahi.
"Oh iya mana kare ku?" Tanya Hanbin bersemangat untuk mengalihkan suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Murphy's Law - When Everything Went Wrong
FanfictionSeseorang yang tak tahu letak kesalahannya, hingga beribu alasan memintanya untuk berpikir kembali, namun kesalahan itu tetap dilakukannya hingga ia tahu bahwa ia sudah tidak bisa memperbaikinya lagi. Aku tahu bahwa menjadi salah bukan hal yang bena...