Kim Hanbin tengah mengeratkan pelukannya pada wanita bernama Kim Jennie itu, meletakan kepalanya pada ceruk leher sang wanita, kedua pipi mereka bertaut, memandang kedepan, menikmati suguhan alam serta menikmati kebersamaan mereka yang jarang dilakukan.
Hanya seperti ini, seperti tempat yang memang seharusnya. Hanya dengan wanita itu dan ia melupakan segala yang ada didunia.
"Aku ingin bertemu Rosé" Jennie sedikit membalikan badannya, menatap Hanbin yang termenung.
"Nanti juga dia pulang" Hanbin menjawabnya tanpa menatap balik wanita itu.
"Harusnya kau membangunkanku" Jennie mengerucutkan bibirnya, kembali menatap lautan kedepan.
"Kau terlihat begitu lelah, bagaimana aku membangunkanmu?" Hanbin melirik Jennie, menatap dari samping dan begitu dekat wanita itu, bagaimana anak rambut dari surai panjangnya sedikit menutupi pipinya yang memesona.
"Aku belum sempat bertemu Rosé dan June semalam. Aku kan kesini bukan hanya untukmu" Jennie kembali mengerucutkan bibirnya. Hanbin tersenyum melihatnya.
"Kau kan tahu mereka jika berdua? Nanti kita--" Belum sempat Hanbin melanjutkan katanya, suara dering ponsel Jennie muncul. Jennie melihatnya, dan pergi menjauh melepaskan tautan jarinya dari Hanbin."Ya Ayah?" Panggilan yang sangat Jennie hindari.
"Percepatlah pernikahan kalian!!" Titah orang diseberang sana, Jennie menaikan satu alisnya.
"Apa terjadi sesuatu?" Tanya Jennie bingung.
"Cepat atau kubongkar rahasiamu!!!" Pria itu lagi-lagi membuat alasan yang sama seperti saat memaksanya untuk menerima perjodohan dengan Kim Hanbin. Jennie terdiam kaku, seketika hatinya merasakan rasa bersalah terhadap pria yang Jennie yakin telah menaruh hati padanya.
"A...a...akan kuusahakan Yah" Jennie berkata gugup, menggigit kuku dijarinya yang menjadi kebiasaannya ketika dibawah tekanan. Panggilan kemudian ditutup sepihak. Jennie kemudian berbalik, menegakan badannya agar Hanbin tidak curiga. Berjalam pelan kearah pria itu walau dengan hati yang begitu ketir.
"Siapa...?" Tanya Hanbin dari jarak yang lebih dekat.
"Ayah..." Jawab Jennie singkat, ia terlihat begitu tenang walau giginya tak sadar sudah menggigiti bibir bagian dalamnya. Hanbin tersenyum singkat, menepuk kursinya untuk diduduki Jennie, kembali dalam posisi back hug nya sembari memandangi pantai dihadapan mereka.***
Hanbin beserta keenam teman juga Jennie kini tengah menikmati makan malam bersama setelah lelah berjalan-jalan seharian. Mereka tertawa bersama, menikmati waktu yang jarang mereka punya.
"Teman-teman, aku punya sesuatu untuk diumumkan..." Sejenak Hayi berbicara, membuat semua tawa seketika lenyap digantikan perhatian mereka yang tertuju pada gadis itu.
"I'm pregnant" Keheningan mereka ditambah dengan rasa bingung yang menyelimuti.
"Benarkah? Anak siapa?" Jisoo menyambar.
"Tentu anakku!!" Jaewon berkata sedikit tersinggung.
"Waaahh... Selamat Jae!!!" June berteriak girang. Ia menampilkan senyumnya. Jaewon tersenyum bangga.
"Terimakasih... Dan kami memutuskan untuk menikah--" Jaewon membalas. Orang-orang yang ada disana hanya bisa menatap Jaewon dengan bingung.
"--aku tahu ini begitu mendadak, tapu kami sebenarnya telah merencanakannya dua bulan lalu" Jaewon melanjutkan ucapannya.
"Sabtu depan acaranya" Hayi menimpali dengan senyum manisnya. Mereka kecuali Jaewon dan Hayi membelalak kaget, berita baik ini sungguh tiba-tiba.Hayi dan Jaewon dibanjiri dengan kata selamat dari teman-temannya disana. Kandungan Hayi telah memasuki usia 3 bulan, dan itu membuatnya untuk terburu melaksanakan pernikahan.
***
Hanbin terbaring dikasurnya. Menatap langit-langit kamar untuk menunggu Jennie-nya. Jennie yang baru selesai mandipun menatap Hanbin yang kini memejamkan matanya. Mengendap-ngendap keluar dan ikut berbaring di kasur mereka, memeluk erat dada bidang Kim Hanbin yang kini tak berbenang.
"Ada apa?" Jennie merasakan sedikit perbedaan dari pria itu.
"Aku hanya sedang bepikir--" Hanbin menggantungkan kata-katanya, merengkuh wanita itu.
"--tentang kita..." Lanjut Hanbin. Jennie mendongak menatap kedua bola mata Hanbin.
"Kenapa? Kau iri dengan Jaewon?" Tanya Kim Jennie. Pria itu balik menatapnya.
"Aku...terpikir untuk menikah... Bagaimana?" Hanbin berkata cukup lirih. Jennie dengan sunggingan senyumnya menjawab.
"Kenapa tidak?" Jawab Jennie malu-malu, Hanbin cukup terkejut dengan ucapan wanita itu.
"Kau serius? Bukannya kau bilang untuk menunda perjodohan kita?" Hanbin menatap serius Kim Jennie, ia teringat kata-kata wanita itu ketika tempo hari bersamanya.
"Aku...aku hanya menunggumu melamarku..." Jennie menyembunyikan wajahnya di dada Hanbin. Bukan ini sebenarnya maksud Kim Jennie, ya! Terlalu banyak kebohongan yang diucapkannya. Hanbin tersenyum geli, melihat Kim Jennie yang tersipu malu dibalik dadanya.
"Kau serius? Kenapa tidak bilang sebelumnya?" Hanbin tertawa lega dengan alasan wanita itu.
"Kupikir kau akan peka! Aku juga wanita, aku ingin dilamar juga" Jennie masih malu dan menyembunyikan wajahnya.
"Haha... Maafkan aku, aku janji untuk membuat lamaran yang tak bisa kau lupakan untukmu" Hanbin masih dengan perasaannya yang bahagia. Jennie Kim, wanita kedua yang akan ia lamar setelah Kang Seulgi.Jennie memberanikan diri melihat wajah Hanbin, pria itu kini memasang wajah mengejeknya, membuat Jennie merasa malunya bertambah.
"Lupakan ucapanku yang tadi!!!" Kim Jennie membalik posisinya, membelakangi Kim Hanbin dan mulai tertidur.
'Maafkan aku Hanbin... Kuharap Ayah menepati janjinya..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Murphy's Law - When Everything Went Wrong
FanfictionSeseorang yang tak tahu letak kesalahannya, hingga beribu alasan memintanya untuk berpikir kembali, namun kesalahan itu tetap dilakukannya hingga ia tahu bahwa ia sudah tidak bisa memperbaikinya lagi. Aku tahu bahwa menjadi salah bukan hal yang bena...