Acara brief design telah usai, entah mengapa pada akhirnya ia yang harus memegang project ini, Jennie yang memikirkan reputasi perusahaanpun hanya bisa menerimanya.
"Girls night out, guys?" Rosé menatap kedua temannya. Rosé, Jennie, lengkap dengan Jisoo kini tengah menikmati makan malamnya.
"Kemana?" Jisoo menjawab dengan pertanyaan.
"Club?" Rosé mengusulkan.Hiruk pikuk dunia malam tengah mereka rasakan, bau menyeruak dari alkohol menjadi hal yang tidak mungkin terlewatkan, dentuman musik yang keras menemani berbagai perasaan orang diruangan ini.
"Heey!!!!" Bobby berteriak cukup kencang untuk mengalahkan suara musik yang begitu berdentum. Ketiga wanita yang cukup kenal dengan suara berat Bobby, melangkah kearahnya. Pada meja yang biasa mereka tempati, ketujuh orang itu menemani satu sama lain.
"Waah, Hanbin akhirnya datang!!!" Rosé berkata, menyapa Hanbin yang sebelumnya tidak datang.
"Aku orang sibuk, tidak sepertimu..." Hanbin menjawab santai, Rosé yang mendengarnya mendelik dan menjatuhkan dekapannya pada kekasihnya June.Mereka berbagi tawa bersama, menghangatkan suasana satu sama lain. Saling melempar canda, termasuk Jennie, namun wanita itu hanya menanggapi candaan Bobby yang kini tengah sesumbar dengan kemampuan memasak dengan mata tertutupnya. Jika dilihat Bobby sangat cocok dengan Jisoo, kemampuan mereka menyemarakan acara dan penaik mood sungguh menakjubkan, menjadikan mereka tampak serasi jika bersama.
"... Dan apa kalian tahu saat Hanbin salah paham mengenai orang yang aku tiduri?" Sasaran pria itu kini Hanbin, Hanbin yang tengah minum tersedak dengan pertanyaan random yang pria bergigi kelinci itu ucapkan.
"Benarkah? Bagaimana?" Jisoo bertanya. Ya! Mungkin menjadi pasangan akan sangat cocok bagi mereka, kemempuan mereka dalam mengumbar aib sahabatpun sama. Semua menjadi terdiam, fokus pada Bobby. Hanbin tengah menatap nyalang Bobby, berharap kejadian memalukan itu tidak diumbarnya. Bobby yang memang pada dasarnya bodoh, tidak peduli dengan tatapan tajam Hanbin.
"Hahaha...sebentar---" Bobby tertawa sendiri membuat orang lain menatapnya bingung.
"Ada apa cepat katakan!" Rosé menyalak Bobby.
"Hahah...oke oke. Hanbin pernah mengira bahwa orang yang kutiduri adalah Jennie--" Tatapan Bobby beralih pada Jennie, dan perasaan Jennie cukup tajam untuk tahu apa yang akan dikatakan Bobby selanjutnya.
"-- dia marah padaku, mengira Jennie mempermainkannya karena sebelumnya mereka tidur bersama" Keempat orang disana kaget, seorang Kim Hanbin? Tidur dengan wanita? Setelah sekian lama? Sedang Jennie kini memerah, kedua pipi tebalnya seperti kepiting rebus, kedua sahabat Jenniepun kaget, Jennie? Tidur dengan sembarang orang? Dan itu Hanbin?Keadaan kini tegang, setelah Bobby melempar candaan mengenai Hanbin dan Jennie dengan tidak sopannya. Harga diri Jennie telah jatuh, tepat setelah Bobby mengatakan hal itu pada teman-temannya.
"Aku pulang duluan" Jennie berdiri hendak pulang dibanding menahan malu didepan teman-temannya. Semua mata menyalang pada Bobby, dan Bobby menatap bingung, apa yang salah?
"Kau...!!!" Hanbin merutuk pada Bobby, berdiri, mengambil jaket dan kunci mobilnya hendak menyusul Jennie.Jennie kini tengah terduduk, aliran air mata mengalir begitu saja. Jennie tak pernah semalu ini sebelumnya.
"Ayo pulang" Hanbin mengulurkan tangannya pada Jennie, Jennie memalingkan pandangannya setelah mengetahui bahwa itu Hanbin.
"Tidak usah, aku bisa pulang sendiri" Jennie berucap sembari sesegukan.
"Dengan penampilan mengerikan ini?" Riasan Jennie yang Hanbin maksud. Hanbin menarik tangan Jennie, mengarahkannya pada mobil Hanbin."Bobby memang bodoh sejak lahir" Hanbin berkata setelah mereka masuk mobil dan menyalakan mesin mobilnya. Jennie tersenyum mendengar hinaan itu.
"Aku... Malu..." Jennie menanggapi Hanbin, sambil menutupi wajahnya.
"Tak apa, tolong maafkan dia" Hanbin mengemudi sambil menenangkan Jennie.Kriing...kringg
"Ya?" Hanbin menerima telponnya.
"..."
Hanbin menginjak pedal rem tiba-tiba sembari menepikan mobilnya. Tatapan Hanbin kaget, menyendu dan tak menentu arah.
"Bagaimana keadaannya?" Hanbin berkata gugup, berharap bukan hal buruk yang akan ia dengar.
"..."
"Aku kesana sekarang!" Hanbin berucap terburu. Setelah itu Hanbin menutup matanya, Jennie yang disebelahnya bingung. Terdengar isakan pelan, Hanbin menangis?
"Hanbin... Ada apa?" Jennie menepuk pelan pundak pria yang tengah menunduk pada kemudi.
"Ayah...dan ibu... Mereka kecelakaan" Hanya kata itu membuat Jennie menatapnya kasihan.
"Bagaimana keadaannya?" Usapan Jennie dipundak Hanbin semakin lembut.
"Aku...akan ke rumah sakit sekarang" Hanbin menatap Jennie dengan air matanya yang mulai mengering. Jennie membalas tatapan Hanbin.
"Aku ikut" Jennie menjawab. Hanbin yang tengah kalut hanya menganggukan kepalanya, membiarkan wanita itu menemaninya. Jennie yang beruntung membawa pembersih riasan, membersihkan dahulu riasannya yang begitu berantakan setelah tadi menangis.Laju mobil Hanbin tak menentu, beberapa kali pria itu hampir menabrak baik itu manusia, kucing yang menyebrang, ataupun menyerempet trotoar.
"Biar aku yang menyetir..." Jennie mendelik kearah Hanbin, pria itu begitu gugup. Orang tuanya sedang butuh pertolongannya. Hanbin menatap frustasi Jennie dan akhirnya menyerahkan semua kendali pada wanita itu.Bersyukur, kedua orang tua Hanbin tidak apa-apa, mereka hanya mendapat beberapa luka kecil dan shock saja, namun kini mereka tengah beristirahat. Membuat Hanbin dan Jennie yang menemaninya bingung untuk berbuat apa.
"Maafkan aku, membuatmu pergi ke luar kota" Hanbin menatap Jennie. Ya! Tempat kecelakaan kedua orang tua Hanbin berada di sebuah kota kecil cukup jauh dari kediaman mereka. Jennie membalas dengan senyuman.
"Tidak apa-apa" Hanbin terhipnotis dengan senyuman wanita didepannya, jantungnya! Apa yang salah dengan jantungnya? Apakah ia harus memeriksakannya selagi dirumah sakit?
"Mengapa kau jarang sekali bicara kalau sedang berkumpul?" Hanbin memulai topik, Jennie lagi-lagi menyunggingkan senyuman maut untuk Hanbin.
"Kupikir ucapanku tidak akan semenarik Bobby atau Jisoo" Jennie mengangkat kedua bahunya. Hanbin membalasnya dengan senyuman hangat.
"Hmm, mereka memang pasangan yang hebat" Jennie yertawa dengan candaan Kim Hanbin.
"Kurasa kau bisa beristirahat di hotel sekarang" Hanbin melirik kecil Kim Jennie sebelum kembali pada tatapannya pada ranjang ibunya.
"Tidak apa, aku bisa bermalam disini" Jennie menjawab.Jika sebelumnya Kim Hanbin yang menatap indah wajah Kim Jennie yang tengah terlelap, kini giliran Jennie yang memandang halus rahang tegas, hidung mancung, dan pipinya yang lembut. Seketika rasa gugup menghampiri Jennie, jantungnya berdetak tak karuan. Jennie rasa ia telah jatuh cinta pada Kim Hanbin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Murphy's Law - When Everything Went Wrong
FanfictionSeseorang yang tak tahu letak kesalahannya, hingga beribu alasan memintanya untuk berpikir kembali, namun kesalahan itu tetap dilakukannya hingga ia tahu bahwa ia sudah tidak bisa memperbaikinya lagi. Aku tahu bahwa menjadi salah bukan hal yang bena...