24. Wake Me Up when it's All Over

990 106 0
                                    

Kim Jennie menemukan dirinya yang memakai infus. Bangun begitu lelah dengan keadaanya saat ini. Ia bahkan tidak mengingat dimana dirinya sekarang, yang jelas semua yang ada diruangan ini terasa sangat asing bagi Jennie, bahkan baju yang ia kenakanpun nampak berbeda. Dengan upaya kelelahannya Kim Jennie beranjak dari ranjang yang menimbulkan derit itu, melangkahkan kaki dengan sempoyongan dan kepalanya yang berputar.

Kim Jennie menebarkan pandangannya, terlihat seorang wanita yang segera ia ingat sebagai Dara, si pembunuh sebenarnya. Seketika matanya memerah menahan isakan, menatap wanita itu dengan tatapan penuh kebencian.
"Jennie...!" Kim Jennie masih menatap Dara dengan tatapan tajam tanpa mengindahkan pekikan dari wanita itu.
"Mana kunci mobilku?" Tanya Jennie serentak.
"Kau mau kemana?" Tanya Dara lembut, lebih lembut dari saat ia mengatakan bahwa dengan tubuhnyalah sahabatnya dibunuh.
"Pulang..." Jawab Jennie singkat.
"Kini kau bukan pada saat ingin pulang seenaknya" Dara kembali mengalunkan kata-kata itu dengan manisnya. Jennie hanya berkerut dahi dengan wajah yang masam.
"Bacalah berita itu" Dara memberikan sebuah koran pada Jennie yang didepannya terpampang wajah manis Kim Jennie beserta Ibu dan Ayah tiri sialannya.

Kim Jennie membaca dengan seksama, dan tubuhnya begitu merosot melihat isi berita tersebut. Dan hari ini akhirnya terjadi, beruntung Kim Jennie telah mengetahui kebenarannya.

"Berapa lama aku pingsan?" Jennie masih menatap jijik Dara yang sedang memakan snacknya.
"Dua hari..." Dara tersenyum pahit kepada wanita yang tengah mengandung itu.
"Selama itu? Bagaimana bayiku?" Jennie membelalakan matanya khawatir terhada si jabang bayi diperutnya.
"Kau hanya stress, jangan terlalu banyak pikiran. Dan bayimu tidak apa-apa kecuali dia yang begitu lemah karena kurang asupan dari Ibunya" Dara menasehati. Jennie masih memandang mata Dara.
"Aku ingin pulang..." Jennie terlihat sendu.
"Aku akan menyerahkan diriku ke polisi, tapi maukah kau mengabulkan permintaan terakhirku?" Dara sama-sama sendu. Jennie terbingung.

***

* five months later

Kim Hanbin menghela nafasnya. Memandang kaca jendela kantornya, menatap langit yang begitu biru dipadu dengan awan yang seputih kapas.

Pertarungan dalam hatinya masih sama sejak eman bulan yang lalu. Hatinya masih dimiliki oleh seorang wanita cantik yang tengah mengandung anaknya.

Kim Jennie, nama yang masih sama itu tetap terukir dalam hati Hanbin, masih terpaku pada pikirannya. Masih mengenang dalam memoarnya. Sesaat setelah ia menatap langit biru itu, seketika juga ia bertanya dalam relungnya. Apakah Jennie masih menatap langit yang sama?

"Kau tidak lupa pertunangan June kan?" Jaewon membuyarkan lamunnya.
"Tidak..." Jawab Hanbin singkat. Ya! June dan Rosé akn mengadakan acara pertunangan mereka malam ini. Dan Hanbin sebenarnya lupa akan hal itu jika saja Jaewon tidak mengingatkannya.

Semenjak hari itu tidak kenal lelah Hanbin mencari gadis kesayangannya. Hampir seluruh kota di Jepang ia cari, namun keberadaan gadis itu masih nihil. Begitupun perkembangan berita mengenai mendiang Ibu Jennie. Tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana kelanjutan kasus itu. Dan kembali sebuah pesan membuyarkan lamunannya.

'Temani Ibu untuk check-up ke rumah sakit pukul 3 sore'
Pesan yang cukup singkat dengan maksud yang jelas. Seperti itulah Ibunya Hanbin, tak ada kesempatan untuknya mengelak.

***

Kim Jennie dengan perut yang besar tengah berjalan disebuah gang pusat kota. Selepas membeli bahan-bahan untuk makanannya sehari-hari dirinya memutuskan untuk pulang.

Tubuhnya meringkuh, semakin susah untuk berjalan dengan beban berat perutnya didepan. Jennie semakin sulit hanya untuk bernafas sekalipun.

Semenjak empat bulan yang lalu sejak Dara menyerahkan dirinya pada polisi. Dara dihukum 25 tahun penjara dan Ayahnya dengan berbagai kasusnya dihukum seumur hidup. Jennie cukup rutin mengunjungi kedua orang itu. Kenapa? Karena Jennie pikir mereka hanyalah sebagian orang yang terhalangi oleh nafsu sesaat mereka. Lagipula mereka telah meminta maaf padanya. Juga Ibunya.

Perusahaan yang dibangun Ibunya juga Ayah tirinya terpaksa untuk bangkrut. Jujur Jennie tidak mengharapkan apapun untuk segala hal yang mereka tinggalkan. Kehidupan Jennie tidak jauh dari kebangkrutan perusahaan itu. Sejak berita itu keluar dan walaupun ia diputuskan tidak bersalah, belum ada pekerjaan yang menerimanya. Selama empat bulan Jennie hanya hidup dari uang tabungannya. Hidup begitu hemat agar uangnya cukup hingga setidaknya sampai kelahiran anaknya. Bahkan Jennie belum membeli peralatan bayi untuk anaknya, yang Jennie punya hanya beberapa baju bayi yang Dara berikan kepadanya sebelum dirinya mendekam dipenjara.

Dua bulan dari situ Jennie merasa Jepang bukanlah rumah untuknya. Jennie memaksakan dirinya pindah. Walaupun hanya tinggal disebuah flat kecil, namun Jennie merasa nyaman disini. Jennie tidak berharap sedikitpun dari teman-temannya disini untuk bertemu, bahkan dengan Hanbin. Ayah dari anak yang dikandungnya kini. Jennie cukup tahu bagaimana keadaan mereka. Tapi Jennie sekali lagi mencoba teguh pada pendiriannya. Ini jalan yang dipilihnya, menyedihkan memang. Namun mungkin hidup sebatang kara hanya ditemani anaknya akan terasa lebih mudah untuknya.

Murphy's Law - When Everything Went WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang