t h e ㅡ d a r k n e s s

213 62 11
                                    

•d e a t h m a p•

Tanpa sadar, kaki mereka telah berlari menjauh, hingga matahari sudah pulang ke peraduan.

Dalam hati, Hyunjin merutuki kabut yang semakin tebal saat malam dan kenapa pula mereka tak kunjung keluar dari hutan ini?!



"Jeno, Hwang, tunggu!"

Nancy memegangi lututnya, berusaha mengatur nafas, tampaknya kelelahan. Tak heran, mereka sudah berlari sangat jauh.




Jeno mendekati gadis itu. Jeno juga merasakan paru-parunya seperti teremas saat berlari, ia lelah. "Nancy, kamu masih kuat?"

"Kita tidak mungkin menemukan jalan keluar sekarang." Somi mendongak, menatap ke arah tiga temannya. "Kalau kita terus berlari, aku takut kita akan keluar rute dan tersesat."


Hyunjin tampak memikirkan perkataan Nancy. Kalau dia memutuskan untuk berlari, Nancy juga akan cedera, tak mungkin juga ia meninggalkannya disini.

Apalagi matanya tak bisa melihat hal lain selain pohon-pohon berkanopi dan kabut.





Hyunjin menyenderkan Somi pada pohon. Sepertinya gadis itu pingsan karena syok atau karena luka di kakinya itu.

"Ayo, kita istirahat sampai matahari terbit atau setidaknya sampai kabut ini menipis." Jeno dan Nancy mengangguk.





"Menurut kalian, apa yang terjadi tadi? Kenapa tiba-tiba ada mayat gosong yang muncul dan mencengkeram Somi?" tanya Jeno sembari memejamkan matanya.

"Semua ini diluar nalar," ucap Nancy. "Sebenarnya apa yang disembunyikan peta itu?"


"Apapun itu, kita tak perlu tahu. Kita hanya harus pulang dengan selamat." Cowok itu, Hyunjin, menyobek lengan kaosnya menjadi sleeveless shirt. "Nancy, obat merah."



Nancy segera mengeluarkan obat merahnya dari tas dan menyerahkannya pada Hyunjin. Cowok itu membasuh luka Somi dengan air minum yang ia bawa, lalu menteskan obat merah di sepanjang goresan, menutupnya dengan sobekan kaos tadi.









Setelah membalut luka Somi, Hyunjin menarik nafas panjang. Tubuhnya serasa remuk, seluruh sendi di tubuhnya memberontak, ditambah lagi ia berlari dengan membawa gadis itu di punggungnya.

Malam ini, Hyunjin berdoa, semoga mereka dapat kembali dengan selamat.









d e a t h m a p









Hyunjin terbangun merasakan genggaman lemah di tangannya. Sebentar, ia menyesuaikan cahaya yang menyusup lewat celah pepohonan rindang sekitarnya.

"H-Hwang." Suara itu terdengar lirih, tapi cukup membuat Hyunjin terbangun sepenuhnya.

"Somi!" Hyunjin menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah pucat gadis itu. Ia bersyukur, Somi sudah sadar walaupun wajahnya masih sepucat pagi.



"Kamu tidak apa-apa?" Hyunjin bertanya khawatir. Somi menggeleng, membuat Hyunjin merasa lega.

Nancy melihat sekelilingnya. Ia masih ada di hutan? Dan juga kakinyaㅡ

"Setidaknya darah sudah berhenti," kata Hyunjin tiba-tiba saat melihat Somi menyentuh pergelangan kakinya yang terbalut.



"Aku bahkan masih bisa merasakan tangan kasar dan dingin mayat itu, lalu kuku tajamnya yang memberikan goresan membuat selku terasa terbakar." Somi memejamkan matanya, berusaha mengusir bayangan mengerikan itu.


Hyunjin membuka resleting weistbag-nya, mengambil peta itu. Mata Hyunjin menajam, ia yakin bahwa ia tidak menghapus rute yang telah mereka lewati, namun semua jalur termasuk angka 13ㅡyang menunjuk pada rumah merekaㅡjuga hutan tempat mereka berada terhapus dari rute peta.

"Astaga, Hwang! Itu darah!"





Hyunjin tersentak ketika peta itu seperti dirembesi oleh darah. Ya Tuhan, apalagi ini?


Cowok itu segera membangunkan Jeno dan Nancy. Mereka harus pergi, bagaimana pun caranya.

"NANCY! JENO!" teriak Hyunjin sambil menepuk pipi mereka. "Kita harus segera pergi!"

Jeno menggeliat. "Apa? Sekarang juga? Ya Tuhan, tubuhku bahkan tidak bisa digerakkan," keluhnya.


"Sekarang atau kita tidak bisa keluar selamanya." Hyunjin berkata dengan nada mengancam, membuat Jeno terdiam. Hyunjin sedang tidak main-main. "Oke, oke. Tapi sebentar, aku harus buang air kecil."

Nancy menghampiri Somi. "Kamu baik-baik saja?" Somi mengangguk, kemudian Nancy beralih pada Hyunjin yang kelihatannya sedang tegang. "Ada apa sebenarnya?"


Hyunjin menunjukkan kertas kuning usang yang kini setengahnya telah berubah merah.

Nancy menutup mulutnya yang ternganga. "I-itu darah? Siapa?" tanyanya terbata.

"Muncul begitu saja. Karenanya, kita harus segera keluar."









Krek! Kretak!









Nancy, Somi, dan Hyunjin menoleh satu sama lain. "Hwang," lirih Nancy. "Suaranya berasal dari arah Jeno pergi tadi."

Hyunjin mengambil dahan pohon jatuh yang lumayan besar. "Aku tahu." Hyunjin berbalik, menatap pada dua gadis di belakangnya. "Nancy, tetap bersama Somi." Nancy mengangguk.

Hyunjin berjalan waspada ke sumber suara. Apapun itu, Hyunjin berharap Jeno baik-baik saja. Ia tidak akan memaafkan apapun itu yang telah membahayakan teman-temannya.

"Lee Jeno?"

Refleks, cowok itu mengacungkan tongkat kayu yang ia bawa kala sebuah suara cekikikan terdengar. Hyunjin mengedarkan matanya menyapu setiap sudut.







Hyunjin merasakan kepalanya berdenyut saat ia melihat Jeno dengan keadaan tak sadarkan diri tengah dililit oleh makhluk berleher panjang dan juga berwajah rusak.












"MAKHLUK TERKUTUK!"

DEATH MAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang