•d e a t h m a p•
Hyunjin memijit pelipisnya pelan, pening tak berkesudahan ia derita, problematika rumit melanda.
"Sebentar, biar aku simpulkan dari awal," katanya. "Peta itu, dari awal adalah jebakan. Rute yang sudah kita lewati hilang, artinya kita tidak bisa bebas kecuali kita menyelesaikannya sampai akhir.
Hutan ini bukan sekadar tempat yang dipenuhi pepohonan dan kabut, jelas hutan ini lebih dari itu. Kemudian, kita diserang oleh makhluk aneh.
Siapa saja yang diserang oleh makhluk itu akan mendapat tanda terkutuk, aku tidak tahu apakah kutukan itu baik atau malapetaka."
Somi yang sedari tadi menggenggam tangan Nancy mulai bergetar, berkeringat dingin.
"J-jadi, aku dikutuk? Tapi kenapa? Bagaimana jika aku mati?"
Nancy menarik Somi dalam dekapan, menenangkan diri dari kepanikan, dan ketakutan yang tak diinginkan. "Somi, tenanglah."
Namun, itu hanyalah kalimat yang semu, nyatanya mereka semua diliputi ketakutan sampai mereka lupa bagaimana ketenangan.
d e a t h m a p
Tekanan bukan berarti mereka hanya diam. Keempat remaja itu sepakat untuk melanjutkan rute, menyambung harapan untuk bisa kembali.
"Astaga, kabut sialan." Seperti biasa, Somi mengumpat.
Dalam langkahnya, Nancy mendongak, setelah berhari-hari di sini, Nancy tak bisa melihat langit, pohon dan kabut selalu menyembunyikannya.
"Aku punya firasat akan turun hujan."
"Apa kamu pawang hujan sekarang?" tanya Somi.
"Itu bukan pertanda baik," celetuk Jeno di belakangnya. "Kabut saja sudah menyusahkan, hujan tak perlu ditanya."
Nancy sendiri sedang diambang bimbang. Sejak tadi, ia merasa sedang diawasi, namun ia abai. "Aku juga punya firasat lain."
Somi yang melipat tangannya angkuh di depan dada, melirik ke belakang. "Apa?"
Nancy menelan salivanya, ia ragu, namun ia merasa takut jika ia menyembunyikannya sendiri. "Aku merasa diawasi, entahlah, hanya saja aku merasa ada mata yang mengawasi kita seperti target buruan."
"Jangan pedulikan." Hyunjin yang mendengar gelisah Nancy menyahut tajam. Dalam hatinya, Hyunjin meminta, berserah pada Sang Maha Melihat untuk melindungi mereka, senantiasa.
"Aku tahu," jawab Nancy lirih.
d e a t h m a p
Seakan firasat Nancy adalah kebenaran, hujan menurunkan tetes dan rinainya, kilat menambahkan suram suasana.
"Sial, hujan." Hyunjin bergumam. Ia menatap lamat peta di tangannya, sebuah pondok reyot menjadi petunjuk kemana mereka tuju.
"Hwang, kita harus berteduh!" seru Somi, memeluk tubuh yang mulai menggigil.
"Aku tahu, peta ini menunjukkan ada sebuah pondok di depan. Bertahanlah."
Empat remaja itu memutuskan untuk percaya pada Hyunjin, bertahan. Syukurlah cowok itu tidak salah perhitungan, terlihat sebuah pondok reyot di tengah kabut dan hujan.
"Aku melihatnya, pondok itu!" Somi memekik girang, tangannya tak henti menunjuk-nunjuk. Ia berlari mendahului Hyunjin, tubuhnya sudah tak bisa lagi menahan dingin.
"Hei, jangan lari, bodoh!" Jeno menghela napasnya, kemudian berlari mengejar gadis itu. Bisa bahaya jika Somi sendirian.
Sementara itu, Hyunjin menilik ke belakang, pada Nancy yang masih menangkap pandang tak tentu arah.
"Hwang, aku takut, sangat."
"Jangan takut, ada aku, Jeno, dan Somi yang selalu ada."
Hyunjin sampai di pondok reyot itu, sudah ada Jeno dan Somi yang tengah menghidupkan lentera tua. "Hei, lihat ini, ada lentera juga," seru Jeno senang.
"Kita bisa beristirahat disini sampai hujan reda," sahut Hyunjin yang baru datang.
Somi mengangguk menuetujui. "Ya, kamu benar. Ini belum malam, namun di luar sangat gelap."
"Hwang, mana Nancy? Bukankah tadi dia bersamamu?"
"Tentu sajaㅡ" Hyunjin membalikkan badannya, seketika itu pula seluruh jiwanya terguncang, langit seakan runtuh menimpanya. Nancyㅡmenghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MAP
Mystery / Thriller[lengkap] Peta yang menuntunmu menuju kematian ㅡ"Don't follow the map or you will die." ㅡ"I don't believe the shit that you said." highest rank : #46 in thriller aphroditesjung©2018