t h e ㅡ a n g e l

141 42 8
                                    

•d e a t h m a p•

"Aku baru sadar sekarang." Jeno, cowok itu menyandarkan tubuhnya pada batang pohon tua, berkata pada dua temannya.

Mereka sepakat untuk mencari Nancy saat itu juga, tak peduli hujan, tak peduli gelap. Pikiran mereka hanya satuㅡmenemukan Nancy.

"Apa?" tanya Hyunjin.

"Makhluk yang menyerang Somi, setelah aku pikir sama dengan tetangga penginapan kita. Bayangan asing yang kita lihat hari itu, sama persis dengan tetangga yang memberiku peta ini."




Somi membeku, sadar dengan fakta yang baru saja Jeno katakan ialah benar. "Wajah mayat itu, walaupun gosong, samar aku bisa tahu kalau dia tetangga kita!"





Ketiga orang itu meneguk ludah susah payah. Hyunjin menyisir rambutnya kebelakang, frustasi. "Jadi, benar? Mereka semua adalahㅡsetan?"





"Shit, hidup kita benar-benar terkutuk!" umpat Jeno sembari menjambak rambutnya.


"Tu sei la prossima anima."





Hyunjin mendengar Somi menggumamkan kalimat tersebut, sedetik kemudian ia menyesali, merutuki, dan mengumpati dirinya sendiri.

"Kamu adalah jiwa berikutnya."

Sekarang, Hyunjin tahu apa maksud sebenarnya kalimat Italia tersebutㅡmereka kini paham, mereka ditakdirkan untuk mati terkutuk, menjadi jiwa tak tenang, jiwa yang hilang arah.

Sejauh apa pun mereka melangkah, hanya ada kematian yang mereka temu.

Setelahnya, Hyunjin tertawa sumbang. "Terkutuklah aku."









d e a t h m a p









Tiga orang tersebut memutuskan untuk segera mencari Nancy, mereka tak bisa membiarkan setan itu mengutukㅡbahkan membunuh Nancy.




Demi Tuhan, diantara mereka, Nancy ibarat seorang malaikat tanpa sayap.

Nancy selalu mengingatkan Jeno saat cowok itu berolahraga selama berjam-jam untuk berhenti, membawakan salad sebagai bekal, ataupun hanya menemani.

Nancy selalu sabar menghadapi sifat Somi yang sarkas, meminta maaf pada orang-orang atas sikapnya yang menyakiti hati, mendengar celoteh Somi tentang parfum keluaran baru, atau kehebohannya saat Somi melihat ada keriput di wajahnya.

Bagi Hyunjin, Nancy adalah orang yang yang selalu mendengar ceritanya, memberi saran, dan menghiburnya. Nancy sudah seperti adik perempuannya.

Jeno, Somi, dan Hyunjin tidak akan membiarkan Nancy pergi. Mereka rela menukarkan nyawa asal gadis itu selamat.






Mereka menyusuri hutan kabut itu, memanggil-manggil Nancy berharap mereka mendengar sahutan gadis itu.








Tiba-tiba saja, Somi yang berada di tengah merosot ke tanah. "Somi!" Jeno dan Hyunjin berseru panik.

Tatapan gadis itu kosong, seperti kehidupan telah terenggut darinya. "Ada apa, Somi?" tanya Jeno panik.



Tiba-tiba saja, Somi mulai menangis, tubuhnya menggigil, iris matanya bergerak gelisah, bahkan ia mulai menggejal-gejal.

Ia persis seperti orang kesetanan, bahkan dirinya kini mulai berteriak dan mencakar-cakar udara kosong.

"JEON SOMI!" Hyunjin berteriak panik, namun gadis itu malah semakin histeris yang membuat Jeno dan Hyunjin kewalahan.



Yang bisa dilakukan dua cowok itu hanyalah memeluknya erat sambil merapalkan doa, menyelipkan nama Somi di dalamnya.

Tak berselang lama, Somi kehilangan kesadarannya. Ia tak lagi histeris, tubuhnya juga tak lagi menggigil.

Hyunjin menyeka sudut matanya, ia menangis. "Somi?" panggilnya sambil menepuk pipi Somi.


Hyunjin melakukannya berkali-kali. Sampai akhirnya, gadis itu membuka matanya lebar secara tiba-tiba yang membuat Hyunjin dan Jeno terkejut.


"Astaga, Somi!"




Nafas Somi terengah-engah. Bibirnya langsung menggumamkan nama Nancy. "Hwang, Jeno, Nan-NancyㅡNancy, diaㅡ"

"Somi, tenanglah!" Jeno berusaha menenangkan gadis itu, namun ia tetap menyebut nama Nancy.





"Nancyㅡdia, aku tahu dimana dia."

"Apa?" Somi mengangguk. "Hwang, a-aku tahu dimana Nancy."

DEATH MAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang