t h e ㅡ e n d

176 41 1
                                    

•d e a t h m a p•

"Toh tak ada bedanya, pada akhirnya kita juga mati." Hyunjin dengan seringai mengerikan mengambil sebuah batu tajam, cukup untuk merobek daging manusia.




Lelaki itu menatap Somi, seakan dia adalah mangsa buruan. Hyunjin kini bukanlah Hyunjin, ia adalah seorang jiwa yang tersesat dalam alur pendosa.


"Jadi, ayo kita mati sekarang."

Somi menggeleng panik, nalurinya berkata untuk lari, namun menggerakkan kaki saja sulit.




Ia beringsut mundur, menatap Hyunjin penuh takut, kala mata yang hilang arah itu bersitubruk dengannya.


"Kamu gila setelah kematian Nancy. Aku juga gila. Orang yang hilang akal tak akan mendapat siksa atas dosanya. Jadi, ayo kita mati saja. Kamu ingin bertemu dengan Nancy dan Jeno kan?"












Hyunjin terus melangkah mendekat, sementara itu tubuh Somi terserang tremor dan ia meracau panik, seperti orang gila.



Tawa kecil keluar dari mulut Hyunjin, ia begitu senang melihat Somi seperti itu. Keinginan untuk membunuhnya kian membesar.







Ditariknya rambut Somi kuat, hingga kepalanya tercengklak ke belakang. Hyunjin mendekatkan wajahnya pada Somi, menatapnya lekat selama beberapa saat, kemudian seringai mengerikan itu muncul.






"Bersiaplah menuju kehidupan yang kekal, sahabatku."



Somi semakin ketakutan, ia meremas apa saja yang tangannya dapat, kemudian melemparnya pada Hyunjin.




"PERGI, PERGI, PERGI!"


"PERGIIII!!!"


Tanpa Somi duga, tangannya telah menggenggam sebuah batu, melemparkannya ke wajah Hyunjin.


Hyunjin membeku, memegangi dahinya yang sekarang ternoda oleh darah.

Ia menatap Somi nyalang, sorot matanya menandakan amarah yang mendalam. Hyunjin mendesis, "Dasar sialan."





"AKU KIRIM KAU KE NERAKA!"








"AAAKKKHHH!!"








Setelah berkata demikian, Hyunjin telah menancapkan batu tajam, memuncratkan semburan darah milik Somi.




"Bagaimana rasanya? Menyenangkan bukan?"







Somi mengerang, memegangi perutnya yang tertusuk. Ia lantas mengumpulkan segenap kekuatannya yang tersisa, mencoba lepas dari cengkeraman Hyunjinㅡtidak, tapi iblis yang mengambil alih Hyunjin.




Somi merintih, "Akh."







"Mau lari dariku, hm?"







Sekeras apa pun Somi berusaha, ia tetaplah lemah. Sekuat yang ia bisa untuk menyeret kedua kakinya pergi menjauh, namun Hyunjin bahkan bisa dengan santai menariknya kembali.



Crash!



"AAAAAAKKHH!"


Hyunjin kembali menusuk Somi, kali ini ia tak akan memberi kesempatan bagi Somi untuk kabur, Hyunjin benar-benar menyiksanya.



Berkali-kali Somi ditusuk, dibanting ke sana kemari. Gadis itu tak lagi merasakan sakit, ketika yang ia rasa hanyalah dunianya yang berputar, kesadarannya tinggal tersisa setengah.

"Masih belum mati juga, ya?" Hyunjin bermonolog. "Bagusnya aku apakan?"






"Aku pisahkan bagian tubuhmu saja ya? Hehehe."







"AAAAKKKHHH!" Setelah mendengar Hyunjin tertawa seperti itu, otomatis Somi berteriak ketakutan.


Kepala Somi dibenturkan pada batu besar, hingga batu itu berubah merah.




"Ah, aku lupa kalau aku punya pemantik api."  Hyunjin berjalan menjauhi Somi, selama beberapa saat, ia sibuk mengumpulkan dahan-dahan.



Keadaan Somi yang memiliki perut, lengan, dan paha yang robek, juga tengkorak yang sepertinya retak, hanya bisa terbaring dengan nafas berat.

Bahkan untuk bernafas saja rasanya perih, sepertinya tusukan Hyunjin berhasil mengenai paru-parunya.






Setelah berhasil menghidupkan api yang membumbung tinggi, Hyunjin menyeret Somi bersamanya.



Dua pasang mata itu menyala, memantulkan panas dari api yang menjilat. Hyunjin berkata, "Ayo, kita mati bersama."







Hingga hari itu akhirnya tiba, saat dimana hutan ini kembali menjadi saksi, langit kembali membiarkan tragedi.




Dua jiwa yang tersesat, berhasil mencapai rute akhir, yakni kematian mereka sendiri. Peta itu, kini telah menyelesaikan tugasnya, mengantarkan pada akhir kisah.








Pohon-pohon itu mungkin berduka, bergemerisik menghadirkan melodi, mengiringi kepergian mereka, juga dengan hembusan angin yang berdoa, semoga bahagia akan abadi, pada mereka yang telah mati.




































d e a t h m a p
[ e n d ]

Woohoo!!
Dengan adanya an ini, aku menyatakan book death map resmi tamat!

Terima kasih buat 500 pembaca, berapa pun itu, aku tetep bersyukur.

Maaf kalau ceritanya cuma segini aja, karena dari awal, aku engga ada niatan untuk bikin cerita panjang karena wb issue.

Sekali lagi, book ini resmi tamat dan terima kasih buat semua pembaca! Saranghaeyo.

Sebagai penutup, aku akan publish epilog besok!

Sincerelly,
Johanna Jung.

DEATH MAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang