t h e ㅡ h u n t

234 70 67
                                    

•d e a t h m a p•

"Oke, bila itu terjemahnya, tapi apa maksudnya itu?" tanya Nancy.

Somi mencebik. "Mana aku tahu."



"Sebaiknya aku simpan saja." Jeno menghela napas dan berniat untuk kembali menggulung kertas menguning itu yang lebih mirip seperti perkamen.

"Aku tahu apa maksudnya."

Perharian ketiga orang itu sepenuhnya beralih pada Hyunjin. Cowok itu seakan telah menemukan kepingan puzzle yang menjadi petunjuk mereka.



"Ini mirip seperti treasure hunt. Seseorang memberi kita peta dan tentu saja kita harus mencapai tempat dimana harta itu disembunyikan. Jelas tertulis disitu bahwa kita adalah jiwaㅡmaksudnya, pemain berikutnya. Ini sebuah undangan permainan."

Hyunjin menunjuk tempat awal dari rute yang tergambar di peta itu. "Lihat, disini tertulis angka 13, nomer penginapan kita. Selanjutnya, peta ini mengarah pada hutan."



"Hwang, rute ini cukup ekstrem. Apa sebaiknya kita abaikan saja?" Somi berpikir bahwa bermain treasure hunt pada tempat yang bahkan baru ia datangi tanpa persiapan apa-apa adalah hal yang beresiko.

Tidak ada petunjuk apapun mengenai harta karun apa yang mereka cari, selain itu Somi memiliki firasat buruk dengan kalimat, tu sei la prossima anima.



Hyunjin menaikkan satu alisnya dan tersenyum remeh pada Somi. "Apa kamu takut?"

Jeon Somi yang memiliki reputasi setinggi langit merasa tersinggung diremehkan seperti itu. Ia mendecih. "Jangan merendahkanku!"






"Sebaiknya kita mulai besok pagi saja. Kita masih butuh persiapan untuk menghadapi rute, terutama di hutan."

Nancy mengangguk setuju. "Jeno benar. Satu lagi, jika rute itu berbahaya, kita harus melupakan permainan ini dan mengembalikan petanya."









d e a t h m a p









Hari berikutnya, setelah menyelesaikan ritual sarapan, empat remaja itu berkumpul di halaman depan.




Semalam, Hyunjin sudah memikirkan idenya baik-baik. Sebenarnya ia tidak benar-benar mengerti dengan peta itu, Hyunjin hanya mengikuti firasatnya.

Tu sei la prossima anima, kamu adalah jiwa berikutnya.


Rasanya Hyunjin seperti tertantang untuk mencari tahu apa maksud kalimat itu dan kemana pula peta itu membawa mereka.

Ia tahu bahwa ini bukanlah sekadar treasure hunt biasa. Bahkan, Hyunjin ragu jika harta karun yang dimaksud bukanlah harta karun.




Tak lama kemudian, Nancy dan Jeno keluar dengan tas masing-masing.

"Wow, aku cukup kaget kamu hanya membawa weistbag sedangkan kami membawa ransel yang sudah dipersiapkan sejak tercetusnya ide permainan ini," ucap Jeno saat melihat Hyunjin.


"Kamu pikir kita akan berkemah seperti anak pramuka di hutan? Kita akan kembali sebelum gelap."




"Baguslah jika itu rencanamu." Somi baru saja keluar dengan ransel sedang di punggungnya. Gadis itu masih bercermin, memastikan liptintnya telah sempurna.

Hyunjin tersenyum. "Oke, kita mulai rutenya."









d e a t h m a p









DEATH MAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang