Tiga

4.8K 745 38
                                    


Jaehyun menatap Penasihat Kim saat seorang pelayan menaruh nampan di atas meja bundar miliknya dalam perpustakaan istana.

Alisnya berkerut meminta penjelasan, namun Penasihat Kim hanya tersenyum, menunggu pelayan beranjak dari sana.

“Park Agasshi meminta saya menyampaikan ini pada Putra Mahkota.”

“Siapa?”

“Park Agasshi, Putra Mahkota.”

Jaehyun melirik kotak bekal di atas meja bundar. Lalu melanjutkan membaca tanpa ingin menaruh perhatian lebih.

“Buang saja.”

“Maaf, Putra Mahkota?”

“Aku bilang buang, Penasihat Kim.”

Jaehyun menutup bukunya hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

“Bagaimana bisa kalian menerima bingkisan seperti ini? Bagaimana jika dia menaruh sesuatu disana? Lain kali jangan terima bingkisan apapun darinya.”

Jaehyun menggerutu meninggalkan Penasihat Kim yang menunduk hormat. Diraihnya kotak bekal pemberian Jiyeon, ditatapnya sebentar lalu dibawanya menuju lorong paviliun. Jaehyun berniat akan membuang bingkisan itu.

“Seja Jeoha? Apa yang anda lakukan?”

Jaehyun mengurungkan niatnya saat Doyoung datang. Lelaki itu menghampirinya dan menatapnya penuh tanda tanya.

“Hyungnim ingin makan?”

“Ne?”

“Makan. Seseorang memberikan bingkisan ini untukku. Tapi aku tidak tertarik.”

Doyoung meraih pemberian Jaehyun ragu-ragu. “Siapa?” tanyanya penasaran.

“Putri bungsu Mentri Pertahanan.”

“Park Jiyeon? Park Jiyeon yang menggemaskan itu?”

Kening Jaehyun berkerut menatap Doyoung tak terima.

Menggemaskan?

Bagaimana mungkin ada manusia di dunia ini yang melihat gadis urakan itu menjadi menggemaskan?

Pada bagian mana Doyoung salah melihatnya?

Jaehyun menepuk bahu Doyoung. “Hyungnim pasti sedang tidak sehat. Hati-hati dengan makanannya, mungkin dia meletakkan sesuatu disana.”

“Ya! Mau kemana?”

“Paviliun Barat. Aku ingin beristirahat.”


●●●●

 

Hingga memasuki usia tujuh belas, Jaehyun masih rutin menerima bingkisan berisikan makanan yang tentu saja selalu ia tolak.

Terkadang ada beberapa lembar surat di dalamnya. Sekali dua kali Jaehyun menyempatkan diri untuk membaca. Lalu pada kiriman selanjutnya, ia hanya akan mengirimkan seluruh bingkisan itu pada Doyoung.

Karena toh sepupu lelakinya itu tidak pernah keberatan.

Penobatan putra mahkota dilaksanakan saat umur Jaehyun mencapai tujuh belas. Malam itu saat pesta besar perayaan sedang dilangsungkan, Jaehyun untuk pertama kalinya kembali melihat Seohwa setelah bertahun-tahun gadis itu menghilang demi mengikuti sang ibu yang harus kembali ke negeri seberang.

Seohwa datang dengan hanbok merah delima yang membuat kulit putihnya terlihat bersinar. Begitu cantik dan anggun.

“Seohwa?”

Jaehyun menoleh, mendapati Jiyeon yang berdiri di belakang mereka menggenggam bingkisan lainnya.

“Park Jiyeon? Oreunmarita!”

Mereka berpelukan singkat di hadapan Jaehyun yang sore itu tengah berjalan santai bersama Seohwa mengelilingi Paviliun Barat.

“Bagaimana kabarmu? Hyaa, Jiyeon sekarang sangat cantik!”

“Aniyo! Seohwa kau lebih cantik. Kenapa tidak memberi kabar akan kembali?”

Lalu mereka terlibat pembicaraan singkat yang menyenangkan, namun mengenyampingkan Jaehyun. Hingga sang Putra Mahkota berdehem keras, kembali mengambil perhatian.

“Ah iya, apa yang Jiyeon bawa?”

“Ini.. hanya kotak bekal biasa..”

Jaehyun menatap Jiyeon tajam. Memberikan sinyal padanya agar tidak perlu mengatakan hal yang tidak penting di hadapan Seohwa.

“..untuk Putra Mahkota.”

Namun harusnya Jaehyun tau bahwa tidak ada yang mampu menghentikan Jiyeon bahkan hingga detik ini.

“Woah, Jiyeon masih menyukai Seja Jeoha? Seperti dulu?”

Jiyeon mengangguk malu-malu. Lalu mengulurkan bingkisan miliknya pada Jaehyun. Dan entah mengapa itu justru membuat Jaehyun mendengus jengah. Ia mulai lelah pada sikap Jiyeon yang tidak pernah ingin mendengarkannya untuk berhenti.

Bingkisan itu beralih ke dalam genggaman Jaehyun dengan kasar. Wajah sang Putra Mahkota mengeras.

Selain menjadi pengganggu, Jiyeon juga telah merusak suasana sorenya bersama Seohwa. Jaehyun membenci Jiyeon. Ia amat ingin gadis urakan itu menghilang dari hidupnya.

“Aku mungkin belum pernah mengatakan ini, jadi aku akan mengatakannya sekarang.”

Jaehyun bersuara dengan nada jengkel bercampur amarah.

“Park Jiyeon-ssi, aku tidak menyukaimu. Aku benci sikapmu yang urakan dan tidak anggun. Aku tidak suka bekal buatanmu. Aku muak melihatmu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Kali ini, hanya kali ini saja. Bisa tolong kabulkan permintaanku? Jangan lagi muncul dan mengganggu kesenanganku. Aku lelah melihatmu yang tidak berhenti tersenyum konyol didepanku!”

Jaehyun berbalik, meninggalkan Seohwa dan Jiyeon yang terdiam disana usai mendengar penuturan panjangnya.

“Oh, Seja Jeoha! Aku—eh, bingkisan lagi?”

Dan Jiyeon tidak dapat lebih hancur lagi saat Jaehyun mengoper bingkisan pemberiannya pada Doyoung seolah ia benar-benar tidak menginginkannya sama sekali.

[✔] Selenophile | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang