Enam

5.3K 754 27
                                    


Jaehyun yakin ia telah belajar untuk mengendalikan diri semenjak usianya menginjak belasan tahun. Seharusnya, tidak sulit baginya untuk menenangkan diri dan tetap diam meski gemuruh dalam dadanya tengah bergejolak hebat.

Tapi kali ini ada yang aneh dalam dirinya. Jaehyun merasa begitu berantakan dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.

“Perihal keuangan dan materi ketatanegaraan, guru besar akan datang setiap—“

“Bisa tinggalkan aku sendiri?”

“Ya, Putra Mahkota?”

“Tinggalkan aku sendiri. Aku sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.”

Jaehyun meninggalkan seluruh pengawalnya untuk memasuki perpustakaan. Pada waktu siang hari seperti saat ini perpustakaan memang akan terasa sepi. Itu karena tidak ada orang yang ingin membaca pada waktu-waktu rawan kantuk menyerang.

Jaehyun sendiri juga terhitung jarang mendatangi perpustakaan istana pada waktu seperti ini. Namun berhubung ia sedang ingin sendiri, Jaehyun tidak memiliki pilihan lain selain bersembunyi di perpustakaan.

“Aduh..”

Langkah Jaehyun terhenti. Suara yang begitu familiar menyambangi pendengarannya. Berusaha mencari sumber suara, Jaehyun menemukan Jiyeon tengah berdiri jinjit untuk meraih sebuah buku yang diletakkan pada rak ketiga.

Gadis itu tampak berpegangan pada rak. Bibirnya mengerucut lucu dengan kedua pipi yang menggembung. Ekspresi yang belum pernah Jaehyun temukan padanya selama ini.

Jiyeon berhasil meraih buku yang ia inginkan setelah berusaha cukup lama.

Jadi gadis itu memutuskan untuk keluar dari perpustakaan sebelum akhirnya manik madunya bertemu dengan hazel kelam sang Putra Mahkota.

“Ah.. Annyeonghasimika, Seja Jeoha.”

Jiyeon memeluk bukunya lalu memberi hormat. Dan tentu saja itu membuat Jaehyun terpana.

Jauh di dalam hatinya Jaehyun berharap bahwa Jiyeon akan terlihat senang dan melompat-lompat kecil seperti yang biasa gadis itu lakukan setiap kali ia menemukan Jaehyun.

Namun kali ini berbeda. Jiyeon berdiri tenang dengan mata lantang namun datar miliknya. Seolah pertemuan mereka, setelah sekian lama tidak saling bertatap muka adalah hal yang biasa saja.

“Apa yang kau lakukan disini?”

Jaehyun mencoba untuk bersikap biasa. Melirik buku yang Jiyeon peluk namun segera disembunyikan olehnya dengan cepat. Itu adalah buku dasar berpedang. Untuk apa Jiyeon membaca buku seperti itu?

“Saya hanya mencari buku bacaan, Jeoha.”

Mereka saling bertatapan. Sudah dua minggu sejak Jaehyun menemukan gadis itu bertemu janji dengan Doyoung di pondokan kecil pinggir danau.

Memakan bekal bersama.

Terlihat sangat akrab.

Dan jika boleh jujur, Jaehyun merindukan keributan yang selalu Jiyeon hadirkan dalam hidupnya selama ini.

“Kalau begitu saya permisi pamit, Jeoha.”

Melihat tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Jiyeon kembali membungkuk pamit. Namun tepat saat gadis itu berjalan melewatinya, Jaehyun bersuara lantang.

“Rasanya menyenangkan karena hidupku lebih tenang sekarang.”

Ada jeda lama dan keheningan panjang disana. Jaehyun tau ia pasti telah menyakiti Jiyeon untuk yang kesekian kalinya, namun sebuah emosi membuat sang Putra Makhota tidak perduli.

“Saya minta maaf pernah mengusik kehidupan Jeoha. Jeoha dapat memegang janji bahwa saya tidak akan melakukannya lagi. Selama yang Jeoha inginkan.”

Lalu Jiyeon menghilang dibalik rak-rak tinggi perpustakaan.

●●●●

“Kau belajar?”

Jiyeon mengangguk.

“Memangnya kenapa?”

Doyoung tampak berpikir sejenak.

“Ah.. waktu pendaftaran Seleksi Putri Mahkota sudah dekat. Kau ingin ikut, ya?”

Jiyeon terdiam. Benar. Bagaimana ia bisa lupa? Jiyeon mempersiapkan dirinya dengan baik selama ini, bahkan ia begitu hapal kapan seleksi itu akan dimulai.

Tapi itu semua sudah berlalu, Jiyeon bahkan sedikit terkesima mangetahui bahwa patah hati membuatnya melupakan ambisi-ambisi lamanya yang terasa menyakitkan.

“Tidak.”

Doyoung menoleh.

“Kenapa? Satu istana tau kau ingin ikut seleksi itu.”

“Oh ya?” Jiyeon terkejut, “Bagaimana bisa?”

Doyoung terkekeh gemas, “Kau selalu berteriak di depan semua orang bahwa kau akan memenangkan seleksi pemilihan putri mahkota dan menjadi pendamping Jaehyun. Kau tidak ingat?”

Jiyeon terdiam. Lamat-lamat berpikir dan kini merasa begitu malu pernah melakukan hal memalukan seperti itu. Terlebih, hingga seluruh istana tau perihal keinginannya dulu.
Jiyeon mendesah gusar.

“Tidak. Aku berubah pikiran.”

“Kenapa?”

“Karena sesuatu menyadarkanku. Aku pikir berada di samping Putra Mahkota memang bukanlah tempatku.”

Hening mengisi ruang diantara mereka untuk sesaat. Sebelum akhirnya Doyoung berdehem canggung.

“Apa karena Jaehyun selalu menolakmu?”

Jiyeon tersenyum, mengangguk. “Dia membuatku sadar bahwa aku terlalu memaksakan diri selama ini. Bahwa aku lupa perihal perasaan yang tidak bisa dipaksakan.”

“Kau pasti sangat mencintainya..”

Doyoung menatap Jiyeon. Gadis itu melebarkan bola mata. Binar matanya tampak penasaran akan kesimpulan yang Doyoung utarakan. Dan jujur saja, ia terlihat sangat menggemaskan bagi Doyoung.

[✔] Selenophile | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang