“Mau kemana?”
Jaehyun menatap Doyoung yang buru-buru menyusun buku miliknya setelah pelajaran materi pemerintahan selesai.
Tidak seperti biasanya, lelaki yang lebih tua satu tahun darinya itu tampak seperti sedang dikejar waktu.
“Pelajarannya sudah selesai, bukan?”
“Kenapa buru-buru?”
“Aku ada janji.” Jawab Doyoung singkat. “Bukannya Seja Jeoha juga memiliki janji dengan Seohwa-Agasshi?”
Jaehyun menaikkan alisnya merespon, namun kemudian mengedikkan bahu tidak perduli karena Doyoung benar. Ia ada janji untuk mengajak Seohwa berkeliling desa usai pelajaran selesai.
Gadis anggun itu sudah menunggunya di depan gajebo saat Jaehyun baru saja turun. Sebuah senyum hangat merekah dari bibir sang Putra Mahkota mengawali perjalanan mereka.
Hampir beberapa hari belakangan Jaehyun merasa hidupnya amat tenang. Bahkan jauh lebih tenang daripada apa yang pernah ia bayangkan.
Tidak ada lagi kehadiran gadis urakan seperti Jiyeon yang membuntuti segala kegiatannya. Atau bingkisan-bingkisan aneh yang datang hampir di setiap minggu dan Jaehyun tidak sekalipun mencoba untuk membukanya.
Rasanya hidup tanpa Jiyeon benar-benar... tenang.
Dan meresahkan.
Entah karena sudah terbasa dengan gangguan yang selama ini ia terima atau Jaehyun memang sudah gila karena beberapa kali dalam hari-hari sepinya belakangan ini ia pernah berharap bahwa Jiyeon akan muncul untuk menyulut emosi-emosi aneh yang tidak lagi dapat Jaehyun keluarkan semenjak Park Jiyeon menghilang.
Mungkinkah ia merindukan Jiyeon?
Atau ini sekedar rasa penasaran saja?
“Seja Jeoha?”
“Ah, ya? Maaf, aku sedikit tidak fokus. Kita bicara tentang apa, tadi?”
Seohwa tersenyum kecil dan menutup mulutnya anggun. “Saya berbicara tentang rumah penampungan anak terlantar di pinggiran desa, Seja Jeoha.”
“Ah, rumah penampungan itu. Kau pernah kesana?”
Seohwa mengangguk. “Tempat itu begitu tenang dan menyenangkan. Ada banyak anak-anak yang meskipun terlantar tetapi tetap memiliki semangat yang tinggi untuk melanjutkan hidup.”
Jaehyun tersenyum mendengarnya.
“Kau menyukai anak-anak disana?”
Seohwa kembali mengangguk.
“Mereka menyenangkan untuk diajak bermain. Lagipula, memang itu yang mereka butuhkan karena anak-anak disana tidak lagi memiliki keluarga.”
Jaehyun menatap seohwa kagum.
“Kini kau terlihat semakin sempurna.”
“Ne?”
“Seohwa-ssi begitu anggun, cerdas, juga bertutur kata dengan baik. Aku pikir mungkin Tuhan hanya berbaik hati hingga tahap itu, tapi ternyata beliau memberikanmu kelembutan hati dan jiwa sosial yang tinggi.”
Mereka saling terdiam. Jaehyun dengan senyum mempesona miliknya sementara Seohwa dengan ekspresi terkejut yang ketara.
“Sebenarnya.. saya tidak sebaik Seja Jeoha bayangkan.” Seohwa tertawa, membuat Jaehyun menatapnya bingung. “Saya mengenal rumah penampungan itu dari Park Jiyeon.”
Jaehyun terdiam.
“Jiyeon yang membawa saya menyusuri pelosok desa hingga menemukan tempat yang begitu menyenangkan. Mungkin jika itu saya, akan mustahil rasanya memulai petualangan menuju pinggiran desa hanya demi rumah penampungan. Tapi Jiyeon beberapa kali membawa saya kesana. Dan saya mulai terbiasa dengan bahagia yang Jiyeon janjikan.”
“Bahagia.. yang dijanjikan?”
Seohwa mengangguk.
“Sebenarnya sore itu saya ingin membawanya ke kota untuk berbelanja. Tapi Jiyeon mengatakan bahwa ada bahagia lain yang lebih sederhana untuk didapatkan. Ternyata, itu adalah anak-anak rumah penampungan yang membuat tawa Jiyeon terdengar lebih bahagia. Jiyeon jarang berbelanja, saya pikir mungkin ia selalu menyisihkan uangnya untuk anak-anak disana.”
Kepala Jaehyun terasa berdenyut mendengar terlalu banyak informasi perihal Park Jiyeon.
“Karena itu saya pernah mengatakan bahwa Jiyeon itu bukan gadis yang jahat, dia hanya sedikit—“
Jaehyun tak dapat mendengar kelanjutan cerita Seohwa karena kemudian ia menemukan sosok yang begitu Seohwa elu-elukan itu tengah duduk di sebuah pondok kecil di pinggiran danau yang ada di sekitar istana.
Kedua kakinya terjulur namun tak menyentuh tanah. Ia tidak melakukan apapun dan itu membuatnya terlihat sangat manusiawi. Seketika saja Jaehyun merasa ingin menghampirinya. Jadi ia menghentikan langkah dan menatap seohwa.
“—Jiyeon itu sangat dewasa dan—“
“—Seohwa-ssi, aku minta maaf tapi aku harus pergi.”
“Ne? Seja Jeoha?!”
Jaehyun menulikan telinga dan berjalan menuju pondok kecil tempat Jiyeon tengah duduk. Beberapa langkah lagi, hanya beberapa langkah lagi menuju gadis itu sebelum langkah Jaehyun terhenti karena kemudian Jiyeon bergerak. Melambai heboh pada sosok yang berada tak jauh darinya.
“ORABONI!”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Selenophile | Jung Jaehyun
RomanceKau tidak cantik, tidak anggun, tidak terlihat seperti gadis kerajaan, kau tau itu?