Smile For Me | 7

5 1 0
                                    

Indi menatap takjub pada sorotan terang berwarna orange itu. Sangat jelas sekali terlihat bagaimana perubahan langit dari terang menjadi gelap.

Angin pantai yang kuat menyapu tubuhnya. Hingga rambut yang tak sempat dia ikat itu pun melambai-lambai diterpanya. Rasa dingin mulai menyelimuti tubuh Indi yang hanya berbalut kaos putih oblong. Membuat Indi bergidik ngeri merasakan sentuhan dinginnya angin.

Puas menatap sang senja. Kini perhatianya beralih pada pria yang sejak tadi hanya diam memandang kosong kearah laut. Indi mencoba untuk membuka suara. Namun tertahan rasa sesak didadanya. Dari awal pergi tadi hingga sampai detik ini Indi belum melihat kembali senyum manis yang biasa Tayler tampilkan kala dia bersama Indi.

Seolah tau, Tayler balas menoleh kearah Indi. Menampilkan senyum manis yang sempat Indi rindukan. Namun kali ini bukan senyum itu yang Indi lihat tapi sorot sedih yang terpancar dari bola mata hazel milik pria tersebut. Memberanikan diri, Indi mengusap pelan wajah sisi kanan Tayler "kenapa?". Namun bukan jawaban yang Indi dapatkan melainkan sebuah dekapan erat seolah tak ingin melepaskan.

Rasa sesak didada Indi kini menyeruak keluar melalui pelupuk matanya. Mengalirkan tetesan bening yang jatuh sampai kebahu Tayler. Seolah cukup dengan saling diam. Keduannya larut dalam sebuah dekapan panjang hingga malam menjelang.

Setelah puas melampiaskan gejolak rasa dalam hati mereka. Kini baik Indi maupun Tayler masih tetap bungkam dalam keheningan dalam sebuah mobil merah yang selalu setia menemani perjalanan mereka beberapa hari ini. Entah mengapa Indi merasa hari ini dia akan kehilangan Tayler. Sesuatu dalam hatinya memberontak. Menolak untuk berpisah. Dan rasa ego mulai muncul saat sadar bahwa Indi memang tidak akan pernah bisa mempertahankan Tayler untuk terus bersamanya.

(Kapan kau kembali ke L'A ?)

Pertanyaan Indi seolah mengingatkan Tayler pada janjinya untuk kembali bersama Exel. Menuntaskan hal yang harus segera dia akhiri dengan orang itu.

"besok"

Seolah sudah tau. Indi hanya menampilkan seulas senyum pahit akan kenyataan bahwa Indi mulai merasa takut kehilangan Tayler. Dia memang tau, bahwa hari esok akan tiba. Hari dimana kisahnya bersama Tayler akan berakhir. Tapi sebelum itu tiba, Indi akan menjadikan setiap detik waktu yang dia lalui bersama Tayler lebih bermakna untuk dia kenang. Ya. Tayler hanya akan menjadi sebuah kenangan saja dalam hidupnya.

(Mau aku tunjukkan sesuatu ?)

"Apa"

(Ikuti petunjukku) lalu mulai mengaktifkan GPSnya menuju suatu tempat yang ingin dia datangi sebelumnya. Namun tak pernah dia lakukan. Tempat dimana senyum itu hilang dan menyisakkan luka dalam dihatinya.

~•~

Hari sudah semakin larut namun rasa kantuk tak pernah datang mengganggu. Seolah mengerti bahwa tidak ada waktu yang ingin Indi lewatkan saat ini.

Sebuah gunungan tanah berhamparkan ilalang didasarnya. Seolah menyambut kedatangan mereka. Mengorek luka lama yang siap Indi buka kembali. Tempat inilah alasan dimana senyum itu hilang. Lalu apa hubungannya dengan pria yang kini disampingnya. Yang saat ini tengah memandang takjub hamparan hijau yang samar terlihat itu. Tentu saja karena Tayler adalah alasan senyum itu hadir kembali.

Indi melangkah pelan menyusuri tiap jengkal rumput dibawah kakinya. Memilih tempat paling tinggi lalu mendudukkan tubuhnya disana. Tayler mengikuti apa yang Indi lakukan. Memilih duduk disampingnya Tayler tetap tenang dengan mata tak lepas dari Indi.

(Ini adalah tempat dimana aku kehilangan senyumku) Indi mengawali kisahnya.

(Kau tau. Dulu aku punya seseorang yang begitu berharga dalam hidupku. Dia sangat menyayangiku dan selalu memanjakanku. Dia selalu tampak kuat namun aku tau dia tidak sekuat kelihatannya. Suatu hari dia menjanjikanku sebuah hadiah untuk hari jadiku yang ke-15. Dia bilang, dia sudah menemukan hadiah yang cocok untukku. Hingga tiba saat aku mendapatkan hadiah itu. Dia membawaku kesini. Namun tak pernah sampai puncak karena semua berakhir sebelum kita tiba disini ) Indi menghela nafas dalam. Rasa sesak mulai menekan dadanya. (Sebuah kecelakaan mobil terjadi disana) lalu Indi menunjuk tempat yang tidak jauh dari tempat Tayler memarkirkan mobilnya. Sebuah jalan berkelok yang lumayan terjal, yang berada tepat dibawah mereka.

Tayler mengusap halus punggung Indi, menepuk-nepuknya pelan. Menyalurkan sedikit kehangatan padanya.

(Aku tidak tau, takdir apa yang Tuhan rencanakan untuku. Yang jelas saat itu aku sangat marah dan kecewa. kenapa Tuhan membiarkannya pergi. Kenapa tidak aku saja yang Dia ambil. Kenapa harus dia. Apa salah dia? )

Tak ada isakan ataupun suara yang keluar dari mulutnya. Namun basahnya pipi dan getaran ditangannya sudah cukup membuat Tayler tau bahwa Indi menangis. Tak ada yang bisa Tayler lakukan atau katakan. Dia hanya berharap bahwa ini bukanlah akhir dari sebuah senyum barunya.

(Tapi seseorang berhasil menyadarkanku. Dia bilang hidup itu untuk bahagia. Bukan hanya untuk sedih dan terluka. Jika kita bisa bahagia kenapa tidak melakukannya. Jangan pernah merasa hidupmu sendiri karena saat itu Tuhan bersama kita. Menjaga kita, menemani kita dan dia janjikan kebahagian yang abadi untuk kita. Jadi masih mau berlama-lama menyimpan kesedihan? ) Tayler termenung perih saat membacanya. Entalah. Mungkin kata munafik dan brengsek tidak akan cukup untuk menggambarkan sosok dirinya saat ini.

(Dan saat ini aku datang lagi bersamamu. Si pembawa senyumku, untuk mengambil hadiahku ) Indi mengakhirinya dengan sebuah senyuman manis diwajah sembabnya.

Tayler menelan salivanya kasar. Rahangnya tampak mengeras. Menahan amarah juga rasa bersalah yang kini mulai menguasai dirinya. Marah pada dirinya karena dia dengan terpaksa akan merampas senyum itu kembali. Menggantinya dengan sebuah luka baru. Senyuman Indi semakin membuatnya merasa bersalah dan sesak didadanya bertambah. Dia tidak mungkin tega merampas senyum itu kembali. Tidak akan pernah bisa. Tapi dia juga tidak bisa menjamin senyum itu akan tetap ada meski dia tetap memilih bersama gadis ini. Ya Tuhan tolong berikan aku jalan keluar dari kegundahan hatiku saat ini batin Tayler pasrah.

(Jadi bukit ini adalah hadiah untuk mu darinya ? ) Indi mengangguk sebagai jawaban.

(Mau ku tunjukan sesuatu ) Tayler mengerutkan dahinya tak mengerti. Tapi kemudian dia melihat Indi berdiri lalu berlari diantara hamparan ilalang yang luas.

Betapa terkejutnya Tayler saat setelah Indi selesai berlari puluhan.. Tidak. Bahkan ratusan kunang-kunang berterbangan cantik di udara. Menari dan meloncat kesana kemari mengikuti semilir angin. Sinar terang ditubuhnya terlihat bagaikan bintang diatas rumput saat langit gelap bersinarkan rembulan.

"Ini adalah bukit bintang. Hadiah dari Bintang" teriak Indi dikejauhan. Dia masih asik bermain dengan makhluk malam bejenis ....... Tersebut. Senyumnya mengembang indah disinari cahaya dari ratusan kunang-kunang. Seolah Ia lupa bahwa hatinya masih terluka.

Tayler berjalan menghampiri Indi. Menghadap tepat didepannya dengan tatap intens yang tak luput dari bola matanya. "Kau menyukainya ?" tanya Tayler lembut.

(Bukankah ini hadiah yang sangat indah. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyukainya ) Tayler mengusap puncak kepala Indi sayang, lalu mengecupnya lembut.

Jika biasanya Indi akan diam terpaku. Tapi tidak kali ini dia justru tersenyum lebar mendapat perlakuan semanis itu. Dengan sedikit berjijit Indi meraih lengan Tayler. Lalu mendekatkan wajahnya dan mengecup lembut pipi kanan Tayler. Setelah itu keduanya tersenyum kembali.

"Kejar aku Tayler " ucap Indi saat dia berhasil mencubit pinggang pria jangkung itu dan berlari menjauhkan diri dari Tayler. Setelah itu terjadilah aksi kejar-kejaran antara Tayler dan Indi. Mengabaikan rasa dingin yang semakin menjadi. Mereka tetap asik berlari. Meninggalkan rasa sesak juga sakit dihati keduanya. Mereka membiarkan bahagia yang hanya tinggal sesaat ini menemani malam mereka.
.
.

Jam dipergelangan tangan Tayler sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Namun dia tetap tidak bisa memejamkan matanya. Lain hal dengan gadis yang kini ada dalam dekapannya. Dia tampak nyaman terlelap dengan balutan hoodie miliknya yang tadi Tayler pakaikan saat dia berhasil menangkap Indi.

Menjadikan sebuah pohon besar untuk sandarannya. Tayler berhembus lelah menengadahkan wajahnya pada langit malam tak berbintang. Matanya menerawang jauh keatas.

Hembusan angin kencang membuat Indi semakin merapatkan tubuhnya pada Tayler. Mencari tempat ternyaman untuk menghangatkan tubuhnya. Tayler yang merasakan adanya gerakan pun menundukkan kepalanya. Menatap Indi lembut dengan senyum tipis dibibirnya. Tangannya terangkat untuk merapihkan beberapa juntai rambut yang menutupi wajah Indi. Ditatapnya lembut wajah damai itu, sebelum akhirnya ia ikut memejamkan mata.

~~•~~

Huuuwwaaaaaa.... Aku baper buat part yg ini.

Apa ada yg ngerasain hal sama denganku ?

Smile For Me ( belum revisi )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang