2. Dia...

130 10 7
                                    

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”(QS Al Ahzab : 58)

🍂

Kemarin Jihan mengirim pesan jika dia jadi mengajakku ke toko buku. Alhasil di sinilah kami sekarang, di sebuah toko buku yang cukup terkenal di kota ini.

Aku melihat-lihat buku yang bisa kubaca selain buku untuk bahan tugas kuliahku. Berpindah dari satu rak ke rak lainnya, namun aku belum menemukan buku yang sepertinya bisa dibaca.

Tunggu, ada satu buku yang cukup menarik dimataku. Buku itu bersampul biru muda. Tanganku terulur hendak mengambil buku itu. Namun belum sempat menyentuhnya, ada tangan lain yang lebih dulu mengambilnya. Reflek aku langsung melihat orang yang sudah mengambil buku itu.

Dan ketika mata elang itu melihatku, cepat-cepat aku pergi begitu saja tanpa permisi. Aku benar-benar tidak mau bertemu dengannya. Dengan dia, laki-laki yang telah membuatku patah dan tidak percaya dengan cinta.

"Sabrina," Panggilnya.

"Sabrina, tunggu." Panggilnya lagi tapi aku tetap mengabaikan panggilan itu dengan tetap bergegas pergi. Sungguh, bertemu dengannya adalah hal yang paling kubenci.

Allah, dari sekian banyak makhluk ciptaan-Mu kenapa aku harus bertemu dengannya?

Keluar dari toko buku, aku turun dari lantai 2 ke lantai 1 menggunakan eskalator dan cepat menuju parkiran lalu menstarter motor ke kampus.

*****

Masih pukul 11.00 saat aku tiba di kampus. Berarti kelas akan dimulai 1 jam lagi. Lebih baik aku pergi ke taman kampus untuk beristirahat sekaligus menenangkan pikiran sejenak.

Ketika sampai, aku duduk disebuah bangku panjang yang berukuran kurang lebih 1 meter yang cukup diduduki 4 sampai 5 orang. Aku mengembuskan napas pelan.

Memoriku berputar pada kejadian 2 tahun lalu.

"Sabrina, saya benar-benar serius sama kamu. Saya dan kedua orang tua saya akan datang ke rumahmu untuk mengkhitbah kamu saat lulus nanti. Jadi saya mohon, tunggu saya sampai saat itu tiba. Sebentar saja," Mohonnya.

Kutatap kedua mata elang itu. Terdapat keseriusan dari binar matanya. Aku yakin dia benar-benar serius padaku. Aku mengangguk sebagai jawaban.

Dia terlihat semringah saat melihat jawabanku. Senyum bahagia begitu tampak di wajahnya hingga menampilkan kedua lesung pipinya.

2 Minggu Kemudian

Hari ini adalah hari yang cukup berharga bagiku. Tepat hari ini adalah hari perpisahan untuk angkatanku.

Kemarin, dia, Kak Gibran, laki-laki yang saat ini menduduki hatiku dan kucintai dalam diam, bilang akan datang. Tapi sampai acara akan dimulai dia belum datang.

Mungkin dia terjebak macet, pikirku.

Beberapa acara telah terlewati, tapi Kak Gibran belum juga terlihat sampai. Apa Kak Gibran lupa? Tapi pagi tadi aku sudah mengingatkannya melalui sebuah pesan yang kuyakini sudah dia baca.

"Dek, kamu kenapa?" Tegur Ummi.

"Nggak apa-apa kok, Ummi." Jawabku.

"Nggak apa-apa kok ngelamun aja?"

"Emh, Sabrina lagi capek aja, Ummi, soalnya dari tadi duduk mulu." Ucapku seraya tersenyum.

"Sabar, sebentar lagi acaranya selesai kok." Aku mengangguk.

Ketika Langit BersyahadatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang