8. Laki-Laki Ar-Rahman

97 7 4
                                    

Hari ini masih sama, aku sama sekali tidak menemukan Kak Adrian di kampus dan nomor Kak Adrian tidak aktif saat kuhubungi. Akun sosial medianya juga sama.

Aku tadi sudah menghubungi Kak Ammar untuk menanyakannya namun dia menjawab sama seperti Kak Juan. Kak Adrian ada acara keluarga di Bogor dan tidak tahu kapan akan pulang. Oh ya, aku mendapatkan nomor Kak Ammar dari Jihan.

Menghela napas, kulipat kembali mukena yang baru saja kugunakan untuk menunaikan salat dzuhur. Seharusnya aku pulang sejak pukul 11.30 tadi, tetapi aku lebih memilih berdiam diri di masjid kampus untuk menenangkan diri sembari menunggu waktu salat dzuhur. Jihan juga sudah pulang tadi.

Hujan turun begitu deras saat aku sampai di ambang pintu masjid. Terlalu asyik berdiam diri membuatku tidak sadar jika hujan turun dan sekarang bertambah deras. Allah menurunkan rahmat kembali pada hamba-Nya.

Aku sudah berkali-kali mengalami ini, berada di masjid saat hujan. Namun entah mengapa aku seperti de javu. Pikiranku berkelana pada kejadian di mana pertama kalinya aku dan dia bertemu.

Hari ini ada pengajian rutin yang diselenggarakan di sekolah, tepatnya seminggu sekali. Bukan hanya pengajian tepatnya karena pembicaranya bukan ustadz saja, tapi motivator muda juga. Acaranya dimulai pukul 07.00 hingga pukul 11.00. Dan sudah selesai satu jam yang lalu.

Teman-temanku sudah pulang. Aku memilih untuk ke masjid terlebih dulu untuk menunaikan salat dzuhur sambil menunggu Abi menjemputku. Kata Abi beberapa menit yang lalu, Beliau sedang dalam perjalanan dan mungkin akan berhenti sejenak untuk salat dzuhur.

Bergegas aku mengambil wudhu agar bisa salat berjamaah dengan beberapa panitia yang kebetulan masih di tempat. Salat berjamaah itu imbalannya 27° lebih besar dari salat sendiri. Dan aku tidak akan melewatkan itu.

Surah Ar-Rahman yang dilantunkan oleh imam salat hari ini sangat merdu hingga membuatku terhanyut. Allah sangat baik menciptakan suara makhluknya dengan indah hingga membuat hamba-Mu terkagum-kagum. Allah, begitu indah ciptaanmu.

"Fabiayyi 'Aalaa'i Rabbikuma Tukadzdziban"

Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan?

Mulai saat itu aku memanggilnya laki-laki Ar-Rahman. Laki-laki yang membuatku jatuh hati hanya dengan mendengar suaranya. Laki-laki bermata elang yang bisa menerbangkan harapanku setinggi langit lalu menjatuhkannya ke palung paling dasar dan merakit luka di hatiku. Dia Gibran Maulana Muhammad.

Dan ketika aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu membuat lukaku yang hampir sembuh terkoyak kembali. Memunculkan sebuah luka baru di hatiku.

"Sabrina,"

Aku menoleh ke sumber suara.

Di sana, tepat 3 meter dariku, berdiri sesosok laki-laki dengan celana kulot hitam serta kemeja berwarna maroon yang lengannya digulung hingga bawah siku. Dan laki-laki itu adalah orang yang tidak ingin kutemui. Kakinya melangkah mendekat hingga jarak kami sekarang 1 meter.

"Assalamu'alaikum, Sabrina," Seulas senyum turut dia berikan padaku.

"Wa'alaikumsalam,"

Bagaimanapun juga aku masih tahu jika menjawab salam itu hukumnya wajib karena salam termasuk doa.

Ingin rasanya aku pergi dari sini. Bertemu dengannya adalah salah satu blacklist dalam rencana hidupku. Tapi aku tidak mau dzalim dengan membiarkan diri ini kehujanan dan sakit setelahnya karena hujan masih deras. Terpaksa aku tertahan di sini.

Dan saat ini aku ingin hujan berhenti secepatnya atau kalau bisa sekarang juga.

"Sabrina, saya ingin menjelaskan tentang 2 tahun lalu."

Ketika Langit BersyahadatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang