3. Sepasang Mata Elang

116 8 0
                                    

“Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.”
(Al-Mursalaat [77] : 22-23)

🍂

DEG!
Dia...

"Perkenalkan, nama saya Gibran Maulana Muhammad. Kalian bisa memanggil saya Pak Gibran. Ada yang ditanyakan?"

Allah, apa lagi ini?

Mata elang itu menatapku, tapi aku tidak mengacuhkannya. Memilih mengambil buku dari tas.

"Pak, udah punya pacar belum?"

Pertanyaan dari Sinta, salah satu temanku,  membuat teman-temanku bersorak, "Huuuuu...".

"Maaf, saya hanya akan menjawab pertanyaan yang penting saja."

Huh, dasar sombong. Pertanyaan seperti itu saja tidak mau menjawab. Eh, kenapa aku protes? Itu kan bukan urusanku.

"Oke kalau tidak ada yang ditanyakan kita bisa mulai kelas ini."

Akhirnya kelas ini dimulai. Sesekali sepasang mata elang melirikku, tapi aku berpura-pura tidak menyadarinya. Sepanjang kelas berlangsung, aku hanya memperhatikan papan tulis, meskipun dia menjelaskan sambil duduk di kursi yang ada di sebelah kanan papan tulis. Katakanlah aku tidak sopan, tapi itu semua aku lakukan untuk menghindari tatapannya.

Kuakui kelas ini cukup tidak membosankan seperti saat Pak Adi mengajar. Caranya mengajar menggunakan metode yang cukup mampu dipahami olehku dan teman-temanku.

Tapi kenapa harus dia yang menjadi dosen pengganti Pak Adi?

*****

Jihan langsung menyeretku ke kantin saat kelas telah usai. Aku rasa dia ingin menagih janjiku tadi. Atau mungkin juga dia sudah sangat lapar karena ini mendekati waktu makan siang. Sampai di kantin, Jihan menyuruhku untuk duduk, sementara dia memesan makanan.

Beberapa saat kemudian Jihan datang dengan dua porsi nasi goreng, milkshake, serta segelas jus alpukat kesukaanku. "Kita makan dulu, habis itu kamu cerita semuanya ke aku."

Menghela napas, aku mengangguk. Aku sudah cukup siap untuk menceritakan semuanya pada Jihan. Toh, kita juga bertemu dengan Kak Gibran yang kebetulan menggantikan Pak Adi untuk mengajar kelas kami. Jujur, aku cukup terkejut akan hal ini. Setelah 2 tahun kami tidak bertemu dia kembali usai aku jatuh cinta pada Kak Adrian.

Aku meminum jus alpukatku menyisakan setengahnya. Pun dengan Jihan, dia menyeruput milkshakenya.

"Jadi, bisa ceritain sekarang?" Adalah pertanyaan pertama dari Jihan usai kami menyantap makan siang.

Menghela napas, aku menceritakan semua yang terjadi tadi pagi pada Jihan. Dimulai pertemuan tak sengaja dengan Kak Gibran, hingga Jihan datang dengan marah-marah karena aku telah meninggalkannya tadi.

"Jadi, hari ini kamu ketemu Kak Gibran udah dua kali?" Tanyanya tak percaya.

Aku mengangguk lemah. "Aku nggak nyangka bakal ketemu sama dia setelah kejadian 2 tahun lalu, Han. Aku pikir kita nggak akan pernah ketemu lagi karena dia udah sama Kak Intan."

"Terus, sekarang apa yang mau kamu lakukan?"

"Aku akan berusaha profesional. Berpura-pura tidak pernah kenal sama dia sebelumnya dan baru mengenalnya hari ini, itupun karena dia jadi dosen pengganti Pak Adi."

Kulihat Jihan mengangguk mengerti. "Aku harap dia nggak macem-macem sama kamu,"

Aku mengangguk setuju. Yah, aku pun berharap demikian. Semoga tidak ada masalah antara aku dan Kak Gibran.

Ketika Langit BersyahadatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang