.
..
...
Katya terbangun dan mendapati Night memandangnya dengan wajah takjub dan senang. Katya berjengit, berusaha menjauhkan tubuhnya dari Night. Namun usaha itu menjadi sia-sia begitu ia menyadari bahwa dirinya masih terikat di kursi berdarah ini. Night menghapus air mata yang mengalir di wajah Katya lalu mendekat
"Selamat datang kembali," ucapnya sambil tertawa.
Pria ini sudah gila! Katya menarik napasnya dalam-dalam. Ia rasanya ingin sekali pulang, dan menghabiskan waktu di kamarnya yang nyaman di Audene.
"Aku sedang memikirkan skenario untukmu besok." Katanya sambil menepuk-nepuk bahu Katya. "Aku akan kembali."
Katya memejamkan matanya dan air mata lagi-lagi mengalir di wajahnya. Ini tidak akan berakhir kecuali ia sudah ditemukan. Tapi, siapa yang akan menemukannya di tempat terpencil seperti ini? Raymond? Niou? Gate Keepers? Alice? Bahkan kini ia merasa tidak yakin Alice mengerti permintaannya. Ia ingin penderitaan ini berakhir.
...
Manager meminta Alice untuk mengambil cuti panjang dan rumor mengenai dirinya yang histeris tengah malam menyebar begitu cepat bagai virus. Selama tiga hari terakhir setiap hari ia didatangi Katya dalam berbagai tampilan yang mengenaskan. Alice tak mengerti apa yang terjadi. Biasanya para arwah itu menampilkan saat-saat terakhir mereka padanya. Tapi tidak dengan Katya. Arwah Katya berubah-ubah. Terkadang ia melihat tubuh yang berlumur darah. Terkadang juga lehernya yang seolah dijerat tali. Terakhir ia melihat Katya yang muntah hebat dihadapannya seolah diberi racun yang mematikan.
Alice menutup matanya erat-erat saat suara Katya memanggilnya lagi. Alice menarik napas dan membuka matanya. Memandangi Katya yang duduk di depannya dengan dahi berlubang, seolah ia telah ditembak.
"Katya,"
Tolong, lirihnya.
Bayang-bayang Katya menghilang. Pengeras suara mengumumkan menyadarkan Alice bahwa kereta sudah tiba di stasiun Alona. Alice cepat-cepat menarik tasnya dan bergegas mencari taksi untuk ke rumah keluarga Van de Berg. Ia sangat perlu diyakinkan bahwa Katya benar-benar sudah meninggal saat eksekusi setahun lalu.
"Alice," Irina yang sedang mengangkat keranjang pakaian yang kosong terkejut saat melihatnya datang. "Kau tidak menelepon akan kemari."
"Aku ingin bicara dengan Ivanna, ada sesuatu yang sangat penting."
"Masuklah, Ivanna sedang di dapur. Ia memanggang Brownies lagi."
Alice mengangguk dan bergegas ke sisi rumah di mana french door yang terhubung dengan dapur berada. Suara mesin pengaduk memenuhi kebisingan dapur dan seperti apa yang Irina katakan, Ivanna berada di sana sedang sibuk dengan adonan Browniesnya.
"Bobby," serunya dengan heran.
"Hai Ivanna," sapanya dengan sedikit gugup. Ia bingung harus memulainya dari mana.
"Ada apa? Kau terlihat bingung dan pucat."
"Oh," Alice menarik rambutnya yang sepertinya sudah tidak ia cuci beberapa hari ini. Sejak Katya muncul, Alice menjadi paranoid dan melupakan banyak hal. "Ada yang ingin kau tanyakan padamu."
Ivanna memandangi Alice, menunggu gadis itu membuka mulutnya. Alice menggigiti bibirnya lagi-lagi ragu untuk bertanya.
"Ada apa?"
"Ba-bagaimana saat Katya meninggal?"
Ivanna memandang Alice seolah-olah gadis itu sedang bercanda.
"Apa dia muntah? Berdarah atau.."
"Apa kau sedang mengajakku bercanda?" Ivanna terdengar tidak bersahabat dari nada suaranya.
"Tidak, aku... aku hanya ingin tahu~"
"Tidak ada darah." Balasnya dengan dingin. "Ia hanya terdiam dan balas memandangi kami. Memandang lurus ke satu titik lalu dia pergi begitu saja."
Alice terdiam. Ia ingin membuka mulut tapi ia melihat bayangan Katya berdiri di belakang Ivanna dengan leher yang tertusuk paku besar berkarat. Alice menjerit, membuat penghuni rumah yang ada beranjak ke dapur.
"Ada apa?" Irina muncul di pintu dapur dengan terengah. Rufolf muncul di balik bahu Irina masih dengan sepatu boot berlumpurnya.
"Aku tidak tahu, dia tiba-tiba saja menjerit."
Irina merangkul bahu Alice dan berusaha menenangkan gadis itu yang terisak-isak sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Irina memapah Alice untuk ke ruang keluarga dan menyuruh Ivanna membuatkan gadis itu teh hangat. Irina pernah mendengar dari Katya bahwa kedua orang tua Alice bercerai dan hak asuh jatuh ke tangan ayahnya, hingga membuatnya tidak bisa bertemu dengan ibunya.
"Tidak apa-apa, sayang." Bisiknya sambil menenangkan Alice.
"Ada apa dengan anak itu?" tanya Rudolf pada Ivanna yang sedang membuat teh.
"Tadi dia bertingkah aneh, menanyakan padaku bagaimana Katya meninggal lalu tiba-tiba saja menjerit ketakutan."
Rudolf mengernyit. "Bukankah semua berita mengatakannya dengan jelas?"
"Bukan seperti itu, Dad. Dia menanyakan apakah Katya saat itu berdarah-darah atau entahlah, dia tidak jelas mengatakannya."
Rudolf seketika tertegun. "Hubungi Josh sekarang juga!" perintahnya.
Ivanna mengerjap heran. "Mengapa?"
"Cepat hubungi Josh!"
Ivanna memandang ayahnya yang tiba-tiba bertingkah aneh. "Dad, apa yang terjadi? Tadi Bobby bertanya hal aneh, lalu Dad tiba-tiba memintaku menghubungi Josh, apa sebenarnya yang terjadi?"
Rudolf menghela napas. "Aku akan memastikan apa yang aneh dengan anak itu. Jika yang aku perkirakan benar, aku akan menceritakan semuanya."
Ivanna memandang Rudolf yang melepas sepatu boot berlumpurnya dan menggantinya dengan sepatu bepergian. Ia mengambil kunci mobil pick up yang tergantung sambil mengenakan jaketnya.
"Aku akan menjemput Dann di sekolah. Aku harap Josh segera kemari begitu aku kembali."
...
..
.
Maaf nggak sempet ngedit. Maaf juga kelamaan, saya kirain nggak ada yang nungguin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vivian Meyer
RomanceHidup Raymond Becker terasa gelap setelah mengetahui bahwa pengadilan telah melakukan kesalahan dengan menghukum mati Katya Van de Berg yang sebenarnya tidak bersalah. Setahun setelahnya dalam perjalanan menuju Alona, Raymond bertemu wanita yang mi...