Tak banyak anak-anak muda yang mau mengabdi di daerah terpencil, daerah yang jauh dari hirup pikup perkotaan. Tidak akan ada mall di sana, akses jalan menuju daerahnya saja susah karena tak ada transportasi. Banyak juga jalanan yang rusak. Tapi, itu semua tak berlaku untuk Jingga, dia sendiri sudah mengidam-idamkannya sejak kuliah disemester tiga kemarin. Menurutnya, dengan mengikuti program mengajar ini akan membawanya pergi menjelajahi Indonesia, sambil mencari pengalaman mengajar anak-anak di pedalaman.Bisa dibayangkan gak bagaimana rasanya mengajar di daerah yang jauh dari tempat tinggal kita. Tentunya akan memberikan pengalaman tersendiri yang tak akan mungkin bisa dilupakan seumur hidup. Ya, namun sayangnya tak banyak orang yang mempunyai pola pikir seperti ini, hanya segelintir orang saja. Bahkan Rani, teman satu kost dan teman kuliah Jingga saja tak mau mengikuti program ini, Rani lebih memilih menjadi wartawan sebuah koran ternama di Jakarta. Padahal, Rani sendiri merupakan lulusan dari sarjana pendidikan. Tak hanya Rani, teman-teman kuliah Jingga yang lain juga seperti itu. Kebanyakan bekerja jadi seorang karyawan, ada yang bekerja di bank, ada juga yang kerja disuatu perusahaan yang tak ada sangkut pautnya dengan jurusan yang diambil waktu kuliah dulu.
"Assalammualaikum Bu?"
"Waalaikummsalam Ingga, yaampun Nak, kok sudah lama gak ada kabar?"
"Ingga, sehat?"
Seorang Ibu yang sudah sangat merindukan Anak perempuan satu-satunya, nampak bersemangat sekali menerima telpon dari Anak yang biasa ia panggil dengan sebutan Ingga. Panggilan yang hanya dilontarkan dari keluarga terdekat Jingga saja, seperti Ibu, Ayah, dan teman-teman dekatnya waktu masih sekolah di Bandung.
"Alhamdulilah sehat Bu, Ibu sehat?"
"Ibu juga sehat, ayah kamu juga sehat, kami baik-baik saja, Nak."
"Sekarang Ingga lagi apa?"
"Lagi duduk aja di kamar, Bu."
"Ayah belum pulang?" sambung Jingga lagi.
"Belum, ayah kamu masih di toko."
"Oh, masih di toko, Ibu udah makan?"
"Sudah Ingga, Ibu sudah makan.""Ingga, pulang Nak ... pulang saja ke bandung. Cari kerja di sini saja," ucap Ibu dengan nada sedikit memohon.
Jingga terdiam seketika mendengar permintaan ibunya. Dia seperti tak tega jika harus menjelaskan semuanya. Namun, dia tetap harus menjelaskan apa yang sudah menjadi keinginanya sejak dulu.
"Ingga, ikut program mengajar daerah tertinggal bu," ucap Jingga dengan ragu.
Mendengar apa yang dikatakan oleh Jingga, Ibunya langsung diam seketika, tanpa bicara satu katapun, diam seribu bahasa. Ketika Jingga memutuskan untuk kuliah di Jakarta saja, Ibunya sudah berat untuk melepaskan. Apalagi sekarang malah mengikuti program mengajar daerah tertinggal itu, akan membuatnya semakin jauh dari Jingga.
"Dan lolos bu ... dapat daerah penempatan di Natuna," dengan nada lembut dan ragu Jingga mencoba menjelaskan kepada Ibunya.
"Bu, Ingga janji bakal jaga diri dengan baik, dan gak akan ngecewain Ibu sama Ayah."
"Bu, maafin Ingga, Bu."
"Ingga, harap Ibu bisa ngerti dengan semua keputusan Ingga."
"Bu ...."
"Bu ...."Jingga terus memanggil nama Ibunya,namun tak ada juga jawaban. Ibunya langsung mematikan telpon begitu saja, Jingga menangis. Dia seperti dihancurkan oleh harapan yang ia bangun sendiri. Bagaimana bisa dia meyakinkan kedua orang tuanya atas niatnya ini.
Tidak ada yang salah, Jingga tak salah karena mempunyai keinginan untuk mengabdi di daerah terpencil itu. Namun Ibunya pun juga tak salah karena mencemaskan putri yang amat ia sayangi. Hanya saja ini masalah waktu, Ibunya butuh waktu untuk merelakan Anak kesayangannya mengabdi di daerah tertinggal itu, dan akan semakin jauh darinya.
***
Senja disore kali ini begitu redup, ia seperti mengisyaratkan bagaimana hancurnya hati Jingga saat ini. Senja pun seola ikut sedih dengan apa yang sedang terjadi kepada gadis manis itu.
Jingga bukan seorang anak yang durhaka dan suka membantah orang tuanya. Hanya saja, ketika dia menginginkan sesuatu yang ia anggap baik. Dia terus memperjuangkan keinginan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JINGGA
Genç KurguTentang bagaimana Jingga yang begitu menyukai Senja. Senja yang hadir dengan sejuta keindahan namun hanya sekedar persinggahan, lalu pergi begitu saja menghadirkan sang malam yang menakutkan.