04 👑 Titik Benci

22 6 3
                                    

Setelah mereka berdua sampai di toilet, Adista diam memandang sekilas toilet yang nampak kotor.

Irena mencapit hidungnya, "Toiletnya bauk banget." Keluh Irena menahan napasnya.

Adista diam, ia nampak mencari peralatan untuk membersihkan toilet.

Adista berjalan mendekat ke arah cermin, lalu ia menundukkan kepalanya dan meraih lap, alat pel, dan ember.

"Gue juga mau ngebersihin, deh!" Seru Irena mendekat ke arah Adista berdiri.

Direbutnya alat pel dan juga ember, Adista menautkan kedua alisnya karena merasa sebal dengan tingkah Irena.

"Adista, ayo ngomong dong! Gue takut kalo Lo jadi bisu beneran." Ceracau Irena.

Adista diam, lalu mengisi air pada ember hingga setengah penuh. Kemudian Adista memasukkan beberapa cairan pembersih dan lap.

"Adista. Lo kesel nggak kalo gue cerewet?" Tanya Irena.

Irena menoleh ke belakang, dilihatnya Adista yang nampak cepat membersihkan kaca menggunakan kain lap.

"Eh, Lo mau dengar cerita gue nggak?" Tanya Irena memeras kain pelnya. Dia tak menghiraukan respon Adista yang nampak diam, ia mengerti pasti Adista nggak akan peduli dengan ceritanya. Tapi entah mengapa, ia ingin sekali bercerita dengan Adista walaupun ia tidak mendapati respon sedikitpun.

"Dulu, gue tuh pernah pacaran sama cowok yang kelewat cerewet dari gue. Nah, setiap hari gue sama dia itu sama-sama cerita panjang kali lebar."

Irena terkekeh pelan, "Gue sama dia sama-sama berebut waktu buat cerita yang menurut orang lain itu, ceritanya sama sekali nggak penting. Tapi menurut gue sama dia, cerita nggak penting itu ngebuat perasaan menjadi lega, seperti beban masalah kita terasa terangkat semua." Sambung Irena.

"Tapi, karena kecerewetan kita yang emang kelewat cerewet, lama-lama kita jadi punya problem. Saling nggak mau ngalah, saling egois, dan saling menyalahkan."

"Disitulah, hal yang ngebuat gue ngerasa nggak cocok lagi sama dia. Terus akhirnya gue kapok pacaran sama orang-orang yang kelewat cerewet dari gue."

Adista diam melakukan aktivitasnya, yaitu berhenti sejenak mengelap kaca. Adista yang nampak tak peduli itu, sebenarnya ia mempunyai pendengaran yang cukup baik, hanya saja wajahnya yang dapat menetralkan suasana hatinya.

"Dan, setelah gue ngeliat Lo. Ngeliat sifat Lo yang kelewat cuek, disitulah gue ngerasa tertantang buat Lo jadi suka sama gue."

Irena menghembuskan napasnya, lalu menunduk. Mereka berdua saling membelakangi.

"Gue juga nggak tau kenapa gue bisa suka sama Lo, bukan suka, tapi gue udah jatuh sejatuh-jatuhnya sama Lo. Dan sikap Lo yang nggak pernah ngasih respon, itu sangat-sangat membuat gue jadi semakin gencar buat nakhlukin hati Lo." Kata Irena meluapkan isi hatinya.

Adista nampak terkejut dengan pengakuan Irena. Jujur, Adista nampak kaget dengan ucapan Irena yang mendarat begitu saja.

"Tapi kayaknya Lo belum suka sama gue deh. Tapi gak pa-pa! Tenang aja, gue udah siapin tembok semen lebih buat ngebentengin hati gue atas respon menyakitkan dari Lo." Ucap Irena, lalu ia membalikkan badan dan menatap Adista dengan senyum yang mengembang. Senyum yang sangat lebar, hingga matanya menjadi terlihat sangat sipit.

Adista menghela napas dengan lelah.
"Adista, Lo belum selesai? Sini-sini, gue bantuin!" Kata Irena sedikit berlari mendekat Adista. Tak sadar dengan tali sepatunya yang terlepas, ia pun menginjak tali sepatunya sediri.

'BRUAKKKK!'

Suara ember berisi air pun tumpah mengenai seragam Adista. Adista menutup matanya karena merasa tubuhnya basah, dan juga sedikit bau.

1. My Ice KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang