Happy reading, geng!
👑👑👑
PAGI ini. Sesuai dengan nasehat yang Lula berikan, Irena berada di depan kelas dan menggenggam satu susu kotak rasa cokelat dengan senyum sumringahnya.
Ia bersandar di depan tembok kelas 10-5 dengan senyum yang tak pernah pudar.
Melihat orang yang berlalu lalang di depannya, tak membuat nyali pada dirinya lenyap sedikitpun. Ia sudah memikirkan matang-matang bahwa ia akan terus memperjuangkannya tanpa ada sedikitpun kata menyerah. Semuanya harus sesuai dengan keinginannya, jika ingin memiliki, yah, harus selalu berjuang, bukannya terus mengeluh.
Irena membenarkan posisinya seraya melihat cowok berjaket bomber berwarna abu-abu mulai mendekati kelas 10-5.
"Pagi, Adista!" Sapa Irena dengan senyum cerianya saat Adista berada di depannya.
Ia berhenti karena merasa namanya terpanggil oleh Irena, mau tidak mau ia harus sedikit menghargai orang lain. Oleh karena itu ia berhenti sejenak di hadapan Irena.
Adista dengan wajahnya yang masih datar hanya berdehem untuk menetralkan suaranya.
"Dis, hari ini gue bawain lo susu kotak rasa cokelat lho!" Ucap Irena berbinar-binar.
"Oh."
"Kok cuma bilang—oh—sih?" Tanya Irena mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil yang sedang kesal.Adista menghela nafas panjang, "Ya." Koreksi Adista untuk mengulang jawabannya.
Irena menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa kesalnya terhadap Adista, ia tidak ingin terlihat sangat menyebalkan di depan Adista.
"Yaudahlah, terserah lo mau jawab apaan." Kata Irena mengedikan bahunya."Nih, ambil." Kata Irena menyodorkan susu kotak rasa cokelat kepada Adista.
Adista melirik sekilas susu kotak yang Irena sodorkan, "Nggak, makasih." Jawab Adista dingin, lalu ia berjalan melewati Irena dan memasuki kelas dengan tatapan mata yang selalu tajam.
Irena mendengus kesal, lalu ia berjalan mengekor di belakang Adista.
Adista meletakkan tas miliknya di atas kursi, sedetik kemudian ia duduk dan memainkan ponselnya.
Merasa tak dihiraukan, Irena menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Adista." Panggil Irena.
"Hm?"
"Nih. Diambil dulu napa, sih? Mau gue paksa kayak kemarin supaya lo mau ngambil dengan cara terpaksa juga?" Kata Irena menawarkan.Adista diam, ia lebih memilih untuk memainkan ponselnya daripada harus tersulut emosi di pagi hari yang cerah ini.
Mencoba menetralkan kekesalannya, Irena memilih untuk memaparkan senyumnya yang lebar.
"Yaudah deh, terserah. Gue taroh di sini, ya? Jangan lupa diminum." Kata Irena meletakkan susu kotak yang ia genggam di atas meja Adista, tak lupa ia melempar senyum sehangat mungkin kepada Adista.Ia berjalan meninggalkan Adista, lalu ia beralih menuju ke tempat duduknya dan meletakkan tasnya pada tempat duduknya.
Irena duduk dengan memperhatikan Adista dari belakang. Dari belakang, wajah Adista memang nampak sangatlah tampan untuk di amati.
Merasa bahwa ada yang memperhatikannya, Adista menoleh ke belakang ke arah Irena yang memang benar Irena sedang memperhatikannya.
Irena yang tertangkap basah memperhatikan Adista secara diam-diam, ia nampak gelagapan dan sesegera mungkin untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia juga melakukan kegiatan lain agar tidak menimbulkan pikiran yang tidak-tidak dari otak Adista.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. My Ice King
Teen Fiction"Dalam hubungan itu nggak ada pemaksaan, kalo emang nggak suka, tolak aja terus." -Adista Zabimanyu. "Susah ya, ngomong sama pangeran es. Padahal, udah dikasih tau setiap detik kalo gue itu jatuh cinta sama dia. Tapi, dia selalu nolak ke gue, terus...