Ma'had Tercinta

174 8 0
                                    


"Alhamdulillaahilladzii Ahyaanaa ba'damaa amaatana wailaihinnushuur. Bangun bangun. Sekarang sudah pukul tiga tiga puluh" bunyi toa dari kantor pusat. Lalu "kriiiiiiiiingg" "kriiiiiiiiiiiing" "kriiiiiiiiiiiiiiiiing" dibangunan empat lantai ini. Tidak ada yang bisa menolak mendengar bel ini. Benar-benar selalu sukses membuat mata semua santri melek.
Beberapa santri sudah bangun. Mengantri untuk ambil wudlu.panjang. tidak sedikit yang ngantri masih dengan mata terpejam.

Kegiatan pondok dimulai. Bangunan empat lantai yang tadi malam sunyi. sepi. Sekarang gemuruh santri bermuroja'ah. Persiapan setor hafalan alqur'an ba'da shubuh kepada Abah yai.

Tak terasa waktu shubuh tiba. Berikan jeda untuk sholat qobliyah shubuh setelah adzan. Lalu Umi -panggilan semua santri kepada istri abah yai- rawuh untuk mengimami. Iqomah langsung dikumandangkan. Kami sholat dengan khusyuk. Ta'dzim menyimak bacaan Umi. Suara Umi sangat enak didengar. Irama ngajinya teratur. Kami semua mengidolai Umi. Berebut ingin selalu dishof awal. Agar dapat mendengar dengan jelas,serta bisa mencium tangan beliau.

"ipeh, kata abah nanti ngajinya di ndalem saja. Abah lagi agak pusing" Ummi ngendika selesai aku mencium tangan beliau. Ummi dan abah bukan orang tua ku. Tapi beliau kenal baik dengan keluargaku. Umi dan abah memang panggilan kami semua. Sudah menjadi orang tua ke dua bagi kami.
"nggih. Mi" jawabku ta'dzim.

Saat ini pondok pesantren Nurul Huda sudah menyangkup santri keseluruhan putra dan putri kurang lebih delapan ratus.

bangunan untuk santri putri dan putra dipisahkan jauh. Tapi model bangunan sama persis. Halaman luas, dindingnya kokoh menjulang empat lantai dengan warna cat hijau muda dipadu dengan hijau tua. Setiap lantai memiliki kamar mandi yang berjejer panjang. Lantai dasar terdiri dari aula pusat tempat sholat berjam'ah dan kegiatan belajar mengajar berlangsung, Kantor pusat, Kantin dan juga beberapa kamar santri. Lantai dua dan tiga sama seperti lantai dasar, hanya saja tidak ada kantin dan kantor pusat,dan jejeran kamar lebih banyak. Lantai empat hanya lantai yang tidak memakai keramik terbentang luas.disitu kita semua menjemur pakaian.

Matahari belum terbit. kami sudah berbondong-bondong menuju ndalem, dengan alas kaki atau bahkan ada yang tanpa alas kaki.biasanya abah yang datang ke aula asrama untuk menerima setoran hafalan kami.kali ini abah sedang tidak enak badan kata umi.

Hanya butuh beberapa langkah saja agar kami sampai ke ndalem.
"Assalamu'alaikum " tanpa mengetuk pintu, Zahra yang mengawalkan salam.
"Wa'alalikumsalam" suara berat abah menyahut dari dalam.

Kita langsung masuk dengan tertib tidak lupa menggesek-gesekkan kaki, basah terkena embun di ujung rerumputan tadi.

"kamu dulu aja, yul. Aku belum bisa" kata risma saat gilirannya maju setor.
"nggak.kamu dulu aja. Wong kamu yang disitu kok" balas yuli berbisik.
"ihhh.. Aku belum siap yul. Kamu kok nggak ngerti banget sih! " suara risma agak kencengan kali ini.
"risma, sini" kali ini suara abah
"aduh. Ayo dong yuli cantik.. Kamu dulu yah. Itu udah kosong" keringat dinginnya sudah sebesar biji jagung.
"risma.. " abah tetap sabar.
Yuli tetap diam ditempat. Berkomat kamit dengan hafalannya. Akhirnya dengan keterpaksaan risma maju. Gemetar saat membaca hafalannya,dari awal sampai akhir.abah hanya tersenyum. Lalu..
"shodaqolloohul'adzim" kali ini risma yang tersenyum, "Alhamdulillaah"
"jangan banyak main ya risma" kata abah lembut."njih, bah" Risma mengangguk ta'dzim lalu meninggalkan tempatnya,bergilir dengan yang lain.

Usia abah lima puluh tiga tahun,Badannya berisi. Putih bersih. Selalu memakai baju dan kopyah putih, senyum selalu ada dibibir beliau.berwibawa dengan jenggot dan kumis yang sebagian sudah berwarna putih.abah Tidak pernah marah kepada santrinya,selalu berbicara dengan nada lembut.

Abah selalu tahu. Siapa saja yang bandel. Yang main terus. Yang setiap malam begadang. Yang rajin.Beliau selalu tahu. Banyak yang bilang abah punya khodam, -semacam pembantu di bangsa jin- yang menyerupai kucing.di pondok memang ada kucing. Tapi aku sendiri pernah lihat abah memang mengontrol pondok tanpa ada yang menyadari.

Malam itu, jam sebelas. aku masih belum tidur. Masih duduk dengan alquran terbuka, tetapi hati dan fikiranku tidak tertuju dengan alquran yang ditanganku.
"ipeh, itu kasihan qur'annya dibuka tapi dicuekkin" kata abah yang tiba-tiba sudah tidak jauh dari ku.
"Astaghfirullohal'adziim abah... "aku kaget.Benar-benar tidak sadar ada abah.
"tidur,ntar bangunnya susah" abah tersenyum.
"njih bah"aku malu.
Abah berbalik badan meninggalkan aku.

SyarifahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang