Ketika kau mempunyai sahabat yang berani mengkritikmu. Maka di situlah kau menemukan sahabat sejati.
Najwa sebenarnya sudah beres dari tadi dengan kerudungnya. Tapi dia masih saja di depan cermin memperhatikan setiap inci dirinya.
"sudah peh. Sudah rapih. Sudah cantik. Kapan sih kamu nggak cantik?kau tahu katrina kaif? Kau fersi berhijabnya peh" tiba-tiba farah ada dibelakangnya.menatap najwa lewat cermin,tertawa.
"nggak usah memuji berlebihan" jawabnya.
"mau kerudungnya berantakan kek gini juga kalo cantik tetep cantik" zahra sengaja mengacak-ngacak jilbab nya."Hey! " najwa melotot pada zahra yang hanya cengengesan.
"kamu nggak paham perjuanganku membereskan kerudungku ini heh? "
"aduuuhh yang mau ketemu sama pujaan hati mah beda" zahra meledek.
"diem" najwa sudah sibuk dengan kerudungnya kembali. dengan rona merah di pipi mulusnya. Zahra dan farah tertawa dibelakangnya."cepetanlah pehh.. Ntar keburu ujan" sesekali farah melihat langit. Sudah mulai gelap. Juga sudah terdengar guntur.
"iya ini bentar lagi, salahin zahra tuh" lagi-lagi zahra hanya tertawa."Udah beres.ayo kita berangkat" najwa merapikan ujung jilbabnya sedikit. Lalu mereka berangkat,meninggalkan kamar mereka.
Mereka bertiga, najwa, zahra dan farah. Dari dulu bersahabat. Satu kelas sejak pertama masuk pesantren nurul huda sampai sekarang. Jadi maklum,mereka sudah sangat akrab. Kemana-mana selalu bertiga.
Tidak ada lagi kata rahasia diantara mereka. Termasuk najwa mempunyai rasa pada kang misbah. Dan farah yang mempunyai calon suami seorang pengusaha muda.
Satu sedih dua menghibur. Satu salah dua mengingatkan. Satu senyum dua bahagia. Satu benar dua mendukung. Satu keliru dua meluruskan.
Najwa terkenal dengan kedirinya. Mempunyai sopan santun yang patut diteladani.supel mau bergaul dengan siapapun. Dan juga cantik bak katrina kaifnya.
Zahra dia putri solo. Anggun. Sangat Lemah lembut. Murah senyum. Masih keturunan darah biru dari ayahnya. Paling tertutup diantara bertiga.
Farah ceplas ceplos. Dengan suara seraknya.tubuhnya putih tinggi berisi. Dia anak konglongmerat dari bandung. Tapi tidak terlihat bahwa dia anak orang kaya. Sederhana. Tidak sombong.
"Astaghfirullohal'adziim,aku kok bawa pulpen yang ini? " najwa menepuk jidatnya. Dia lupa,kalau pulpen yang dia bawa. Adalah pulpen yang sudah habis tintanya kemarin.
"kenapa peh? " farah menengok ke najwa
"salah bawa pulpen" kali ini wajah najwa memelas.
"aduh gimana dong peh. Ini udah mau ujan gede." kata zahra
"ya udah kalian duluan aja deh. Ntar aku nyusul" mana bisa aku nggak ikut pelajaran kang misbah karena salah bawa pulpen. Umpatnya dalam hati.
"beneran ya.kita duluan peh" zahra dan farah meninggalkan Najwa.Dia langsung lari kecil balik ke asrama mengambil pulpen. Jarak asrama dengan kelas tidak terlalu jauh. Tapi memang terpisah. Berjarak. Melewati ndalem.
Ketika najwa sudah dalam perjalan untuk kembali ke kelas,tiba-tiba hujan turun langsung deras. Dia lari agar cepat sampai kelas.saat dia sudah sampai koridor sekolah dia membungkukkan badannya. Terengah-engah. langsung mengatur nafasnya .sebagian baju dan kerudungnya basah. Terkena hujan.
"syarifah? " tidak jauh dibelakangnya seseorang memanggil. suara yang sangat dia kenal.dia mendongak.berdiri membalikkan badan. Benar laki-laki itu kang misbah. Berdiri agak jauh dibelakangnya.
"eh, iya kang" najwa salah tingkah. Tidak pd dengan keadaannya saat ini yang sedikit acak-acakkan.
"kehujanan? Kok tumben baru berangkat? apa nggak bareng zahra sama farah? " pertanyaan sederhana kang misbah sukses membuat najwa terbang.Pertanyaan apa ini? Kang misbah khawatirkah? Tadi kang misbah juga menyebut dua sahabatnya farah dan zahra. Berarti kang misbah sedikit memperhatikan tentang hidupnya.
"ngg.. Mm. Hm.. Itu, tadi tinta eh. Pulpen habis. Mereka duluan" najwa terlihat sangat grogi. "aduh, ada apa dengan lidahku? "umpatnya.
Kang misbah mengangguk. Tidak ada senyum atau menahan tawa saat najwa gagap dihadapannya."sebentar fah" kang misbah masuk dalam ruangan. Lalu kembali dengan membawa jaket di tangannya.
"ini pake fah. Biar nggak dingin" kang misbah menyerahkan jaket pada najwa.
Najwa mengulurkan tangannya, menerima. Tidak ada sedikitpun sentuhan antara keduanya.tapi tanpa sengaja mereka bertatap mata sejenak. "iya, terimakasih kang"Kang misbah mengangguk. Lalu pergi. "oh ya fah" kang misbah putar balik. Kembali menghampiri najwa. "iya kang? "
"itu jaketnya belum pernah aku pake kok. Jadi, nggak bakal ada yang tahu kalo itu punya aku"
"oh. Iya kang. Terimakasih"
Kang misbah mengangguk, kali ini dengan senyuman dia meninggalkan najwa. Tanpa kang misbah ketahui najwa tersenyum lebar dibelakang kang misbah yang sudah berjalan menuju kelas.Tadinya najwa juga berpikir nanti pasti akan diolok-olok sekelas.bahkan sepondok. Kalau mereka tahu dia memakai jaket kang misbah. Tapi dia sekarang lega. Tidak perlu khawatir. Dia langsung memakai jaketnya. Lalu berlari memasuki kelas.
"Assalamu'alaikum maaf saya terlambat kang" seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara mereka.
"iya, silahkan duduk"
"kemana saja peh? "farah langsung bertanya ketika sahabatnya sudah duduk di bangku.
"kejebak ujan"jawabnya singkat. Lalu mengeluarkan kitab dalam tasnya.
Kelasnya berjalan seperti biasanya. Hujan di luar sudah reda ketika kelas selesai.
"ngomong-ngomong, jaket baru ya peh? " farah yang ternyata nggeh pertama.
"iya, kok baru liat di pake? " zahra mengangguk.
"punya kang misbah" najwa berbisik pada kedua temannya.
Mereka bertiga langsung menghentikan langkahnya. Zahra dan farah menatap najwa.
"hah? serius? " hampir barengan mereka bertanya.
"ssstttt.. Kompak banget sih" jari telunjuk di tempelkan ke bibirnya.
"aku ceritain sambil jalan" mereka melanjutkan berjalan.
"gimana ceritanya peh? Kok bisa? " farah bertanya memandang sahabatnya bergantian.
Zahra mengangguk.
"iya, pokoknya tadi sebelum masuk kelas, kang misbah lihat aku kehujanan.terus ngasih jaket ini"ceritanya sambil tersipu
"ciyeeee kayaknya ada yang nggak jadi bertepuk sebelah tangan nih" zahra menggoda.
"sttt nggak usah bocor" najwa mengingatkan.
Kedua sahabatnya langsung menempelkan jari telunjuk dan jempol yang sudah bersatu dari sisi bibir kiri ke kanan seolah-olah menresleting mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syarifah
Romance"Dan ternyata aku benar mencintainya. Mencintainya sejak pertama bertemu" pria itu tersenyum menghembuskan nafasnya, tangannya menutup album photo yang sudah mulai kusam. Menaruh kembali di laci mejanya. Dia senderkan punggungnya.matanya menerawang...