Lagi lagi, yang bisa kulihat hanyalah pertengkaran orangtuaku sendiri.
Suara piring pecah, suara tamparan, suara mereka yang menggema di seluruh ruangan.
Itu adalah hal yang pasti terjadi ketika ayah ku pulang ke rumah.
Aku, sebagai anak tunggal, pastinya sangat ingin di hargai oleh mereka sebagai keturunan mereka.
Cobalah berfikir seperti itu, ayah, ibu.
Bukan melihatku sebagai anak yang ibu lahirkan atas hasil hubungan gelap kalian.
Rasanya ingin ku akhiri saja hidup ini agar kalian damai.
Tapi mari kuulang, aku juga masih ingin menjalani hidupku.
Sebagai gantinya, biarkan aku menjalani hidup disini, di sebuah taman tua yang terletak di belakang rumah tak berpenghuni dan sepi penduduk.
Bagi segelintir orang, mungkin keadaan ini sangat membosankan. Dengan ranting pohon tua yang mulai kering, dan rumput liar yang sangat banyak, menurut mu, bagaimana keadaan disekitar sini?
Membosankan?
Menakutkan?
Apapun itu, menurutku, ini jauh lebih membebaskan.
Disini aku bisa bernyanyi, seperti yang sedang kulakukan sekarang.
Tak lupa dengan gitar tua yang kutemukan di dalam rumah kosong itu.
Gitar ini sudah sangat tua, tapi mari kita lihat, sampai sekarang, setelah aku membenarkan senar nya, ini menjadi lebih hidup.
Menjadi lebih indah terdengar.
Ya, hidupku sangat menyenangkan. Anggap saja begitu.
Itulah hidupku, seperti yang ku tulis di atas, sebelum akhirnya suatu hari aku menemukan seseorang sedang berdiri dibelakang tembok rumah tua ini.
Aku tidak menyangka bahwa ternyata ada seseorang yang mengetahui tempat ini.
Dan saat itulah aku menghentikan nyanyian ku.
Tunggu, tatapan nya kosong.
Sangat kosong.
Siapa?
Apa yang sedang dia lakukan?
Saat aku ingin memanggil "Siapa disana? "
Dia justru pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me
Teen Fiction"Iya. Tertawalah. Lupakan tentangku yang tak akan pernah bisa melihatmu bahagia. "